Disampaikan pada Uji Publik Kasus
Pembangunan Pabrik Semen di Rembang
FISIP Universitas Airlangga, Surabaya 12
Juni 2015
PENGANTAR
Aktivitas dan pembangunan ekonomi baik
dalam bentuk ekonomi mikro seperti aktivitas bisnis dalam berbagai skala maupun
ekonomi makro dalam bentuk industrialisasi dan kebijakan pembangunan tidak
hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya atau kemakmuran
dalam bentuk materi yang sebanyak-banyaknya. Elkington (1997) mengemukakan
sebuah pemikiran bahwa aktivitas ekonomi haruslah memperhatikan 3 (tiga) aspek,
yaitu people (manusia), planet (alam atau lingkungan), dan profit (keuntungan). Aktivitas ekonomi, khususnya industrialisasi
yang hanya memperhatikan aspek profit semata
tanpa mengindahkan aspek people and
planet bukanlah aktivitas ekonomi yang berkesinambungan tetapi merupakan
aktivitas eksploitasi (manusia dan alam) untuk memperoleh keuntungan
(sebesar-besarnya) dalam jangka pendek.
Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan
Kendeng Jawa Tengah, menimbulkan polemik tersendiri. Ancaman kehancuran alam dan potensi
pemcemaran lingkungan akan menganggu keseimbangan alam. Bukan hanya itu, ribuan manusia yang
mengantungkan hidup dari tanah dan air Pegunungan Kendeng akan terancam
tergusur bahkan terusir dari tanah kelahirannya. Sebuah ancaman bagi manusia
dan alam yang kentara di depan mata atas nama pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi. Mendahulukan kepentingan
ekonomi jangka pendek dengan menghancurkan kemanusiaan dan lestarinya
alam. Pegungungan Kendeng dan Anak-Anak
Kendeng laksana menjadi tumbal untuk pembangunan di tempat-tempat lain.
TRIPLE BOTTOM LINE
Triple Bottom Line dikemukakan oleh John
Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya yang berjudul “Cannibals with
Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, Elkington (1997)
mengembangkan konsep Triple Bottom Line dalam istilah economic
prosperity, environmental quality, dan social justice. Perusahaan yang
ingin berkelanjutan haruslah memerhatikan “3P”. Selain mengejar profit,
perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan
masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (planet).
Konsep Tripple Bottom Line (People,
Planet, and Profit) merupakan konsep bisnis dan aktivitas ekonomi yang
berbeda. Konsep yang mengedepankan
kepentingan jangka panjang (going concern
concept) dari aktivitas ekonomi secara makro dan entitas ekonomi secara
mikro. Konsep yang mengedepankan bukan
pada pencarian keuntungan (profit)
yang hanya bersifat jangka pendek. Konsep yang menjadikan keuntungan (profit) sebagai dampak dari pemberdayaan
masyarakat dan karyawan (people) dan
pelestarian alam (planet).
Aspek-aspek yang terdapat dalam Triple
Bottom Line adalah sebagai berikut (Wibisono, 2007).
1. People
Masyarakat di sekitar perusahaan
adalah salah satu stakeholder penting yang harus diperhatikan oleh
perusahaan. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan,
kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan sehingga perusahaan akan selalu
berupaya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak bagi masyarakat sekitar,
sehingga perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh
kebutuhan masyarakat. Secara ringkas, jika perusahaan ingin tetap
mempertahankan usahanya, perusahaan juga harus menyertakan tanggung jawab yang
bersifat sosial.
Aspek manusia (people) mengedepankan konsep pemberdayaan masyarakat baik karyawan,
konsumen, maupun masyarakat secara umum. Konsep yang menjadikan entitas ekonomi
berorientasi untuk mengedukasi dan memberdayakan manusia sebagai factor utama
menjaga pertumbuhan dan kelanjutan usaha yang manusiawi. Bila masyarakat
teredukasi dengan produk yang berkualitas apalagi dengan harga terjangkau,
dijamin kesetiaan konsumen pada produk dan perusahaan akan terjaga. Di sisi lain, karyawan yang teredukasi dengan
baik akan menciptakan tenaga kerja yang mumpuni untuk memproduksi produk yang
bermutu sekaligus efisien dalam biaya.
2. Planet
Selain aspek people, perusahaan
juga harus memperhatikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Karena
keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis, kerapkali sebagian besar
perusahaan tidak terlalu memperhatikan hal yang berhubungan dengan lingkungan,
karena tidak ada keuntungan langsung. Dengan melestarikan lingkungan,
perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kenyamanan
dan ketersediaan sumber daya yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Aspek alam dan lingkungan (planet) bagi entitas ekonomi menjadikan
kelestarian alam sebagai dasar untuk bukan hanya menjaga keberlanjutan bahan
baku dan energy, tetapi benar-benar menjaga lestarinya planet Bumi sebagai
satu-satunya tempat hidup manusia. Bahan
baku dan energy yang lestari akan menjamin kelangsungan usaha entitas ekonomi
dalam jangka panjang sekaligus menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang
nyaman dan asri. Bukan hanya
memperhatikan bahan baku dan energy, tetapi polusi dan sampah yang dihasilkan
oleh perusahaan hendaknya ramah lingkungan dan memiliki dampak yang sangat
kecil bagi lingkungan.
3. Profit
Profit merupakan unsur penting dan menjadi
tujuan dari setiap kegiatan usaha dan aktvitas ekonomi. Fokus utama dari
seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau
mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan yang dapat digunakan
untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas yang dapat ditempuh
untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas
dan melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan
memiliki keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal
mungkin.
Sedangkan aspek keuntungn (profit) menyatakan bila manusia sudah
berdaya dan planet tetap lestari, profit atau keuntungan akan datang dengan
sendirinya baik keuntungan yang dinikmati oleh manajemen sebagai agen pengelola
entitas maupun investor sebagai pemilik entitas ekonomi tersebut. Jadi, keuntungan atau profit bukanlah menjadi
tujuan pertama dan utama, tetapi menjadi dampak dari kinerja perusahaan yang
baik dan bertanggung jawab. Keuntungan
yang akan bersifat jangka panjang dan berkesinambungan (going concern).
POTENSI
EKONOMI PEGUNUNGAN KENDENG
Menurut data yang dihimpun oleh
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), potensi ekonomi kawasan
kendeng adalah sebagai berikut.
Mata air di pegunungan
Kendeng merupakan sumber pengairan bagi 2.010
hektar sawah yang terletak di kaki pegunungan Kendeng Utara. Menghidupi
91.688 jiwa warga Kecamatan Sukolilo, 69.842 jiwa di Kecamatan Kayen dan 47.774
jiwa di Kecamatan Tambakromo. Dengan rata-rata tiap hektar menyerap 280 orang
tenaga kerja. Jika pembangunan pabrik semen memanfaatkan 2.688 hektar lahan,
maka dapat dipastikan sekitar 752.640 orang yang terserap di bidang pertanian
kehilangan mata pencariannya.
Ratusan mata air mengalir
sepanjang tahun di Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo. Dalam batasan
rencana pembangunan pabarik semen PT SMS terdapat ratusan mata air yang
mengalir sepanjang tahun (bukan musiman) dengan debit air rata-rata antara 0,06
liter/detik sampai 219 liter/detik. Saat
ini, jumlah penduduk semakin bertambah sehingga kebutuhan air semakin
meningkat. Jika setiap 1 mɜ batu kapur mampu menyerap 96 liter air, maka
masyarakat Kabupaten Pati akan kehilangan 768.000 liter air/hari bila penambangan
8.000 ton batu kapur akan dilakukan oleh PT SMS. Kondisi ini akan berdampak
luas karena dari analisis morfologis, 75% wilayah Kabupaten Pati dialiri oleh
sumber air dari Pegunungan Kendeng.
Ekosistem di
dalam mulut gua berair dan dihuni oleh kelelawar dalam jumlah besar. Terdapat penambangan
fosfat dari kotoran kelelawar. Kelelawar berguna untuk kontrol hama dan kotoran
kelelawar dapat dijadikan pupuk. Di area seluas 2.025 hektar hasil penelitian PT
SMS hanya menemukan 24 mata air aktif dan 12 gua. Sedangkan hasil penelitian
dari ASC dan JM-PPK menemukan 109 mata air dan 34 gua. Seluruh gua yang
ditemukan berair yang artinya gua-gua tersebut merupakan sungai bawah tanah sebagai
bagian sistem hidrologi tanah di atas gua masih ada.
Sedangkan data potensi ekonomi yang
dikumpulkan oleh Ning Fitri (2014) Direktur Eksekutif WALHI Jawa Tengah adalah
sebagai berikut.
Kondisi bentang alam Pegunungan
Kendeng terdiri dari daratan tinggi dan daratan rendah, ketersediaan sumber air
sangatlah bagus. Hal ini menjadikan pola
pemanfaatan alam oleh masyarakat Kendeng di sector kehutanan, perkebunan dan
petanian tinggi. Masyarakat Kendeng hidup sangat tergantung dengan pemanfaatan
sumber daya alam yang ada, baik dari pemanfaatan lahan untuk menanam tanaman
produksi sebagai sumber ekonomi utama, maupun pemanfaatan sumber air untuk
konsumsi air bersih guna pemenuhan kebutuhan domestik yaitu minum, mencuci dan
mandi, serta irigasi dan untuk kebutuhan ternak.
Di Kecamatan Kayen dan
Tambakromo pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan dengan komoditas utama adalah
padi, jagung, kacang hijau dan ketela pohon. Dalam 1 tahun mampu menghasilkan 2
kali panen padi dan 1 kali panen palawija. Untuk daerah yang lebih rendah, air
mengalir sepanjang tahun sehingga mampu 3 kali panen padi. Masyarakat juga
memanfaatkan potensi alam yang lain yaitu potensi untuk sumber pakan ternak
sapi, kambing dan ternak lainya. Lahan perhutani yang akan di pakai untuk areal
tambang merupakan kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas
(HPT) yang selama ini di kelola oleh masyarakat yang tergabung dalam kelompok
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) untuk pertanian dengan sistem tumpang sari
seperti jagung, kacang, ubi-ubian dan berbagai jenis palawija. Sekitar 2.756 hektar lahan Perhutani yang
saat ini dikelola oleh kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang
sebagian besar masuk di wilayah yang akan menjadi lahan pertambangan PT SMS.
Jika diasumsikan bahwa
setiap orang menggarap 0,5 hektar lahan, berarti ada 5.512 orang penggarap.
Menurut perkiraan JM-PPK, dari 5.512 orang tersebut, 65% berada di lahan yang
akan digunakan sebagai lahan tambang PT SMS. Maka, kurang lebih 3.582 petani anggota
LMDH akan kehilangan pekerjaan. Belum lagi ditambah dengan berapa keluarga yang
akan kehilangan lahan pertanian sawah, tegalan dan lain-lain yang juga belum
tentu bisa mendapatkan pekerjaan lain sesuai harapan. Sementara itu, pihak
pabrik semen hanya menyediakan lahan pekerjaan untuk 1.650 orang pada saat
konstruksi dan hanya 800 orang untuk tahap operasi.
Data potensi ekonomi
kawasan Pegunungan Kendeng lain yang ditabulasi oleh Poppy Ismalina (Akademisi
dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta) adalah sebagai berikut
Secara keseluruhan sumber daya alam di wilayah Pegunungan
Kendeng telah memberikan kemanfaatan bagi 91. 688 jiwa di Kecamatan Sukolilo dan 73. 051 jiwa di Kecamatan Kayen. Mata air di pegunungan Kendeng
merupakan sumber pengairan untuk 2.010
hektar sawah yang terletak di kaki Pegunung Kendeng Utara. Sistem
irigasi sawah menggunakan irigasi teknis yang untuk di sebelah utara Sungai
Juana II dan Sungai Juana I yang menggunakan sistem pompanisasi. Khusus
Sedulur Sikep, tercatat ada 1.197 jiwa
sedulur sikep yang menggarap lahan pertanian di wilayah Kecamatan Sukolilo,
Baturejo, Gadudero, Kedumulyo dan Kasiyan.
Pembangunan
pabrik semen dipusatkan di Desa
Kedomulyo. Sedangkan Penambangan batu
kapur di Pegunungan Kendeng meliputi Desa Sukolilo, Sumbersoko,
Gadudero, Kedomulyo, dan Tempo gunung.
Penambangan tanah liat dilakukan di lahan pertanian Desa Gadudero, Desa
Baturejo, dan Desa Kasihan.
Pada saat
ini banyak lahan tegalan yang di tanami pohon jati, ternyata hasil produksinya
juga tidak kalah dengan tanaman yang sifatnya musiman. 1 hektar tegalan
yang ditanami 600 pohon jati dalam
jangka waktu 9 tahun bisa dipanen. Harga jual Rp40juta dikurangi biaya produksi
(bibit dan perawatan) Rp2juta akan
memberikan hasil rata-rata Rp4,2juta/tahun.
Jumlah
penduduk di Pegunungan Kendeng sebanyak 29.474
jiwa terdiri 5.894 Kepala Keluarga. Seperempat dari total Kepala
Keluarga atau kurang lebih 1.473 KK bermata pencarian sebagai peternak sapi. Setiap KK rata-rata memiliki 2 ekor ternak
sapi atau 2.946
ekor sapi. Bila harga rata–rata sapi
sebesar Rp5juta, maka penghasilan total adalah sebesar Rp14,7milyar. Pendapatan
total ini belum termasuk ternak kambing. Ternak sapi dan kambing merupakan
pendapatan tahunan. Pakan
didapat dari jerami di saat masa panen dan rumput di saat tidak ada panen.
Sehingga, untuk mendapatkan pakan, dibutuhkan lahan sawah dan air yang mengalir
sepanjang tahun.
Terdapat 79 mata air yang
mengalir sepanjang tahun di Kecamatan Sukolilo. Walaupun yang masuk dalam
batasan yang ditetapkan oleh pabrik semen ada 42 mata air yang mengalir
sepanjang tahun (bukan musiman). Debit mata air tersebut paling kecil 0,06
liter/detik dan paling besar 178 liter/detik. Total debit yang merupakan sisa
tersebut 1.009.6 liter/detik. Perhiitungan
debit air tersebut hanya merupakan sisa dari debit total dikurangi oleh
masyarakat. Mata air itu tersebar dari
wilayah yang paling tinggi sampai yang paling rendah di Kecamatan Sukolilo. Dari
analisis morfologis, 75% wilayah Kabupaten Pati dialiri oleh sumber air dari
Pegunungan Kendeng.
PEMBANGUNAN PABRIK
SEMEN
Kawasan Pegunungan Kendeng yang kaya
akan kapur menjadi daya tarik investasi perusahaan-perusahaan semen di
Indonesia, mulai perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sampai perusahaan swasta. Pada tahun
2009, PT Semen Gresik Tbk yang akan membangun pabrik semen di Desa Kedumulo
Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati berhasil dibatalkan oleh sedulur-sedulur yang
tergabung di JMPPK dengan Omah Kendeng-nya.
Tetapi beberapa saat kemudian, di akhir tahun 2010 masuk PT Indocement
Tunggal Prakasa Tbk melalui perusahaan anaknya PT Sahabat Mulia Sakti (SMS),
perusahaan semen swasta berusaha masuk dan membangun pabrik semen yang sedang
berlangsung dan mendapat perlawanan sampai hari ini (Effendi, 2013).
Dengan alasan potensi bahan baku semen
yang melimpah di Pegunungan Kendeng, perusahaan semen berlomba-lomba untuk
membangun pabrik semen di Kendeng.
Dengan potensi pemanfaatan bahan baku untuk produksi selama 55 tahun
dengan kapasitas produksi 3,84 juta ton untuk 5 tahun pertama dan menjadi 7,68
juta ton untuk 50 tahun selanjutnya.
Sumberdaya yang listrik yang dipergunakan sebesar 120 Megawatt pertahun
dengan bahan bakar batubara dan bahan bakar material alternatif lainnya. Diperkirakan tenaga kerja yang dibutuhkan
sebanyak 1.650 orang selama masa konstruksi dan 800 orang tenaga kerja saat
operasioal. Investasi yang dibutuhkan
sebesar Rp4 Trilyun sampai dengan Rp5 Trilyun.
Lokasi pabrik akan menempati 11 desa di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan
Kayen dan Kecamatan Tambakromo memerlukan luas kawasan pabrik seluas 180
hektar. Luasan kawasan bahan baku untuk
batu kapur dibutuhkan luasan seluas 2.025 hektar dan untuk tanah liat seluas
663 hektar yang meliputi tanah Negara, kas desa, perhutani, dan tanah rakyat
yang berada di 5 Kabupaten, yaitu Kabupaten Pati, Rembang, Kudus, Grobogan, dan
Blora (Fitri, 2013).
Studi Kelayakan
pembangunan yang dilakukan PT SMS dapat dirangkum sebagai berikut (Poppy
Ismalina).
1.
Kebutuhan tenaga kerja pembangunan pabrik semen selama
masa kontruksi 1.650 orang dan pada saat operasi sebanyak 800 orang tenaga
kerja. Tenaga kerja yang dibutuhkan
meliputi: (1) tenaga kerja internal perusahaan, dan (2) tenaga kerja eksternal untuk
keperluan jasa angkutan semen, jasa kontruksi, dan lain-lainnya.
2.
Kebutuhan lahan untuk pabrik semen (1) Sawah seluas kurang lebih 639 hektar, (2) Tegalan seluas kurang
lebih 794 hektar sehingga dibutuhkan total 1.433 hektar lahan.
3.
Kebutuhan bahan baku untuk produksi sebesar 2,5 juta ton
semen/tahun atau 8.000 ton semen/hari adalah: (1) batu kapur sebanyak kurangl lebih 11.700 ton/hari; (2) tanah liat
sebanyak kurang lebih 2.600 ton/hari;
(3) PB dan PS sebanyak kurang lebih 120 ton/hari; dan (4) Gipsum sebanyak kurang
lebih 320 ton/hari.
4.
Kebutuhan Energi (1) Listrik sebesar sekitar 105 Kwh/ton
semen; dan (2) Batubara untuk pembangkit tenaga listrik sebesar sekitar 1.200
ton/hari.
5.
Kapasitas Produksi yang dihasilkan pada tahun pertama sampai
keempat sebesar 8.000 ton/hari. Sedangkan mulai tahun kelima sampai tahun
kelima belas akan bertambah dua kali lipat menjadi 16.000 ton/hari.
6.
Biaya investasi yang dibuthkan
sekitar Rp4,5trilyun.
PT
SMS berbekal berbagai Surat Rekomendasi dan Perijinan seperti (1) Izin lokasi
pendirian pabrik No. 591/021 tahun 2011 dan IUP terbaru No. 591/608/2014, (2)
ijin kegiatan penambangan batu kapur dengan IUP No. 545/002/2011 dan yang
terbaru No 545/002/2014 serta, (3) penambangan tanah liat dengan IUP No. 545/001/2011
dan IUP terbaru No. 545/001/2014, yang dikeluarkan oleh kantor Pelayanan Terpadu
Kabupaten Pati melakukan aktivitas pembangunan parbik semen. Padahal, di lokasi pabrik semen banyak
ditemukan mulut gua dan sumber air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat di
kelima kabutapen tersebut. Bahkan,
keberdaan gua yang banyak dihuni oleh kelelawar bermanfaat sebagai pengendali
hama pertanian masyarakat setempat. Bahkan,
Gua Wareh, Gua Lowo, dan Gua Pancur telah berkembang menjadi tempat pariwisata
(Fitri, 2013).
Menurut
hasil survey dan penelitian dari Yayasan Acintyacunyata (1997) dan Semarang
Caver Association (SCA), Acintyacunyata Speleogical Club (ASC), dan JMPPK Pati
(2012) menyatakan bahwa Pegunungan Kendeng adalah kawasan Karst. Tetapi, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM)
melalaui Surat Keputusan Nomer 0398 K/40/MEM/2005 tentang penetapan Kawasan
Karst Sukolilo, dan Nomer 2641 K/40/MEM/2014 tentang penetapan Kawasan Bentang
Alam Karst Sukolilo, menetapkan kawasan Pegunungan Kendeng tidak masuk menjadi Kawasan
Karst Sukolilo, sekalipun posisi kawasan ini tidak terpisah dari kawasan yang
tetapkan sebagai kawasan karst tersebut (Fitri, 2013).
ANALISIS TRIPLE BOTTOM LINE
Studi kelayakan
pabrik semen PT SMS hanya memuat
perhitungan ekonomi dan produksi (pendapatan dari produksi dikurangi biaya
produksi yang akan menghasilkan laba). Analisis
mengenai dampak-dampak negatif diserahkan pada Studi AMDAL. Pada studi kelayakan tidak secara rinci
menjelaskan biaya-biaya apa saja yang dibutuhkan dalam pembangunan pabrik semen
PT SMS tersebut. Di sisi lain, keuntungan produksi tidak memiliki dampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Studi kelayakan tidak pula memberikan
nilai ekonomi dari dampak-dampak terhadap lingkungan, ekonomi, sosial dan
budaya dari rencana pembangunan pabrk semen tersebut. Studi AMDAL yang dilakukan hanya sebatas
formalitas dan tidak memiliki kekuatan penegakan hukum. Seringkali tidak
memasukkan seluruh dampak-dampak lingkungan yang mungkin muncul.
Analisis Aspek Manusia
(People)
1.
Terjadi perpindahan tempat
tinggal karena rumah dan tanahnya sudah terbeli.
2.
Hilangnya mata pencaharian karena
lahan pertanian dan peternakan yang terbeli.
3.
Pengangguran dalam jumlah besar
karena hanya sebagian kecil tenaga kerja yang terserap di pabrik semen (karena
alasan pendidikan dan ketrampilan).
4.
Hilangnya semangat kekeluargaan
dan kebersamaan karena terpencar.
5.
Rusaknya tatanan sosial dan
budaya.
6.
Terjadi gegar budaya karena
berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industry, dari petani yang
bekerja untuk dirinya sendiri menjadi buruh yang bekerja untuk orang lain.
7.
Muncul konflik horizontal antara
kelompok pendukung dan kelompok penolak pembangunan pabrik semen.
Analisis Aspek Lingkungan
(Planet)
1.
Perubahan fungsi lahan-lahan
pertanian menajdi kawasan tambang.
2.
Perubahan fungsi sumber mata air
dan tingginya pencemaran akibat termanfaatkan untuk kebutuhan pabrik semen.
3.
Perubahan ekosistem pada
lingkungan sekitar karena pertambangan.
4.
Hilangnya sumber mata air karena
daerah resapan dan daerah penyimpanan habis tergerus ditambang untuk bahan baku
semen.
5.
Terjadinya Polusi udara, suara,
dan zat-zat limbah berbahaya lainnya.
6.
Tergerusnya Karst sebagai
tangkapan dan penyimpanan air.
7.
Perubahan suhu udara menjadi
lebih panas.
Analisis Aspek Ekonomi
(Profit)
Analisi ekonomi
melalui studi kelayakan hanya mengedepankan aspek ekonomi tanpa memasukan
eksternalitis atau dampak negative dari pendirian pabrik semen. Dampak-dampak negatif yang akan timbul, seperti
dampak lingkungan dan sosial budaya dalam Studi Kelayakan Ekonomi tidak muncul
sama sekali. Sehingga, dampak negative dan eksternalitis dari pembangunan
pabrik semen harus memunculkan nilai rupiah untuk dapat dijadikan dasar
pertimbangan ekonomis.
Pembangunan pabrik semen di Pegunungan
Kendeng hanya mementingkan satu aspek, yaitu aspek profit dan bukan saja tidak mengindahkan tetapi benar-benar
menisbihkan aspek people apalagi planet.
Pembangunan pabrik semen mengancam kelestarian alam dan
menghancurkan lingkungan yang akan menghilangkan potensi pertanian di Kecamatan
Kayen dan Tambakromo. Pertanian yang
mampu menghasilkan 2 kali panen padi dan 1 kali panen palawija setiap tahun, bahkan
untuk daerah yang lebih ke utara mampu menghasilkan 3 kali panen padi akan
terancam mati karena pasokan air dari Pegunungan Kendeng yang menyusut,
hilangnya predator alami hama pertanian karena kelelawar tidak ada lagi, dan
pencemaran akibat aktivitas pabrik semen.
Belum lagi peternakan sapi, kambing, dan ternak-ternak lain juga akan
kesulitan untuk hidup dan berkembang biak. Pada akhirnya, cita-cita akan
Ketahanan Pangan apalagi Kedaulatan Pangan bukan hanya terancam gagal tetapi
malah dimatikan sendiri oleh penguasa birokrasi dan peguasa modal.
Kawasan hutan yang terancam oleh
keberadaan pabrik semen ada yang masuk lahan Perhutani yang dimanfaatkan
sebabagi kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT)
juga yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) untuk pertanian
tumpang sari dan palawija. Kawasan
Perhutani yang dikelola oleh LMDH seluas 2.756 hektar yang sebagian besar akan
masuk lahan tambang PT SMS. Bila
diasumsikan setiap kepala keluarga mengelola 0,5 hektar (asumsi JMPPK) maka
petani pengelola sebanyak 5.512 orang dan 65%-nya berada di kawasan tambang
maka ada 3.582 kepala keluarga akan kehilangan kehidupannya (Fitri, 2013). Walaupun pabrik semen menjanjikan pekerjaan
untuk 1.650 orang dimasa kontruksi dan 800 orang saat produksi tentu tidak sebanding
dengan 3.000 sampai 5.000 orang yang kehilangan pekerjaan sebagai petani. Belum lagi, budaya sebagai petani yang
bekerja untuk diri sendiri dan berubah menjadi buruh bukanlah perkara muda dan
pasti akan terjadi gegar budaya.
Demikian juga budaya agraris yang akan hilang dan digantikan dengan
budaya industry yang pasti akan mengakibatkan gegar budaya.
Permasalahan lain yang ditimbul dari
aspek manusia (people), bukan hanya
ancaman terhadap kehidupan social berupa konflik horizontal. Adanya kelompok yang menolak dan kelompok
yang menerima pembangunan pabrik semen menjadi masalah baru yang menganggu
keharmonisan dan kegotongroyongan masyarakat di Kawasan Kendeng. Kelompok yang mendukung pembangunan parbik
semen adalah kelompok yang menerima keuntungan dari masa pembangunan dan
operasional pabrik, khususnya aparat desa dan kuasa birokrasi lainnya. Sedangkan
penolak pembangunan pabrik adalah petani yang terancam kehidupannya. Masuknya pihak luar seperti aparat
pemerintahan kabupaten, aparat kemanan, dan bahkan preman malah memperkeruh
keadaan. Tentu saja, kampanye hitam dan
bahkan intimidasi pada para penentang pembangunan pabrik semen sudah menjadi
modus operandi lazim (Fitri, 2013). Keberadaan pembangunan pabrik semen bukan
menyejahterakan rakyat malah menyengsarakan rakyat Pegunungan Kendeng. Pihak yang diuntungkan bukanlah rakyat
setempat tetapi malah dari luar kawasan Pegunungan Kendeng, sedangkan rakyat
setempat bukan saja dirugikan tetapi akan terancam kehidupannya bukan saja
untuk saat ini tetapi sampai 55 tahun mendatang dan bahkan akan mungkin menjadi
semakin hancur setelah masa itu karena Pegunungan Kendeng telah benar-benar
hancur dan pabrik semen berhenti beroperasi.
REFLEKSI
Aktivitas ekonomi dan bisnis bukan
semata mencari keuntungan sebesar-besarnya dalam jangka pendek, tetapi seharusnya
bersifat jangka panjang dan berkelanjutan.
Aspek keuntungan (profit)
tidak mungkin dihilangkan dari aktivitas ekonomi dan bisnis, tetapi ada aspek
lain yang tidak bisa diabaikan apalagi diabaikan, yaitu aspek manusia (people) dan aspek alam atau lingkungan (planet).
Tanpa manusia yang terbangun dan terberdayakan, niscaya pembangunan
ekonomi dan aktvitas bisnis akan mandek dalam waktu singkat. Aspek manusia bukan hanya sebagai sumberdaya
manusia yang bekerja tetapi juga sebagai pasar penyerap aktivitas ekonomi dan
bisnis. Tentu saja bila kehidupan social dan budaya tidak tercerabut karena
adanya aktivitas bisnis dan ekonomi.
Demikian pula dengan aspek alam dan lingkungan, bila alam sebagai
penyedia sumberdaya hancur akan terjadi kelangkaaan yang mengakibatkan mahalnya
aktivitas ekonomi dan bisnis. Selain itu, bila alam telah hancur manusia juga
tidak akan bisa hidup, dan bila kehidupan telah hancur maka hancurlah semuanya
apalagi cuman aktivitas bisnis dan ekonomi.
Berkaca pada kasus pembangunan pabrik
semen di Pegunungan Kendeng, nampak jelas hanya aspek profit yang dikedepankan dan dijadikan satu-satunya alasan. Bukan saja mengabaikan tetapi telah
menisbihkan aspek manusia (people)
yang seharusnya menjadi subyek pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis. Bahkan aspek alam dan lingkungan (planet) yang menjadi daya dukung utama
kehidupan manusia malah menjadi obyek penghancuran besar-besaran. Ancaman terhadap kehancuran alam dan
kerusakan lingkungan yang pada ujungnya menjadi penghancur kehidupan Nampak
jelas di depan mata.
Perlawanan rakyat telah dilakukan,
kawan-kawan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) melalui Omah
Kendeng telah berlangsung sekian lama.
Mereka bukanlah anti terhadap pembangunan, tetapi mereka dipaksa untuk
mempertahankan diri dari ancaman kerusakan.
Bukan hanya kerusakan alam yang akan dihadapinya tetapi hancurnya
kehidupan yang dicegah. Perlawanan dalam
berbagai cara telah dilakukan, perlawanan budaya, perlawanan social, perlawanan
hukum, sampai perlawanan politik telah dilakukan. Tetapi, seperti diberbagai tempat yang lain,
bila kuasa modal telah meninggi libido kerakusannya dan berkelindan dengan
kuasa birokrasi yang syahwat untuk menggeruk keuntungan sedang memuncak,
perlawanan rakyat seakan menabrak tembok besar nan kokoh.
Surabaya, 12 Juni 2015
Dipersembahkan untuk sedulur-sedulur di
Kendeng.
REFERENSI
Effendi, M.
N., & Wibowo, M. A. 18 Agustus 2013.
Merajut Kisah di Sepanjang Kendeng. Suara
Merdeka.
Effendi, M.
N. 18 Agustus 2013. Metamorfosis Lumbung
Pangan. Suara Merdeka.
Elkington,
J. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century
Business. Oxford: Capstone Publishing.
Fitri, N.
2014. Rencana Pembangunan Pabrik Semen, Penambangan Batu Kapur dan Tanah Liat
Oleh PT Indocement di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Direktur Eksekutif WALHI
Jawa Tengah.
https://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/geologi-pegunungan-kendeng/
Ismalina,
P….. Valuasi Ekonomi Kawasan Pegunungan
Kendeng. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Jaringan
Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) ….. Rencana Pembangunan Pabrik
Semen PT SMS: Catatan Kritis Masyarakat Kendeng
Sanyotohadi,
H. 2000. Perjuangan Masyarakat Samin untuk Hak Asasi Manusia dan Demokrasi. Majalah Ilmiah Humaniora PRANATA, Vol
XII No. 1. Hal. 34—44. ISSN 082-0887.
Wibisono, Y. 2007. Membedah
Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility. Gresik: Fascho
Publishing
Widi, H. 16 April 2013. Naga Tidur,
Penjaga Keseimbangan Kendeng. http://tanahair.kompas.com/read/2013/04/16/16285419/Naga.Tidur.Penjaga.Keseimbangan.Kendeng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar