Universitas Ma Chung, 09 September 2015
Kemajemukan Indonesia tercermin dalam
Pancasila. Pancasila merupakan
kesepakatan hokum untuk saling menerima dalam perbedaan sebagai bangsa dan
warga Negara. Tidak perlu menghilangkan
dan saling meniadakan identitas alamiah (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan). Mayoritas dan minoritas hidup saling
berdampingan dengan damai. Konflik
berasal dari ekstrimis dan fundamentalis yang dipengaruhi oleh muatan politis
dan gerakan global.
Korupsi lebih berbahaya dari ekstrimisma
dan fundamentalisma. Karena korupsi
menggerogoti kejujuran diri dan mencari keuntungan bagi dari sendiri. Selain itu, korupsi membentuk kartel atau
mafia. Akan merusak kesatuan bangsa dan
menghancurkan kehidupan masyarakat.
Secara hukum tidak ada mayoritas dan
minoritas, tetapi secara social ada di masyarakat. Keterbelahan ini seringkali menjadi pemicu
masalah dan konflik. Negara harus adil
dan nirtoleransi terhadap kekerasan dan konflik.
Kesatuan
Nusantara oleh Mayjen (Purn) Sapto Priyono (Yayasan Jati Diri Bangsa)
Nusantara merupakan proses interaksi dan
sosialisasi antar suku yang membentuk karakter dan jati diri bangsa. Kesatuan dan persatuan yang terkristalisasi
dalam Pancasila. Termaktub pula dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai akta kelahiran bangsa dan Negara
Indonesia. Karakter dan jati diri bangsa
Indonesia yang terdiri dari (1) religious; (2) berperikemanusiaan dan keadilan;
(3) berpersatuan dan kekeluargaan; (4) bermusyarawah untuk mufakat; (5)
berkeadilan social.
Penjajahan Modern seperti penjajahan
ekonomi, penjajahan budaya, penjajahan kuliner, dan lain sebagainya saat ini
masih terjadi. Harus dilawan tidak
dengan perang, tetapi dengan nasionalisma dan karakter. Penjajahan Modern terjadi sebagai dampak
negative dari globalisasi. Merupakan
perang modern generasi keempat: (1) perang dagang (ekonomi); (2) perang
teknologi (ipteks); (3) perang informasi dan persepsi; (4) perang politik
global (liberalisasi, politik, dan budaya).
Ekspansi asing yang menguasai sumber daya alam dan harkat
masyarakat. Terbukti denga referendum
Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 2002 yang menjadikan UUD45 liberal. Perlu political
will dari pemerintah yang berkuasa dan penguatan karakter serta jati diri
bangsa.
Diskusi
Internalisasi nilai-nilai Pancasila pada
seluruh rakyat Indonesia selain dari pendidikan formal. Mendidik anak untuk mengalami dan merasakan
perbedaan dalam kedidupan bersama.
Pendidikan kritis tentang Pancasila, contoh: Filsafat Pancasila.
Potensi ancaman di masa datang dengan
defisitnya internalisasi nilai-nilai Pancasila saat ini. Kemandirian dan karakter anak bangsa masih
cukup terjaga. Pancasila sudah sesuai dengan
Ajaran Sosial Gereja (ASG), baik dan penting untuk membentuk karakter bangsa.
Sebagai catatan, Nazi dari tahun 1939—145
membunuh kurang lebih 12 juta orang (5,4 Juta Yahudi + 3 Juta Polandia + 3 Juta
Soviet + 0,5 Juta orang cacat).
Sedangkan Komunisma sejak tahun 1917—1991 telah membinasakan 70 juta sampai
100 juta orang yang terjadi di Soviet sejak jaman Lenin dan Stalin, di Republik
Rakyat Chia, Vietnam, dan Kamboja.
Pada tahun 1949 terjadi pemberontakan PKI
di Madiun. PKI pimpinan Muso membunuh
kurang lebih 4.000 orang lawan politiknya.
Pada tahun 1966, tejadi juga pembunuhan besar-besaran yang terjadi
karena dendam yang membabi buta. Partai
Komunis Indonesia (PKI) memang menyebabkan kekacauan, tetapi balas dendam dan
kemarahan yang membabi buta menyebabkan banyak orang tak bersalah dan bahkan tidak
terlibat dengan PKI menjadi korban.
Korban tambahan dari perang elit di Indonesia saat itu.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Soeharto
mengambil alih Indonesia dan membubarkan PKI.
Tetapi, aksi pembersihan terhadap PKI adalah tindakan yang
berlebihan. Persepsi “musuh” dan “bunuh”
dalam perbedaan adalah akar dari pembantaian dan kekerasan.
Selama masih ada harapan pada anak cucu,
konflik dapat dicegah. Tetapi bila
pemerintah tidak dapat mencegah ketidakadilan ekonomi dan social, ancaman
terjadi konflik akan membesar. Saat ini,
Indonesia menuju arah yang positif.
Hubungan antara Islam dan Non Islam, mayoritas dan minoritas berjalan
dengan baik. Tetapi tetap harus waspada
terhadap ancaman fundamentalisma (agama, ideology, dan budaya) serta
ketimpangan dan ketakadilan (ekonomi, politik, social, dan hukum).
Membangun nasionalisma dengan “buat, beli,
pakai, dan konsumsi sendiri”. Yakin dan
bangga pada produk-produk anak bangsa sangat besar perannya dalam membangun
nasionalisma melalui kemandirian. Kehancuran
sebuah bangsa bukan disebabkan oleh serangan dari luar, tetapi karena
pertikaian, perang saudara, dan lunturnya kebanggaan pada bangsanya sendiri.
Presiden Nixon (Amerika Serikat) bertanya
pada Soeharto tentang kiat-kiat menghancurkan PKI sebagai Partai Komunis
terbesar ketiga di dunia setelah Partai Komunis Uni Soviet dan Partai Komunis
China. Soeharto menjelaskan (1) melawan
ideology komunis dengan ideology Pancasila; (2) komunisma berkembang subur bila
rakyat miskin, maka pembangunan ekonomi harus dikebut. Soeharto meminta Marshall Plan diberlakuka juga di Indonesia.
Amerika Serikat membantu Indonesia dengan
barang-barang konsumsi seperti tepung terigu (lewat Bogasari) dan berbagai
produk lain yang menjadikan Indonesia sangat bergantung pada impor, seperti
halnya juga kedelai. Amerika Serikat
juga mengirim pupuk kimia dan pestisida lewat Petrokimia Gresik, yang di
Amerika Serikat sendiri sudah dilarang dipergunakan. Akibatya terjadi kerusakan ekologi.
Tidak ada makan siang gratis (no free lunch), Amerika Serikat membantu
Indonesia tetapi minta kompensasi konsesi.
Pertambangan menjadi incaran utama serta bebas masuknya penanaman modal
asing. Sehingga, penguasaan asing
terhadap sumber daya alam dan kebutuhan dasar rakyat Indonesia sangat tinggi. Contoh yang paling jelas adalah Freeport dan
Newmont. Ekspansi budaya melalui film,
music, dan seni lain tanpa sensor menjadikan Indonesia gegar budaya dan social.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar