Vihara Dharma Mitra Malang, 27—31 Juli 2015
Pengantar
Orientation Based
on Reflection (OBOR) merupakan sarana pengenalan (orientation) dari cerminan atau permenungan (reflection) guna penghayatan nilai dan otokritik. Dilaksanakan untuk membangun: (1) potensi dan
minat diri untuk membangun jiwa kepemimpinan; (2) keberagaman, inklusifitas,
dan kesalehan sosial; (3) analisis budaya, politik, ekonomi, dan sosial; (4)
sejarah pemikiran. Pembelajaran yang
berpijak pada kaidah-kaidah filsafat, berfikir secara bebas dan kritis.
Pada OBOR IV kali ini akan dibahas mengenai: (1) dinamika
sosial, tatanan sosial, dan modernitas; (2) sejarah pemikiran barat,
pertengahan, dan modern (renaisance);
(3) sejarah pemikiran timur dan perbandingan pemikiran barat dan timur; (4)
tantangan keilmuan, dan filsafat kritis dalam dinamika sosial; (5) kesalehan
sosial dalam dunia modern.
Dinamika Sosial
(Disampaikan oleh M. Nurudin – Direktur Asosiasi Petani Indonesia)
Asosiasi Petani Indonesia (API) merupakan organisasi
payung petani Indonesia yang telah berdiri di 70 Kabupaten/Kota yang berada di
14 Provinsi di Indonesia. Aktivitas
utama API adalah: (1) pemasaran bersama dan kewirausahaan sosial petani
berbasis koperasi; (2) advokasi petani tas tanah dan pangan; (3) advokasi
dampak-dampak liberalisasi kebijakan pertanian seperti pencabutan subsidi
pertanian, liberalisasi air, arsitektur keuangan global, dan lain lainnya.
Salah satu permasalahan petani adalah sistem BAWON, sistem bagi hasil antara tuan
tanah dan petani pengelola yang menggunakan subssistem tebasan dan ceblokan.
Sistem yang mengguremkan petani.
Belum lagi permasalahan ekologi, seperti perubahan karena faktor
lingkungan. Ditingkahi lagi oleh
permasalahan involusi pertanian (sharing
poverty) karena pertanian dan petani saling makan memakan satu dengan yang
lain. Kebijakan peninggalan Orde Baru
(Orba) menjadi akselerator bagi hancurnya sistem pertanian. Pembatasan kepemillikan lahan dan
revolusi hijau adalah beberapa kebijakan
yang merusak sistem pertanian hingga saat ini.
Sejarahnya, padi pertama kali ditemukan di tepian Sungai
Huangho pada kurang lebih 50.000 tahun sebelum masehi. Padi varietas asli (lokal) hanya membutuhkan
sedikit air dan sedikit pupuk (cukup dipebuhi dengan pupuk kandang) walaupun
hasilnya moderat. Sedangkan Padi Hibrida
(hasil dari GMO) membutuhkan banyak air dan banyak pupuk plus pestisida
walaupun produksi tinggi. Monsanto
(1994) menyatakan “siapa yang menguasoi
benih akan menguasai pasar dan akan menguasai manusia yang artinya menguasai
politik dan ekonomi.” Intinya siapa
yang menguasai benih akan menguasai dunia.
Apalagi saat jumlah luasan lahan pertanian semakin menyempit karena
pengalihan lahan pertanian dari tahun ke tahun yang sudah dikawatirkan oleh
Plezer sejak tahun 1948.
Revolusi Hijau, berdasarkan teori adaptasi dan difusi:
teknologi baru, bibit, pupuk, dan pestisida baru. Terjadi stagnasi teknologi karena kepadatan
penduduk dan lahan yang semakin menyempit serta tenaga kerja menggunakan sistem
sewa. Catatan: Indonesia melakukan transfer teknologi sedangkan China mencuri
teknologi. Semakin kaya petani semakin
tidak menjadi petani karena hanya menjadi tuan tanah dan memperkerjakan buruh
tani. Semakin miskin petani semakin
menjadi petani karena bekerja sebagai buruh tani atau penggarap.
Terjadi skenario liberalisasi perdagangan pangan. Terbitnya Bretton wood (07/1946) serta
dilanjutkan dengan Putaran Uruguay (1986) dan yang terakhir Putaran Doha (2006)
secara jelas mengatur liberalisasi pangan.
Secara tradisional sudah terjadi di Indonesia. Sistem ijon
yang membeli hasil panen petani sebelum musim panen. Tengkulak
yang menebas habis panen petani.
Sistem ceblokan sistem kerja
lepas bagi buruh tani (cash and carry)
merupakan sistem-sistem liberalisasi pertanian tradisional yang memiskinka
petani. Selain itu tentu saja feminisasi
kemisknan dengan meminggirkan peran perempuan.
Filsafat Timur (Disampaikan
oleh Bhikku Dammasubo MT)
Alam raya bagai orang tua da orang tua bagai alam raya.
Negara akan kuat bila tidak meninggalkan sejarah dan
sastra budaya bangsanya.
Kondisi kekinian, ahli teknologi dan ganti budaya.
George Washington adalah Pemimpin Serikat Buruh saat akan
mendirikan Amerika Serikat. Beliau
belajar filsafat dan etika dari Nusantara.
Tetapi saat ini, filsafat dan etika Nusantara malah meluntur. Walau peradaban Nusantara dibangun berdasar
peradaban India tetapi masih mempertahanankan filsafat dan etika aslinya.
India terdiri dari 2 (dua) suku bangsa besar. Bangsa Arya (Sakya) yang berkulit terang, berfilsafat, dan berpengetahuan) dan
Bangsa Angsa (Dravida) yang berkulit gelap bekerja sebagai petani, berkebun,
dan beternak. Suku Bangsa Arya yang pertama-tama
membangun kerajaan-kerajaan di Utara Pulau Jawa (Kelet dan Keling) yang
menurunkan Kerajaan Kalingga denga Ratu Shima yang terkenal kejujuran dan
keadilannya yang ternyata berasal dari India Tenggara. Kerajaan Kalingga berhubungan dengan Raja
Ashoka (200 SM) merupakan pusat perkembagan Buddhisma. Bhante Mahinda (Anak Raja Ashoka) adalah
penyebar Buddhisme yang gigih dan sudah memiliki relasi yang baik dengan Yunani
di Barat, Tiongkok di Utara dan Srilangka di Selatan.
Filsafat menentukan arah bangsa tetapi tidak menarik bagi
banyak orang. Filsafat akan menarik bila disajikan denga kesusastraan. Di Srilangka (migrasi ke selatan), ada Pohon
Bodi yang ditanam sejak 200 SM sebagai tanda.
Nusantara adalah tujuan migrasi di Timur, sejak 200 SM telah masuk
Nusantara, di Kutai Timur (Kalimantan) sebagai gelombang pertama. Sedangkan gelombang kedua mendarat di Pulau
Jawa, tepatnya di Jepara, pada 100 SM.
Ditandai dengan munculnya susastra berkonteks lokal, Tahun Saka. Huruf Palawa merupakan penggabungan Bahasa
Pali dan Bahasa Jawa Kuno. Di Nusantara,
sebelum ada migrasi dari India pada abab kedua dan kesatu sebelum masehi telah
ada suku bangsa yang berdiam, yaitu Suku
Kalam. Saat ini, budaya peradaban
Nusantara merupakan turunan dari Budaya Sakya dan Davida, budaya yang telah
mapan sejak 500 SM, Upanisad adalah
buktinya.
Upanisad,
terdiri dari kata Upa yang berarti
dekat dan Nisad yang artinya
bersiap. Upanisad memiliki arti berserah diri. Untuk kaum pria nama ajarannya adalah Upasaka sedangkan untuk wanita bernama Upasika. Sedangkan Upajaya untuk kaum yang terbaik seperti Guru. Upanisad merupakan
pembelajaran dengan berdasar pada Bahasa Lisan (15%), Bahasa Simbol (15%), dan
Bahasa Tubuh (70%). Bahasa Lisan terdiri
dari diksi (pilihan kata), intonasi (nada kata), dan artikulasi.
Spiritualitas dipergunakan untuk mempertahankan yang
paling ideal selama mungkin. Belajar
dengan tatap muka (lisan, simbol, dan tubuh).
Sedangkan keilmuan bertugas untuk melakukan inovasi dan keterbaruan,
walau arus informasi yang ada tidak mengharuskan saling bertemu, cukup dengan
bahasa lisan dan simbol. Menimbulka
reduksi hanya hingga menyisakan 30% saja dari makna. Bahkan hari-hari ini, tersisa hanya simbol
dalam komunikasi di dunia maya.
Filsafat dan budaya berbeda dengan sains dan teknologi
yang bersifat linier (ada awal dan akhir) dan bersifat pasti/eksak (ada
ukuran). Filsafat, budaya, dan seni
apalagi spiritualitas bersifat kualitatif (indah, baik, dan lain sebagainya)
yang ukurannya sangat subyektif. Filsafat Sakya merupakan perpaduan
antara spiritualitas dengan filsafat dengan Iptek yang seimbang (bajik dan
bijak).
Budaya Jawa yang dipengaruhi oleh Budaya India bertaham
selama 17 abad (200 SM sampai abad ke 15), mulai berubah dan bergeser saat
masuknya budaya dan filsafat Islam serta ditingkahi oleh kolonialisme pada abad
15. Perubahan dan pergeseran terjadi
bersamaan dengan hegemoni ekonomi dan politik.
Hegemoni ekonomi dan politik dilakukan dengan merubah paradigma budaya
dan sosial serta filsafat dan spriritual.
Filsafat berbasis pada spiritualitas. Tenang, sadar diri, dan merenung untuk
menemukan nilai dan membaca tanda-tanda alam.
Filsafat Shidartta merupakan filsafat jalan tengah yang terdiri dari 8
unsur. Filsafat tmur bersifat sirkuler,
tidak berawal dan tidak berakhir, kelahiran kembali yang berulang-ulang (jata mapala)
Filsafat, Agama, dan Dharma
Agama berkembang dan tumbuh bersama dengan busaya dan
tradisi lokal. Filsafat berkembang dari
perenungan dan bersekutu dengan budaya dan tradisi lokal. “Sugih
tanpa banda, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake.” Merupakan contoh
dari filsafat lokal yang selaras dengan tradisi lokal dan juga ajaran agama
manapun.
Agama adalah perpaduan antara filsafat dan
spiritualltas. Dharma adalah gabungan
dari agama + filsafat + spiritualitas + ilmu (akal budi + pengalaman +
empirisma).
Dalam Dharma (Buddhisma), hidup itu: (1) menanggung
(gerak, tumbuh, dan bergerak), (2) penderitaan yang berasal dari keinginan, (3)
hilangny penderitaan beriring dengan hilangnya keinginan, (4) melalui 8 unsur
jalan tengah utama (harmoni dan serasi).
Catatan: Sila untuk awan ada 5 sila, sedangkan untuk
Bhikku ada 227 sila.
Perbandinan
(Dialog) Filsafat Barat dan Timur (Disampaikan oleh Bhikku Dammavijato MT)
Pola fikir barat dan timur secara esensi sama. Filsafat bukan untuk diteorikan tetapi
sebagai jalan hidup (way of life) yang terbaik. Filsafat yang terpenting untuk diaplikasikan
(laku). Filsafat ada untuk mencapai kebahagiaan
hidup, karena sumber masalah hidup adalah ketakbahagiaan. Sedangkan
ketakbahagiaan berasal dari keserakahan + kebencian + kebodohan (kegelapan
batin). Ketakbahagiaan diatasi dengan
pengendalian diri: (1) pandai (ucapan yang baik dan bijaksana serta
benar). A-gama berarti tidak
mengacaukan, Agama hadir untuk membawa kedamaian dan kebahagiaan. (2) Kusala Kama Kaya (tingkah laku yang
baik), terletak pada pola pikir setiap individu.
Ketakdamaian dan ketakbahagiaan diakibatkan oleh
manajemen pola pikr yang salah. Seperti
menggunakan energi pikiran untuk hal-hal yang di luar diri kita. Bila belum
dapat menenangkan pikiran kedamaian dan kebahagiaan belum dapat diperoleh. Meditasi (hening dan damai) adalah teknik
atau metoda untuk menenangkan pikiran (sadar – damai).
Energi pikiran selalu bergerak aktif setiap saat. Harus ada konsep dan pedoman untuk
mengendalikan energi pikiran untuk memperoleh kebaikan dan kebijaksanan serta
kedamaian. Dengan menentukan aktivitas
dan kegiatan keseharian untuk kebermanfaatan dan kedamaian.
Barat dan timur tidak berbeda, tergantung pada
masing-masing individu. Kebermanfaatan
dan kedamaian lebih penting.
Catatan: Gelombang Pikiran, dibawah 10 pangkat 50 adalah
pikiran negatif yang mengarah pada kegelapan batin yang menghasilkan karma
buruk. 10 pangkat 50 sampai dengan 10 pangat 200 adalah netral. Sedangkan diatas 10 pangkat 200 adalah pikiran
positif yang mengarah pada kedamaian dan kebaikan yang menghasilkan karma baik.
Tantangan Keilmuan
(Romo Armada – Rektor STFT Widya Sasana)
Filsafat barat berbasis rasio (gerak pikir) sedangkan
filsafat timur berbasis rasa (gerak hati).
Catatan dari Kitab Yehezkhiel: Manusia di hadapan Allah,
seperti (1) sapi (memamah biak); (2) singa (keteguhan hati); (3) manusia
(kelemah lembutan); (4) elang (bermata tajam).
Manusia bermata elang artinya memiliki kemampuan untuk melihat secara
tajam (baik dan buruk) yaitu hati nurani (kesadaran).
Pondasi keilmuan adalah untuk melestarikan dan
menyejahterakan kehidupan manusia.
Keilmuan (rasio) di abad pertengahan banyak mengalir dari biara. Contoh: Gregol Mendell penemu Teori
Persilangan; Copernicus yang mencetuskan Helio Centris.
Keilmuan kait mengait dengan bahasa. Berguna untuk menata hidup manusia. Renaisance:
keilmuan dan keindahan yang diukur dengan “manusia”. Keilmuan berfondasi/berpusat pada manusia dan
kemanusiaan (humanisma).
Modernitas: Renee Dercarts (Cartisius) merumuskan buku
filsafat pertama. Merumuskan “apa itu
berfikir?” Berfilsafat diawali dengan
pertanyaan “Mengapa?” dan “Apa?” sesuai rumusan Socrates. Tentu saja bertujuan untuk kehidupan yang
lebih baik. Descartes merumuskan “Apa
itu berfikir?” Berfikir sama dengan
bertanya, seperti anak kecil yang selalu ingin tahu.
Ilmu pengetahuan melintasi (menyeberangi) agama. Gua Plato adalah salah satu metoda atau cara
berfikir. Api à panggung pertunjukkan à orang à bayangan. Esensi dari sinar matahri à difusi sinar matahari à bayangan. Melihat bayangan seperti melihat
realitas. Tidak berfilsafat tidak bisa
melihat realitas.
Aristoteles menyampaikan, ilmu pengetahuan berawal dari
penglihatan (indra). Plato menyampaikan,
ketika melihat realitas seakan-akan melihat kebenaran padahal hanya
bayangan. Realitas tidak hanya sekedar
yang dapat dilihat atau dirasakan oleh indra, karena indra manusia
terbatas. Harus berfilsafat atau
melakukan perenungan.
Filsafat Hindu menyatakan, di dalam diri manusia ada atman yang memancarkan keluhuran manusia,
bukan realitas tubuh manusia. Atman adalah kesejatian manusia. Penguasa yang buta, yang tak melihat manusia
sebagai manusia, adalah manusia yang sudah kehilangan atman-nya, kehilangan keluhurannya.
Filsafat modern tidak hanya bertanya tetapi sekaligus
menjawab. Sebuah kesadaran akan
realitas. Jawaban yang muncul akan menjadi ilmu pengetahuan. Newton saat ejatuhan apel, saat melihat ke atas
bukan melihat apel tetapi juga melihat bulan.
Newton bertanya, mengapa apel jatuh ke bumi sedangkan bulan tidak? Muncullah Teori Gravitasi (polling force). Filsafat modern mengatasi keterbatasan indra
(filsafat Aristoteles). Contoh: udara
tidak terlihat tetapi mampu merambatkan suara dan bau.
Ilmu pengetahuan direduksi menjadi eksperiman
laboratorium. Unsur awal: air, tanah,
api, dan udara yang oleh Leonardo Da Vinci dikembangkan menjadi berbagai elemen
yang lain. Cara kerja ilmu pengetahuan
adalah eksperimental yang akan memunculkan produk-produk ilmu pengetahuan. Infratruktur rasional belajar dari ilmu
pengetahuan untuk menemukan inovasi.
Sindrom modernitas, salah satunya adalah industrialisasi,
saat manusia melayani mesin. Merupakan
perkembangan modernitas yang menghamba pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kemudian dimasalkan dengan industrialisasi yang berasaskan pasar yang pada
akhirnya menciptakan konsumerisme.
Ukuran keberhasilanpun berganti pada kekayaan (materialisma). Ilmu pengetahuan dan teknologi bergeser
menjadi alat kekuasaan (knowledge is
power). Ambuguitas ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan harus mengabdi pada manusia, dan bukan
sebaliknya. Amartya Sen berujar,
pembangunan ekonomi yang baik adalah ekonomi yang menyejahterahkan mannusia
seluruhnya. Bukan untuk keuntungan
kelompok apalagi keuntungan pribadi.
Kesadaran ilmu pengetahuan adalah kesadaran untuk pemenuhan kebutuhan
manusia yang berkontribusi terhadap kesejahteraan manusia. Kemajuan ilmu
pengetahuan dipengaruhi oleh adanya lembaga-lembaga eksperimen (riset dan
penelitian). Mencari penemuan-penemuan
baru yang dapat menyejahterakan manusia.
Riset mempersiapkan infrastruktur rasional.
Abad pertengahan (media
vale), saat pusatt peradaban (filsafat dan pengetahuan) dikuasai dan
dihegemoni oleh Gereja. Sedangkan masa renaisance adalah masa kembalinya
filasafat Yunani menjadi dasar berfikir, saat manusia kembali memuja keindahan
(romantisma). Manusia mengandalkan gerak
hati (rasa) ketimbang akal budi (rasio).
Nitzche berujar, sang pembunuh tuhan adalah orang gila
yang bernama Zarathustra. Membunuh tuhan
untuk meruntuhkan yang baik dan benar (norma-norma agama). Runtuhnya norma-norma agama akan membawa
tindakan manusia hanya didasarkan pada “apa yang ingin dikerjakan” dan “apa
yang tidak ingin dikerjakan”.
Meruntuhkan konsepsi yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang
dikerjakan manusia adalah karena tuhan.
Konsepsi yang membawa manusia untuk terus menerus mencari makna dan arti
kehidupan. Konsepsi yang dibuat untuk
mengritik “kekristenan” yang selalu menjadikan tuhan sebagai alasan manusia bertindak
dan surga sebagai tujuan akhir. Nitzche
mengakhiri masa modernitas dengan menjadikan seni sebagai pengganti dari
peraturan dan berbagai ukuran kebahagiaan.
Ukuran baik dan buruk bukan dosa tetapi hidup yang baik. Hidup dinikmati laksana pesta, layaknya hidup
bersana Dewa Dionesius. Nitsche tidak
berbicara tentang akal budi (rasio) tetapi kehendak (will) atau rasa.
Tulisan-tulisan Nitzche diterbitkan oleh kakaknya setelah Nitzche
meninggal. Pemikiran dan tulisan yang
mengawali munculnya filsafat eksistensialisma (keberadaan manusia).
Filsafat eksistensialisma berkembang menjadi filsafat
posmodernisma, filsafat yang tidak mau tunduk terhadap segala sesuatu yang ada
di sekitarnya dan yang ada di jamannya.
Postmodernisma menolak ilmu
pengetahuan, agama, dan ideologi. Ketiganya hanya dijadikan narasi besar yang
hanya hidup untuk menghidupi kemunafikan.
Posmodernisma merevisi cara berilmu, beragama, dan berideologi menjadi
lebih praksis yang kongkrit, menjadi lebih humanis.
Isma (pemikiran) memengaruhi sosial, politik, dan
budaya. Faham atau aliran filsafat
politik membentuk ideologi yang menjadi tata atau sistem kehidupan
bersama. Ideologi selalu saling bersaing
dan tak bisa dipertemukan. Bukan hanya
filsafat, agamapun bila masuk rana politik akan berubah menjadi ideologi. Para cendikia berposisi kritis terhadap
kekuasaan. Sertifikasi dan tunjangan
guru merupakan usulan Gerwani sedangkan 20% APBN untuk pendidikan adalah usulan
PKI. Pemikiran yang sudah melampaui
jamannya. Realitas bergantung pada informasi, data, dan fakta. Pendidikanpun ditentukan oleh hegemoni
kekuasaan.
Filsafat Kritis: Membedah
Pemikiran Marx (Akhol Firdaus, IAIN Tulung Agung)
Neo Marxisme (Filsafat Kritis) yang dikembangkan oleh
Hoffenheimer, Ardono, Marcuse, dan kawan-kawan berakar dari pemikiran Marx yang
dianggap teorinya gagal. Dikembangkan
kembali melalui filsafat Jerman yang dibangun oleh Imannuel Kant (filsafat
kritisisma) dan GW Hegel (filsafat idealisma).
Filsafat Marx terbagi dalam dua pemikiran. Marx muda yang tertuang pada German Ideology
berisikan ideologi dan kesadaran sebagai supra struktur. Sedangkan Marx tua yang tertuang pada Das
Kapital adalah infrastruktur. Pemikiran
Marx didasarkan pada perkembangan (sejarah) manusia. Pada awalnya manusia berkehidupan nomaden
sampai kemudian menetap dan menjadi masyarakat yang feodal (feodalisma). Kemudian berkembang menjadi masyarakat yang
kapitalistik (kapitalisma) karena melakukan kapitalisasi terhadap apapun, dan
pada akhirnya saat kesadaran mencapai puncaknya manusia akan hidup sebagai
masyarakat yang komunal (komunisma).
Sehingga, sejarah manusia adalah sejarah perjuangan kelas, sejarah
hegemoni dan penindasan. Faktanya,
selalu muncul ketimpangan dan penghisapan.
Analisis Marx menyatakan bahwa manusia gagal melihat dan
menyadari fakta sejarah (hegemoni dan ketimpangan). Kegagalan manusia untuk melihat ketimpangan
dan perjuangan kelas adalah kebebalan yang harus diberantas. Tumpulnya kesadaran dikarenakan ilmu
pengetahuan hadir menjadi penyelubung dan pembenar terjadinya ketimpanga
sosial, terutama ilmu tradisional (positivisma dan empirisma). Ilmu yang didasarkan pada pancra indra yang
dikembangkan oleh August Comte melalui ilmu sosiologi (fisika sosial).
Empirisma atau positivisma merupakan bentuk saintifikasi
ilmu sosial. Ilmu sosial disamakan
dengan ilmu alam. Metoda menggunakan
observasi dan masyarakat (organisma) sebagai obyek, kekonsistenan hasil akan
menjadi teori, hukum, atau dalil.
Buku Course of
Positive Philosophy yang terdiri dari 6 jilid merupakan “kitab suci” bagi
positivisma/empirisma, buku yang mengguji 5 ilmu fundamental (Matematika à Astronomi à
Fisika à
Kimia à
Biologi). Sosiologi menjadi ilmu
fundamental yang ke 6 yang pada perkembangan keilmuan terakhir lahirlah ilmu
ekonomi pada awal abad 20. Muncul karena
perkembangan masyarakat (teologis à
magis à
positivistik).
Perkembangan ilmu pertama kali muncul dirumuskan oleh
Pitagoras (500SM), yaitu ilmu matematika.
Selanjutnya lahir ilmu astronomi, kemudian ilmu fisika, selanjutnya ilmu
kimia, dan akhirnya ilmu biologi. Dengan
menggunakan pendekatan yang sama yaitu observasi pada obyek sosial dan didukung
oleh statistik, lahirlah ilmu sosiologi sebagai ilmu fundamental keenam dan
yang terakhir adalah ilmu ekonomi.
Perkembagan ilmu ini terjadi karena perkembagan masyarakat, dimulai dari
masyarakat teologis yang berfikiran generalisasi yang mutlak, dari permulaan
peradaban sampai 1300SM. Selanjutnya,
masayrakat berkembang menjadi masyarakat magis atau metafisikas yang berkembang
dari abad 13 sampai abad 18. Selanjutnya
dari Abad 18 sampai hari ini berkembang masyarakat positivistik yang spesifik
dan empirik dengan kebenaran yang bersifat nisbi (relatif dan terbuka).
Potivistik atau empirisma yang dikembankan oleh August
Comte hanya menggunakan metoda observasi sebagai satu-satunya metoda yang
dipakai dalam semua ilmu dan matematika (termasuk statistika) menjadi
satu-satunya alat analisis yang paling benar dan paling tepat untuk semua
ilmu. Positivisma mengedepankan
pendekatan ilmiah dan obyektif.
Sehingga, metoda baku dan prosedural sebagai logical point of view dan pendekatan theoritical point of view yang bersifat doktrinal dan nisbi.
Ilmu sosial yang menyoroti kondisi masyarakat dan
menemukan ketimpangan sebagai fakta sosial dianggap sebagai kondisi yang
alamiah (natural). Bahkan, akar masalah,
aktor, dan struktur sosial dihilangkan.
Positivisma adalah ilmu yang menjadi “roh” dari kapitalisma.
Maka, kelompok (filsafat) kritis melawan
kapitalisma. Pembangunan kesadaran dan
melawan selubung pelindungnya, yaitu positivisma. Salah satu yang menjadi alat indoktrinasi
adalah persekolahan sebagai sistem pendidikan tunggal. Indoktrinasi hegemoni kapitalisma. Seorang individu dikepung indoktrinasi
kapitalisma, negara dan modal melakukan indoktrinasi melalui sistem (order) dan hegenoni pasar, hukum sebagai
aparatus ideologis dan persekolahan sebagai tempat menimba ilmu bersifat
positif dan empiris. Sehingga, Gramscy
mengatakan bahwa negara yang terdiri dari represive
state apparatus (birokrat, polisi, dan militer) serta ideological state apparatus (pendidikan, agama, hukum, dan media)
telah menjadi alat hegemoni kapitalisma.
Kesalehan Sosial
(Pendeta Chrysta – GKJW)
Modernisma mendewakan efektivitas dan efisiensi. Keduanya merupakan dasar dari era
industrialisma, karena hasil dari efektivitas dan efisiensi adalah laba
(komersialisasi). Sistem yang
menciptakan ketimpangan sosial.
Industrialisma memicu produksi keinginan (wants) yang melebihi kebutuan (needs)
manusia.
Radikalisma adalah antitesis dari industrialisma, karena
industrialisma menciptakan ketimpangan sosial yang kemudian memicu
radikalisma. Tetapi, radikalisma masalah
menjadi tunggangan dari kapitalisma.
Terbukti dengan komersialisasi acara-acara agama.
Radikalisma yang berakar pada sikap eksklusif (menutup
diri) dan pemikiran apologetik (merasa yang paling benar sendiri) harus
dilunakkan dengan pemikiran inklusivisma (ajaran agamanya sendiri sebagai
proyeksi) dan pemikiran pluralisma (semua agama baik dan bersifat khas).
Pembentukan karakter berkesalahan sosial didasarkan pada
pendekatan tubuh – jiwa – roh atau kognisi – afeksi – psikomotorik atau
intelektual – emosional – spiritual atau juga fisiologis – psikologis – etis
atau menurut Freud melalui id – ego – super ego. Pendidikan yang tidak bisa
bersifat instan karena menyangkut nafsu – akal – kesadaran.
Faktor bawaan seperti 4 karakter Hipokrates (sanguin,
melankolik, flekmatik, dan .....) atau teori kecerdasan ganda dari Gardner (9
kecerdasan) ataupun psikologi Jawa dengan Wetonnya sangat berpengaruh pada
pembentukan karakter seseorang.
Setiap manusia memililiki orientasi egoistik (aku sebagai
pusat) bahkan sejak dari bayi. Bayi
tidak akan membiarkan orang lain merebut puting susu ibunya ataupun botol
susunya tanpa perlawanan. Sedangkan
orientasi altruistik (aku harus bermanfaat bagi orang lain) harus didikkan dan
diajarkan. Orientasi alttruistik inilah pendorong kesalahan sosial, berkorban
untuk kepentingan orang banyak.
Religiositas yang dikembangkan oleh Romo Mangun mengajarkan
pada setiap orang untuk memiliki kepekaan hati, bersikap luhur, dan selalu
mencari kualitas hidup yang muncul dari intimitas jiwa dan totalitas kedalaman
pribadi (independensi eksistensial).
Pendidikan kesalehan sosial yang tidak diajarkan tetapi melalui peragaan
hidup (laku) atau peneladanan.
Pada saat ini, Indonesia dalan kondisi tuna religiositas
bangsa. Ritual agama dan bahkan
fanatisma tinggi tetapi religiusitas rendah.
Dibuktikan dengan semakin naiknya utang negara karena ketidakmapuan menahan
diri dari keinginan sehingga harus bergantung hidup pada orang lain. Kondisi yang menjadikan Indonesia tersandera
secara finansial, mental, moral, spiritual oleh hegemoni neo imperialisma dan
kapitalisma yang berkelindan dengan oportunisma pada elit. Akibatnya, ketimpangan menjadi-jadi dan
menjadi lahan subur tumbuhnya radikalsma.
Sayangnya. Tidak diatasi dengan mencabut akar masalahnya tetapi dengan
pendekatan represif yang bersifat otoritarianisma dan militerisma.
Realitas sosial seperti kekerasan, ketidakadilan,
ketimpangan, gerusan paradigma asing, penyalagunaan narkotika, seks bebas dan
prostitusi juga HIV-AIDS, konsumerisma (simplisitis, instantif, dan oportunis),
bencana alam, dan kemiskinan terjadi karena ketimpangan sosial yang muncul sebagai
akibat industrialisasi. Konstruksi (tarikan sosial) dengan kasih (agape) sebagai dasar dari relasi eros (ragawi), philia (pertemanan), dan storge
(kekeluargaan) telah semakin memudar.
Hambatan perkembangan dari egosentik menuju altruistik
karena modernitas menawarkan altruistik semu, yaitu internet. Altruistik yang menawarkan kepuasan
individu. Manusia tidak lagi hidup dalam
realitas tetapi hidup dalam hiperrealitas.
Termasuk ajaran-ajaran agama yang dangkal yang hanya memuaskan telinga
dan mimpi tentang surga. Juga ilmu
pengetahuan yang terjebak pada sistem pendidikan persekolahan yang hanya
menawarkan ijasah. Dibuktikan saat
terjadi masalah sosial seperti bencana, banyak orang akan merasa puas hanya
dengan mengirim bantuan tanpa perlu hadir dan berjumpa apalagi bekerja bersama
dengan korban. Saat tanggap darurat
semuanya melimpah ruah, akan sangat menurun saat rehabilitasi dan rekonstruksi,
dan akan hilang saat mitigasi bencana.
Karitatif sangat menarik, reformatif cukup menarik, tetapi transformatif
kurang menarik banyak orang untuk terlibat.
Data dan fakta dari reaitas adalah fenomena sosial yang
tampak dan dapat dianalisis dari sejarah kritis. Tetapi tertutupi dan terselaputi oleh
modernitas dan industrialisasi. Sehingga,
sistem dan kesadaran tidak antisipatif dan tidak dapat menyelesaikan masalah
dari akar masalahanya. Untuk
menyelesaikan akar masalah harus keluar dari arus utama (positivisma dan
empirisma) dan berpindah ke pemikiran kritis yang membangun kesadaran. Dilanjutkan dengan melaukan aksi (laku) untuk
melakukan counter hegemony melalui
komunitas. Sebagai contoh, munculnya setra-sentra ekonomi pasti ekses
(imbas). Industri tambang pasti akan
diikuti oleh munculnya prostitusi yang membawa HIV-AIDS dan Penyakit Menular
Seksual. Counter Hegemony yang dapat dilakukan adalah dengan pendampingan
dan pemberdayaan masyarakat.
Kenyataan di pesisir selatan Jawa, lebar jalan Trans
Lintas Selatan Jawa yang mencapai 36 meter, padahal jalan raya terlebar di Jawa
rata-rata 24 meter, kalau bukan untuk fasilitas transportasi tambang untuk apa
jalan selebar itu. Pengembangan potensi
manusia merupakan perang hegemoni antara kedaulatan melawan pasar. Pembangunan mental harus didulukan ketimbang
pelatihan teknis. Bila peltihan teknis
yang didaulukan, manusia akan cenderung bermental inferior dan instantif,
mental yang hanya mendahulukan keuntungan material.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar