Hanoi – Vietnam, 01—06 Juni 2009
Berangkat dengan undangan rombongan bersama
Janti dan Arief dari SMERU Intitute dan Rudy dari Bappenas. Rombongan dari 3 institusi yang berbeda
aliran. Lembaga pembangun (developmentalis),
peneliti, dan pelaku pendampingan.
Berbeda aliran pula, 3 kawan dari SMERU dan Bappenas selalu membicarakan
mengenai dana-dana World Bank dan aktivitas pembangunan. Tidak ada yang berbicara mengenai
pendampingan dan pemberdayaan rakyat, atau bahkan acuh, karena sama sekali
tidak mengenal isu pekerja rumahan apalagi dengan aktivitas pendampingan di
pinggiran.
Peserta konferensi dari seputaran India,
bahkan pembicara utama dari Inggrispun keturunan India. Lucunya, nyaris seleuruh peserta yang
berwajah India memelihara brewok dan berbulu tetapi botak. Sedangkan peserta dari China dan Indochina
berpotongan rambut cepak model militer.
Sedang dari ASEAN tidak ada perwakilan dari Malaysia, Singapura, dan
Brunei. Mungkin sudah terjamin proteksi
sosialnya sehingga tidak ada yang perlu dibicarakan. Sedangkan Negara-negara sosialis seperti
China, Kamboja, Laos, dan Vietnam promosi bagaimana bagusnya perlindungan
social di Negara mereka. Bagaimana
dengan Indonesia? Seluruh peserta hanya menyajikan masalah dan ketimpangan
dalam hal perlindungan social.
Kunjungan
ke Craftlink
Craftlink merupakan organisasi pendamping fairtrade di Vietnam. Memiliki 2 toko yang memperkerjakan 300
staf. Memiliki 6.000 anggota pengrajin
yang terbagi dalam 60 grup (masing-masing grup terdiri dari kurang lebih 100
pengrajin). Berorientasi ekpor,
khususnya ke Amerika Serikat dan Eropa.
Setiap tahun menyelenggarakan pertemuan tahunan setiap bulan Desember
dan mengundang 70 ketua kelompok.
Craftlink bekerja sebagai pendamping yang
sekaligus menjadi konsultan bagi para pengrajin. Tugas utamanya adalah melakukan edukasi
mengenai fairtrade dan
pelatihan-pelatihan seperti pelatihan produksi, pemasaran, dan keuangan serta
membangun kapasitas (capacity building)
tentunya yang terdiri dari pengaorganisasian dan kepemimpinan.
Craftlink juga membangun jaringan kerja (networking) antar kelompok pengrajin. Juga membangun hubungan kerja dengan serikat
buruh dan organisasi perempuan.
Craftlink menjadi fasilitator baik antar kelompok pengrajin maupun
antara kelompok pengrajin dengan lembaga lain juga dengan pemerintah dan
lembaga donor.
Craftlink mengedukasi seluruh kelompok
dampingannya degan prinsip-prinsip fairtrade
tetapi dengan pendekatan yang berbeda untuk masing-masing kelompok
pengrajin. Perbedaan pendekatan
dilakukan karena masing-masing kelompok pengarijin memiliki keunikannya
sendiri-sendiri juga karena perbedaan pengetahuan dan ketrampilan (khususnya di
kelompok-kelompok etnis atau tradisional).
Craftlink merupakan organisasi swadana dan
swadaya, non profit, dan non governmental tetapi memiliki hubungan yang baik
dengan lembaga-lembaga pemerintah khususnya kementerian perempuan dan
kementerian perdagangan. Merupakan
anggota organisasi fairtragde internasional
(WFTO). Serta berjejaring dengan NGO
lain baik local maupun internasional.
Diskusi
dengan Koordinator Homenet Asia Tenggara (Dr. Inday)
Pelatihan Member Based Organization (MBO)
HNSEA akan menyelenggarakan pelatihan Member Based Organization (MBO) yang
akan dilaksanakan di SEWA Ahmedabad India pada Juli 2009. HN Indoensia diharapkan mempersiapkan biaya
perjalanan (airfare cost) untuk 3
orang peserta. Prinsip MBO HNSEA akan
disesuikan dengan HN Asia Selatan (HNSA) untuk menjadi embrio bagi HN Asia
(HNA) dan HN Intertional (HNI). 3 orang
peserta terdiri dari 2 pekerja rumahan dan 1 pendamping, sebanyak mungkin
perempuan. HN Indonesia diharapkan untuk
mempersiapkan 1 artikel tentang Ekonomi Solidaritas (Economic Solidarity) berdasar pertemuan tahunan HNSEA di Vientianne,
Laos pada Desember 2008 lalu. Serta 1
artikel mengenai Perlindungan social (Social
Protetion) berdasar konferensi perlindungan social di Hanoi, Vietnam saat
ini. Artikel dikirimkan ke Sekretariat
HNSEA untuk dikompilasi dan didiseminasi.
Rencana Pertemuan Tahunan HNSEA September atau Oktober
2010
Direncanakan diselenggarakan di Indonesia,
tepatnya Yogyakarta sebagai tempat pertemuan dan tempat belajar. Pokok bahasan tentang manajemen kebencanaan
bagi pekerja rumahan dan perspektif gender.
Diharapkan dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Ratu Hemas
sebagai Pembicara Utama (Keynotes Speaker). Harapannya mendapat liputan media yang cukup
besar dan memperoleh dukungan pemerintah.
Konferensi diharapkan dilaksanakan selama 2
hari dengan mengundang pada pakar dan pelaku.
Membicarakan mengenai perubahan cuaca (climate change), manajemen kebencanaan, dan perspektif gender. Diharapkan dapat mengundang Bappenas, BPBD
Yogyakarta, ILO, OXFAM, Komnas Perempuan dan berbagai lembaga serta instansi
terkait.
Kunjungan lapangan dilaksanakan pada hari
ke 3 dengan tujuan SETARA, Candi Prambanan (kelompok pengrajin, wisata candi,
dan menyaksikan pementasan Ramayana), Candi Borobudur, dan kelompok pekerja
rumahan dampingan.
Segera diatur untuk akomodasi, konsumsi,
dan transportasi. Segera menjalin
komunikasi dengan berbagai lembaga dan instansi terkait. Delegasi dari masing-masing Negara
diperkirakan 3—5 orang perdelegasi.
Kunjungan
Lapangan ke Friendship Village
Didirikan sejak Maret 1997 sebagai tempat
pendidikan dan pelatihan bagi korban agen jingga (agent orange victim), bom beracun yang perang Vietnam. Didukung oleh 5 negara (Amerika Serikat,
Kanada, Inggris Raya, Jerman, dan Perancis) juga berbagai NGO Internasional dan
Lokal serta Pemerintah Vietnam tentunya.
Kurang lebih ada 300.000 anak yang
terinfeksi agen jingga, balai pendidikan dan pelatihan telah didirikan di 30
provinsi di seluruh Vietnam. Infeksi
agen jingga akan berlangsung selama 3 generasi.
Korban infeksi agen jingga adalah anak-anak yang terlahir dengan
keterbelakangan mental. Sehingga,
dipelihara dan dididik oleh Negara melalui bantuan internasional terutama dari
Negara pengirim agen jingga, Amerika Serikat dan Perancis. Memperoleh dukungan dari lembaga
internasional yang melakukan aksi penggalangan dana dan dukungan di berbagai
Negara.
Friendship
Village dikelolah dengan baik, mendapat dukungan
pendanaan yang memadai, saranan dan prasarana yang layak dan memadai, dan
didukung oleh lingkungan yang menyenangkan.
Masukan
terhadap Presentasi
Peneliltian tidak terlalu mendalam, hanya
bersifat kualitatif tetapi dengan data yang cukup besar (5 kota). Hanya bersifat studi peristiwa sehingga tidak
dapat mengevaluasi implementasi dari Perlindungan Sosial bagi pekerja rumahan
secara komprehensif. Data deskriptif
harus dianalisis secara kuantitatif sehingga dapat diperoleh simpulan kebutuhan
perlindungan social, implementasi yang ada, dan kebijakan public yang diambil
pemerintah.
Positifnya, pekerja rumahan merupakan
perspektif baru dalam isu kemiskinan.
Penyajian yang cukup bagus baik makalah maupun presentasi walau belum
memiliki gelar Doktoral. Secara
internasional dan dalam pertemuan internasional seperti ini, gelar Doktor
berpengaruh signifikan. Secara
internasional, isu pekerja rumahan dapat menjadi isu baru yang dapat digarap
secara internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar