Diskusi Mahasiswa Progresif, Universitas Ma Chung, 22 Mei 2015
Aktivitas dan pembangunan ekonomi baik dalam bentuk ekonomi mikro seperti aktivitas bisnis dalam berbagai skala maupun ekonomi makro dalam bentuk industrialisasi dan kebijakan pembangunan tidak hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya atau kemakmuran dalam bentuk materi yang sebanyak-banyaknya. Elkinton (1997) mengemukan sebuah pemikiran bahwa aktivitas ekonomi haruslah memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu people (manusia), planet (alam atau lingkungan), dan profit (keuntungan). Aktivitas ekonomi, khususnya industrialisasi yang hanya memperhatikan aspek profit semata tanpa mengindahkan aspek people and planet bukanlah aktivitas ekonomi yang berkesinambungan tetapi merupakan aktivitas eksploitasi (manusia dan alam) untuk memperoleh keuntungan (sebesar-besarnya) dalam jangka pendek.
Pembangunan
Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Jawa Tengah, menimbulkan polemic
tersendiri. Ancaman kehancuran alam dan
potensi pemcemaran lingkungan akan menganggu keseimbangan alam. Bukan hanya itu, ribuan manusia yang mengantungkan
hidup dari tanah dan air Pegunungan Kendeng akan terancam tergusur bahkan
terusir dari tanah kelahirannya. Sebuah ancaman bagi manusia dan alam yang
kentara di depan mata atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Mendahulukan kepentingan ekonomi jangka
pendek dengan menghancurkan kemanusiaan dan lestarinya alam. Pegungungan Kendeng dan Anak-Anak Kendeng
laksana menjadi tumbal untuk pembangunan di tempat-tempat lain.
PENGANTAR
Istilah Triple
Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997. Melalui
bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of
Twentieth Century Business”, Elkington mengembangkan konsep Triple
Bottom Line dalam istilah economic prosperity, environmental quality,
dan social justice. Perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah
memerhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan juga harus
memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people)
dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Aspek-aspek
yang terdapat dalam Triple Bottom Line adalah sebagai berikut (Wibisono,
2007).
1. People
Masyarakat
di sekitar perusahaan adalah salah satu stakeholder penting yang harus
diperhatikan oleh perusahaan. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat
diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan
sehingga perusahaan akan selalu berupaya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
kepada masyarakat. Operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak bagi
masyarakat sekitar, sehingga perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan
yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Secara ringkas, jika perusahaan ingin
tetap mempertahankan usahanya, perusahaan juga harus menyertakan tanggung jawab
yang bersifat sosial.
2. Planet
Selain
aspek people, perusahaan juga harus memperhatikan tanggung jawabnya
terhadap lingkungan. Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis,
kerapkali sebagian besar perusahaan tidak terlalu memperhatikan hal yang
berhubungan dengan lingkungan, karena tidak ada keuntungan langsung di
dalamnya. Dengan melestarikan lingkungan, perusahaan akan memperoleh keuntungan
yang lebih, terutama dari sisi kenyamanan dan ketersediaan sumber daya yang
menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
3. Profit
Profit merupakan
unsur penting dan menjadi tujuan dari setiap kegiatan usaha dan aktvitas ekonomi.
Fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau
mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan yang dapat digunakan
untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas yang dapat ditempuh
untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas
dan melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan
memiliki keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal
mungkin.
Konsep Tripple Bottom Line (People, Planet, and Profit) merupakan
konsep bisnis dan aktivitas ekonomi yang berbeda. Konsep yang mengedepankan kepentingan jangka
panjang (going concern concept) dari
aktivitas ekonomi secara makro dan entitas ekonomi secara mikro. Konsep yang mengedepankan bukan pada
pencarian keuntungan (profit) yang
hanya bersifat jangka pendek, tetapi menjadikan keuntungan (profit) sebagai dampak dari pemberdayaan
masyarakat dan karyawan (people) dan
pelestarian alam (planet).
Pertama,
mengedepankan konsep pemberdayaan masyarakat baik karyawan, konsumen, maupun
masyarakat secara umum menjadikan entitas ekonomi berorientasi untuk mengedukasi
dan mengadvokasi manusia sebagai factor utama menjaga pertumbuhan dan
kelanjutan usaha yang manusiawi. Bila masyarakat teredukasi dengan produk yang
berkualitas apalagi dengan harga terjangkau, dijamin kesetiaan konsumen pada
produk dan perusahaan akan terjaga. Di
sisi lain, karyawan yang teredukasi dengan baik akan menciptakan tenaga kerja
yang mumpuni untuk memproduksi produk yang bermutu sekaligus efisien dalam
biaya.
Kedua,
entitas ekonomi menjadikan kelestarian alam sebagai dasar untuk bukan hanya
menjaga keberlanjutan bahan baku dan energy, tetapi benar-benar menjaga
lestarinya planet Bumi sebagai satu-satunya tempat hidup manusia. Bahan baku dan energy yang lestari akan
menjamin kelangsungan usaha entitas ekonomi dalam jangka panjang sekaligus
menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang nyaman dan asri. Bukan hanya memperhatikan bahan baku dan
energy, tetapi polusi dan sampah yang dihasilkan oleh perusahaan hendaknya
ramah lingkungan dan memiliki dampak yang sangat kecil bagi lingkungan.
Bila
manusia sudah berdaya dan planet tetap lestari, profit atau keuntungan akan
datang dengan sendirinya baik keuntungan yang dinikmati oleh manajemen sebagai
agen pengelola entitas maupun investor sebagai pemilik entitas ekonomi
tersebut. Jadi, keuntungan atau profit
bukanlah menjadi tujuan pertama dan utama, tetapi menjadi dampak dari kinerja
perusahaan yang baik dan bertanggung jawab.
Keuntungan yang akan bersifat jangka panjang dan berkesinambungan (going concern).
MASYARAKAT
SAMIN
Masyarakat Samin adalah
komunitas yang menganut ajaran Samin Surosentiko yang mengajarkan Ajaran
Sedulur Sikep. Pada
awalnya, gerakan Komunitas Samin atau Sedulur Sikep ini merupakan perlawanan
terhadap penjajahan Belanda. Perlawanan
tanpa kekerasan dengan bentuk menolak membayar pajak, menolak menaati seluruh
peraturan kolonian Belanda, dan hidup dalam ajaran kebersamaan dan kesetaraan. Ajaran Sedulur Sikep berawal dari Samin Surosentiko (nama lahir Raden Kohar)
dari Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada tahun
1859, dan meninggal saat diasingkan ke
Padang, Sumatera Barat pada tahun 1914.
Ajaran
Sedulur Sikep mulai diajarkan oleh Samin Surosentiko pada tahun 1890 di Desa
Klopoduwur, Kabupaten Blora. Dilaporkan
oleh Residen Rembang, pada tahun 1903 telah dianut oleh 722 orang dan
berkembang menjadi kurang lebih 5.000 orang pada tahun 1907. Penguasa Kolonial Belanda mulai resah dan
dilakukan penangkapan terhadap penganut Ajaran Sedulur Sikep dan bahkan
terhadap Samin Surosentiko sendiri dan diasingkan di Padang, Sumatera Barat
sampai meninggalnya pada tahun 1914. Pada
intinya, Ajaran Sedulur Sikep mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan, ajaran
tentang bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran yang berkembang dan dianut oleh
sedulur-sedulur di seputaran Pengunungan Kendeng, pegunungan di perbatasan
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, meliputi Lamongan, Bojonegoro, Cepu, Blora,
Kudus, Pati, dan Rembang.
Berbeda
dengan Ajaran Sedulur Sikep, Gerakan Samin yang berakar pada Ajaran Sedulur
Sikep lebih kepada gerakan perlawanan terhadap penjajahan colonial
Belanda. Gerakan tanpa kekerasan yang
ditunjukkan dengan Sikap Diam, diam tidak membayar pajak, diam tidak mau
bekerja paksa, diam tidak mengikuti peraturan penguasa. Gerakan Saminisma tentu sangat berbeda pada
saat ini, walau tidak menentang pemerintah Reupblik Indonesia tetapi sampai
hari ini Masyarakat atau Komunitas Samin tetap menolak berbagai bentuk bantuan
pemerintah. Demikian pula berbagai
bantuan dari program corporate social
responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan minyak di daerah Cepu ditolak
oleh Komunitas Samin walau warga-warga setempat lain menerimanya dengan
sukacita.
Demikian
pula pada kondisi terakhir, pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng
membangkitkan semangat perlawanan Komunitas Samin. Perlawanan yang dikobarkan bukan untuk
sekedar melawan, tetapi perlawanan yang dilakukan untuk menyelamatkan tanah dan
air untuk hidup, bukan saja kehidupan saat ini tetapi juga keberlangsungan
hidup anak cucu. Perlawanan dengan
semangat lama walau dengan pendekatan kekinian, perlawanan yang bukan hanya
dilakukan sendiri tetapi juga merangkul jaringan yang lebih luas. Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng
(JMPPK) dengan gerakan Lumbung Pangan dan Omah Kendeng menjadi pusat gerakan
perlawanan terhadap perusakan kawasan kendeng sejak tahun 2009 melawan PT Semen
Gresik Tbk., yang saat ini bersalin musuh menjadi PT Sahabat Mulia Sakti anak
perusahaan dari PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
PEGUNUNGAN KARST KENDENG
Dipetik dari: https://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/geologi-pegunungan-kendeng/
Sumber: Gambar Sketsa Fisografi Pulau Jawa Bagian Timur (de
Genevraye and Samuel, 1972)
Zona
Kendeng juga sering disebut Pegunungan Kendeng dan adapula yang
menyebutnya dengan Kendeng Deep,
adalah antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian utara berbatsan dengan
Depresi Randublatung, sedangkan bagian selatan bagian jajaran gunung api (Zona
Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari Zona Pegunungan Serayu Utara yang
berkembang di Jawa Tengah. Mandala Kendeng terbentang mulai dari Salatiga ke
timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai Brantas,
kelanjutan pegunungan ini masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura. Menurut
Van Bemmelen (1949), Pegunungan Kendeng dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu bagian barat yang terletak di antara G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi),
bagian tengah yang membentang hinggaJombang dan bagian timur mulai dari timur
Jombang hingga Delta Sungai Brantas dan menerus ke Teluk Madura. Daerah
penelitian termasuk dalam Zona Kendeng bagian barat.
Stratigrafi
Menurut
Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng terbagi menjadi dua cekungan
pengendapan, yaitu Cekungan Rembang (Rembang
Bed) yang membentuk Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng (Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan
Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah sebagai berikut.
1.
Formasi Kerek Formasi
ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara lempung, napal lempungan,
napal, batupasir tufaan gampingan dan batupasir tufaan. Perulangan ini
menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded
bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan fosil foraminifera
planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen Awal – Miosen
Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf.
Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Di daerah Lokasi
Tipe, formasi ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye & Samuel, 1972),
dari tua ke muda masing-masing : a. Anggota Banyuurip Tersusun oleh perselingan
antara napal lempungan, napal, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan
batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter. Pada bagian tengah
perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter,
sedangkan bagian atas ditandai oleh adanya perlapisan kalkarenit pasiran
setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15
(Miosen Tengah bagian tengah – atas). b. Anggota Sentul Tersusun oleh
perulangan yang hampir sama dengan Anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang
bertufa menjadi lebih tebal. Ketebalan seluruh anggota ini mencapai 500 meter.
Anggota Sentul diperkirakan berumur N16 (Miosen Tengah bagian bawah). c.
Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi Kerek ini tersusun oleh
perselang-selingan antara batugamping tufan dengan perlapisan lempung dan tuf.
Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter. Umur dari Batugamping Kerek ini
adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).
2.
Formasi Kalibeng Formasi
ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi menjadi dua
anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah dan Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah
dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter
berwarna putih kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan foraminifera
planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng bagian
bawah ini terbentuk pada N17 – N21 (Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat
formasi ini oleh de Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak,
Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota Batugamping, dan Anggota Damar. Di
bagian bawah formasi ini terdapat beberapa perlapisan batupasir, yang ke arah
Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris
flow, yang disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983, dalam Suryono, dkk., 2002).
Sedangkan ke arah Jawa Timur bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan
vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut
sebagai Formasi Atasangin, sedangkan bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut
sebagai Formasi Sonde yang tersusun mula – mula oleh Anggota Klitik, yaitu
kalkarenit putih kekuningan, lunak, mengandung foraminifera planktonik maupun
foraminifera besar, moluska, koral, alga, bersifat napalan atau pasiran dan
berlapis baik. Bagian atas bersifat breksian dengan fragmen gamping berukuran
kerikil sampai karbonat, kemudian disusul endapan bapal pasiran, semakin ke
atas napalnya bersifat lempungan, bagian teratas ditempati napal lempung
berwarna hijau kebiruan.
3.
Formasi
Pucangan Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini terletak
tidak selaras di atas Formasi Sonde. Formasi ini penyebarannya luas. Di Kendeng
Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan tersingkap luas antara Trinil dan
Ngawi. Ketebalan berkisar antara 61 – 480 m, berumur Pliosen Akhir (N21) hingga
Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat yaitu di daerah Sangiran, Formasi
Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam.
4.
Formasi
Kabuh Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan.
Formasi ini terdiri dari batupasir dengan material non vulkanik antara lain
kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan konglomerat dan tuff, mengandung
fosil Moluska air tawar dan fosil – fosil vertebrata berumur Plistosen Tengah,
merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur
silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen berukuran kerikil. Di bagian bawah
yang berbatasan dengan Formasi Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van
Bemmelen (1972) di bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran), formasi ini
diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit, batugamping
konkresi, batugamping Globigerina, kuarsa, augit, hornblende, feldspar dan
fosil Globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan batupasir tuffaan
berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung fragmen berukuran kecil yang
berwarna putih sampai cokelat kekuningan.
5.
Formasi
Notopuro Terletak tidak selaras di atas Formasi Kabuh. Litologi
penyusunnya terdiri dari breksi lahar berseling dengan batupasir tufaan dan
konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan batupasir tufaan makin banyak.
Juga terdapat sisipan atau lensa – lensa breksi vulkanik dengan fragmen
kerakal, terdiri dari andesit dan batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi
Notopuro. Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang terbentuk pada
lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan ketebalan mencapai lebih dari
240 meter.
6.
Formasi
Undak Bengawan Solo Endapan ini terdiri dari konglomerat
polimik dengan fragmen batugamping, napal dan andesit di samping batupasir yang
mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan
undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak
terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pad Formasi Kabuh maupun
Notopuro.
Gambar Stratigrafi Kendeng (Harsono, 1983)
Struktur Geologi
Deformasi
pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen),
deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik
lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara – selatan
dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi
deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng.
Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang
menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar
naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.
Deformasi
Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama
berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang
memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase
kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat
perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi
deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua
sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar
sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng
yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara –
selatan.
Deformasi
kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan
terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga
saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya
sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.
Gambar
Pola Struktur Jawa (Sribudiyani dkk., 2003)
Secara
umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng berupa : 1. Lipatan Lipatan
yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan
beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini
ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan
menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur. 2. Sesar
Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona
Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi. 3.
Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat
daya dan tenggara -barat laut. 4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di
Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur
Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini
dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.
Naga
Tidur, Penjaha Keseimbangan Kendeng
Dipetik
dari: http://tanahair.kompas.com/read/2013/04/16/16285419/Naga.Tidur..Penjaga.Keseimbangan.Kendeng.
Puluhan anak bertopeng naga dan barongan bermain di antara batu
kapur dan pepohonan jati di lereng Pegunungan Kendeng Utara, Desa Gandu,
Kecamatan Bogorejo, Blora, Jawa Tengah. Sesekali, wajah topeng mereka
berhadapan dan diadu. Yang terdesak lalu bersembunyi untuk mengatur strategi
dan melawan kembali. Tak jarang mereka menari-nari sambil menggerakkan mulut
topeng kayu hingga terdengar tak-tak-tak.... Itulah salah satu permainan
tradisional nagaraja dan barongan di kawasan itu.
Permainan itu menunjukkan pertarungan naga atau nagaraja dan
singa barong, yang merupakan mitos masyarakat di lereng Pegunungan Kendeng
Utara. Mereka meyakini pegunungan yang membentang mulai dari Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah, hingga Kabupaten Tuban, Jawa Timur, merupakan nagaraja
yang tengah tidur. Sementara hutan-hutan jati di sekitar pegunungan itu dijaga
singa barong, sang raja hutan. Mereka akan marah jika keseimbangan alamnya
terusik.
Pabrik Semen
”Kalau Pegunungan Kendeng terus diusik, nagaraja akan bangun dan
menghakimi mereka yang merusak tempat tinggal tersebut. Begitu pula jika hutan
dijarah habis-habisan, singa barong akan mengejar penjarahnya. Demikian pesan
pelestarian alam yang dikisahkan turun-temurun. Sayangnya, kisah itu jarang
terdengar dan bergaung lagi,” tutur seniman patung kayu dan batu Pegunungan
Kendeng Utara, Punky Adi Sulistyo (42), di Blora, Selasa (26/2).
Pesan pelestarian alam itu kini muncul karena Pegunungan Kendeng
Utara merupakan ruang yang menghidupi masyarakat di kawasan pegunungan kapur
dan karst, yang menyimpan potensi alam sangat besar, terutama air. Namun,
sebagai ruang hidup masyarakat, kawasan itu telah terusik menyusul munculnya
rencana pembangunan pabrik semen dan penambangan batu gamping dan kapur
berskala besar di kawasan itu.
”Naga dan singa barong itu sekarang tak lagi berupa mitos dan
simbol keseimbangan lingkungan, tetapi mencerminkan masyarakat Pegunungan
Kendeng Utara yang menjaga keseimbangan alam,” kata aktivis Lembaga Kajian
Budaya dan Lingkungan Pasang Surut Blora, Eko Arifianto.
Potensi Pegunungan Kendeng Utara itulah yang jadi alasan
sebagian besar masyarakat untuk mempertahankan tanah air sumber hidup mereka
sebagai ruang kehidupan abadi.
Ribuan tahun lalu
Geolog Belanda, RW van Bemmelen, dalam The Geology of Indonesia
(1949), yang membagi fisiografi Pulau Jawa, menyatakan, Pegunungan Kendeng
Utara merupakan bagian dari Zona Rembang, yaitu kelompok perbukitan yang
terbentuk oleh struktur lipatan dengan arah sumbu lipatan barat daya-timur
laut. Zona Rembang didominasi endapan laut berumur tersier dan terkenal dengan
lapangan minyaknya yang beroperasi sejak abad ke-20. Di pegunungan itu terdapat
kawasan karst Sukolilo yang membentang di bagian utara Provinsi Jawa Tengah
seluas 19.472 hektar, meliputi Kabupaten Blora 45,3 hektar, Kabupaten Grobogan
721 hektar, dan Kabupaten Pati 11.802 hektar.
Karena tergolong sebagai pegunungan kapur dan karst, Pegunungan
Kendeng Utara berfungsi sebagai daerah tangkapan, imbuhan, dan kantong air. Di
kawasan itu terdapat goa-goa air, sungai bawah tanah, dan mata air-mata air
yang menjadi sumber hidup masyarakat. Air kemudian dimanfaatkan sebagai bahan
baku air minum, mandi-cuci-kakus, dan pertanian. Warga juga mengalirkan air itu
ke permukiman dengan sistem pemipaan dan mengalirkan ke persawahan dengan sistem
irigasi alam atau mengikuti alur atau jalan-jalan air yang terbentuk secara
alami.
Kompas/P Raditya Mahendra Yasa
Hamparan lahan persawahan dengan latar
belakang Pegunungan Kendeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (15/3).
Keberadaan Pegunungan karst yang menyimpan sumber mata air serta kehidupan
warga di sekitarnya ini kembali terancam setelah adanya rencana pembangunan
pabrik semen.
Tokoh Sedulur Sikep Pati atau pengikut ajaran Samin Surosentiko
(1859-1914), Gunretno, mengatakan, kawasan karst Sukolilo menjadi tempat
penelitian ahli geologi dan speleologi. Salah satu lembaga yang meneliti
kawasan itu sejak 1994-1996 adalah Acintyacunyata Speleological Club (ASC)
Yogyakarta.
Hasilnya, di Pegunungan Kendeng Utara Grobogan terdapat 49 mulut
goa dan 33 mata air permanen. Tim ASC juga memetakan dua sistem sungai bawah
tanah yang memiliki jaringan hidrologi terpisah, yaitu sistem Urang-Kembang dan
Pakel-Ngeposan.
”Di Pati, ASC bekerja sama dengan masyarakat Sukolilo dan
Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta, menjumpai 79 mata air dan
24 mulut goa. Mata air yang ditemukan adalah mata air karst yang bersifat
permanen atau mampu mengalirkan air sepanjang musim,” kata Gunretno.
Di antaranya Goa Pancur di Desa Jimbaran, Kecamatan Kajen, Pati,
yang bisa dimanfaatkan sebagai wisata jelajah goa. Goa sepanjang 800 meter itu
salah satu lokasi mengalirnya sungai bawah tanah dengan stalaktit dan stalakmit
yang indah.
Dengan sumber air tawar yang baik, sejak ribuan tahun lalu,
Pegunungan Kendeng Utara pun jadi tempat tinggal manusia. Waktu itu, kawasan
sekitar pegunungan masih berupa rawa air payau dan laut. Selain potensi air,
karst yang awalnya tertutup hutan juga berfungsi sebagai habitat flora dan
fauna.
Dari pendataan awal Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan
Kendeng di Kecamatan Tambakromo, Kajen, dan Sukolilo, kawasan ini juga kaya
tanaman yang bermanfaat. Di sana juga tumbuh sejumlah fauna yang menjaga
keseimbangan ekosistem alam. Wajar, dengan potensi seperti itu, masyarakat
dengan berbagai cara menentang gangguan keseimbangan alam Pegunungan Kendeng.
PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN
Kawasan
Pegunungan Kendeng yang kaya akan kapur menjadi daya tarik investasi
perusahaan-perusahaan semen di Indonesia, mulai perusahaan yang berstatus Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) sampai perusahaan swasta. Pada tahun 2009, PT Semen Gresik Tbk yang
akan membangun pabrik semen di Desa Kedumulo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati
berhasil dibatalkan oleh sedulur-sedulur yang tergabung di JMPPK dengan Omah
Kendeng-nya. Tetapi beberapa saat
kemudian masuk PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk melalui perusahaan anaknya PT
Sahabat Mulia Sakti, perusahaan semen swasta berusaha masuk dan membangun
pabrik semen yang sedang berlangsung dan mendapat perlawanan sampai hari ini
(Effendi, 2013).
ANALISIS TRIPLE BOTTOM LINE
REFLEKSI
REFERENSI
Effendi, M. N., & Wibowo, M. A. 18 Agustus 2013. Merajut Kisah di Sepanjang Kendeng.
Suara Merdeka.
Effendi, M. N. 18 Agustus
2013. Metamorfosis Lumbung Pangan. Suara Merdeka
Elkington, J. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom
Line of 21st Century Business. Oxford: Capstone Publishing.
Fitri, N. 2014. Rencana Pembangunan Pabrik Semen, Penambangan Batu
Kapur dan Tanah Liat Oleh PT Indocement di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah.
Direktur Eksekutif Jawa Tengah.
Hendrastomo, F. ….. Wong
Sikep, Penjaga Eksistensi Ajaran Samin.
https://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/geologi-pegunungan-kendeng/
Sanyotohadi, H. 2000. Perjuangan Masyarakat Samin untuk Hak Asasi
Manusia dan Demokrasi. Majalah Ilmiah
Humaniora PRANATA, Vol XII No. 1. Hal. 34—44. ISSN 082-0887.
Widi, H. 16 April 2013. Naga Tidur, Penjaga Keseimbangan Kendeng. http://tanahair.kompas.com/read/2013/04/16/16285419/Naga.Tidur..Penjaga.Keseimbangan.Kendeng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar