DEFINISI – DEFINISI ADVOKASI
SUMBER: https://mapalapmkunm.wordpress.com/materi-materi-pa/materi-advokasi-lingkungan/
“Advokasi adalah aksi strategis yang
ditujukan untuk menciptakan kebijakan public yang bermanfaat bagi masyarakat
atau mencegah munculnya kebijakan yang diperkirakan merugikan masyarakat.” (Socorro
Reyes, Local Legislative Advocacy Manual, Philippines: The Center for
Legislative Development, 1997).
“Advokasi terdiri atas sejumlah
tindakan yang dirancang untuk menarik perhatian masyarakat pada suatu isu, dan
mengontrol para pengambil kebijakan untuk mencari solusinya. Advokasi itu juga
berisi aktifitas-aktifitas legal dan politis yang dapat
mempengaruhi bentuk dan praktik
penerapan hukum. Inisiatif untuk melakukan
advokasi perlu diorganisir, digagas
secara strategis, didukung informasi,
komunikasi, pendekatan, serta
mobilisasi (Margaret Schuler, Human Rights Manual)
“Advokasi adalah aksi kolektif yang
terencana untuk mengubah iklim politik yang
melibatkan semua pengemban
kepentingan (stakeholder), yang diarahkan untuk
mengatasi isu-isu dan
problem-problem spesifik melalui kebijakan publik.” (Laporan
Akhir tentang Central Asian NGOs
Advocacy Training and Study Tour, March 1-12,1999,
The Philippines, The Center for
Legislative Development)
“Advokasi melibatkan berbagai
strategi yang ditujukan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan publik baik di
tingkat lokal, nasional dan internasional;
dalam advokasi itu secara khusus
harus memutuskan: siapa yang memiliki
kekuasaan dalam membuat keputusan;
bagaimana cara mengambil keputusan itu;
dan bagaimana cara menerapkan dan
menegakkan keputusan.” (Lisa VeneKlassen
and Valerie Miller, The Action Guide
for Advocacy and Citizen Participation, Washington
D.C.: The Asia Foundation, 2002).
Advokasi adalah aksi yang strategis
dan terpadu, oleh perorangan atau kelompok
masyarakat untuk memasukkan suatu
masalah ke dalam agenda kebijakan, dan
mengontrol para pengambil keputusan
untuk mengupayakan solusi bagi masalah
tersebut sekaligus membangun basis
dukungan bagi penegakan dan penerapan
kebijakan publik yang di buat untuk
mengatasi masalah tersebut. (Manual Advokasi
Kebijakan Strategis IDEA, Juli 2003)
Masyarakat madani berperan penting
dalam melindungi lingkungan hidup. Ada beberapa cara bagaimana masyarakat
madani mengadvokasi pelestarian lingkungan hidup.
erbicara advokasi, sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi
selalu berubah-ubah sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan
politik pada suatu kawasan tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah
pembelaan. Setidaknya ada beberapa pengertian dan penjelasan terkait dengan
definisi advokasi, yaitu:
- Usaha-usaha terorganisir untuk
membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi suatu
kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier).
- Advokasi adalah membangun
organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para penguasa
bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian
rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja.
- Upaya terorganisir maupun aksi
yang menggunakan sarana-sarana demokrasi untuk menyusun dan melaksanakan
undang-undang dan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat
yang adil dan merata (Institut Advokasi Washington DC).
Dari beberapa definisi di atas,
setidaknya advokasi dapat difahami sebagai bentuk upaya melakukan pembelaan
rakyat (masyarakat sipil) dengan cara yang sistematis dan terorganisir atas
sikap, perilaku, dan kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan kenyataan.
Definisi lingkungan
Lingkungan hidup biasa juga disebut
dengan lingkungan hidup manusia (human environment) atau dalam sehari-hari juga
cukup disebut dengan “lingkungan” saja. Unsur-unsur lingkungan hidup itu
sendiri biasa nya terdiri dari: manusia, hewan, tumbuhan, dll. Lingkungan hidup
merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain,
lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah lingkungan
hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda
disebut dengan Millieu, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan
I’environment.
Berikut ini adalah pengertian
dan definisi lingkungan hidup menurut para ahli:
# PROF DR. IR. OTTO SOEMARWOTO
Lingkungan hidup adalah jumlah semua
benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang
mempengaruhi kehidupan kita
# S.J MCNAUGHTON & LARRY
L. WOLF
Lingkungan hidup adalah semua faktor
ekstrenal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengarui
kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme
# MICHAEL ALLABY
Lingkungan hidup diartikan sebagai:
the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism.
# PROF. DR. ST. MUNADJAT
DANUSAPUTRO, SH
Lingkungan hidup sebagai semua benda
dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang
terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta
kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
# SRI HAYATI
Lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda dan keadaan mahluk hidup. termasuk di dalamnya manusia
dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lainnya
# JONNY PURBA
Lingkungan hidup adalah wilayah yang
merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai
kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai
Advokasi: Alasan, Tujuan, dan
Sasaran
Bagi sebagian orang yang telah berkecimpung
dalam dunia advokasi, tentu mereka tidak akan menanyakan kembali mengapa mereka
melakukan hal itu. Namun, bagi sebagian lainnya yang belum begitu memahami,
atau bahkan belum pernah mengenal, seluk-beluk advokasi, jawaban atas
pertanyaan “Mengapa beradvokasi?” menjadi cukup relevan dan urgen untuk
dijawab.
Ada banyak sekali alasan mengapa
seseorang harus, dan diharuskan, untuk melakukan kerja-kerja advokasi. Secara
umum alasan-alasan tersebut antara lain adalah:
- Kita selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan
kemanusiaan dan kemiskinan
- Perusakan dan kekejaman
kebijakan selalu menghiasi kehidupan kita
- Keserakahan, kebodohan, dan
kemunafikan semakin tumbuh subur pada lingkungan kita
- Yang kaya semakin gaya dan yang
melarat semakin sekarat
Dari beberapa poin di atas ini
kemudian melahirkan kesadaran untuk melakukan perubahan, perlawanan, dan
pembelaan atas apa yang dirasakan olehnya. Salah satu bentuk perlawanan dan
pembelaan yang “elegan” adalah advokasi.
Tujuan dari kerja-kerja advokasi
adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah kondisi yang tidak
atau belum ideal sesuai dengan yang diharapkan. Secara lebih spesifik, dalam
praksisnya kerja advokasi banyak diarahkan pada sasaran tembak yaitu kebijakan
publik yang dibuat oleh para penguasa.
Mengapa kebijakan publik? Kebijakan
publik merupakan beberapa regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi para
penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan mewajibkan warganya
untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap kebijakan yang akan disahkan
untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal serta diawasi agar kebijakan
tersebut tidak menimbulkan dampak negatif bagi warganya. Hal ini dikarenakan
pemerintah ataupun penguasa tidak mungkin mewakili secara luas, sementara
kekuasaannya cenderung sentralistik dan mereka selalu memainkan peranan dalam
proses kebijakan.
Siapa Pelaku Advokasi?
Advokasi dilakukan oleh banyak
orang, kelompok, atau organisasi yang dapat diklasfikan sebagai berikut:
- Mahasiswa atau organisasi
kemahasiswaan (PMII, HMI, KAMMI, FMN, LMND, dan lain-lain)
- Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) atau disebut juga organisasi non-pemerintah
- Komunitas masyarakat petani,
nelayan, dan lain-lain
- Organisasi-organisasi
masyarakat atau kelompok yang mewakili interest para anggotanya,
termasuk organisasi akar rumput
- Organisasi masyarakat keagamaan
(NU, Muhammadiyah, MUI, PHDI, PWI, PGI, Walubi, dan lain-lain)
- Asosiasi-asosiasi bisnis
- Media
- Komunitas-komunitas basis
(termasuk klan dan asosiasi RT, Dukuh, Lurah, dan lain-lain). Contoh: FBR,
Pandu, Apdesi, dan Polosoro
- Persatuan buruh dan
kelompok-kelompok lain yang peduli akan perubahan menuju kebaikan
Kerja-kerja Advokasi: Tantangan dan
Strategi
Advokasi selamnya menyangkut
perubahan yang mengubah beberapa kebijakan, regulasi, dan cara badan-badan
perwakilan melakukan kebijakan. Dalam melakukan perubahan kebijakan pun tidak
semudah yang kita bayangkan; ada beberapa lapisan yang harus kita lewati untuk
melakukan perubahan tersebut.
Lapisan pertama mencakup permintaan,
tuntutan, atau desakan perubahan dalam praktik kelembagaan dan
program-programnya. Contoh, sekelompok anak jalanan dan “gepeng” menolak
Raperda yang telah dirancang kepada anggota dewan dan pejabat pemerintahan.
Lapisan kedua, mengembangkan kemampuan individu para warga, ormas, dan LSM.
Dengan penolakan dan penentangan adanya Raperda, anggota komunitas belajar
bagaimana mengkomunikasikan pesan mereka pada segmentasi yang lebih luas untuk
memperkuat basis dukungan kelembagaan mereka. Lapisan ketiga, menata kembali
masyarakat. Kita mengubah pola pikir dan memberdayakan masyarakat marjinal
(gepeng dan anjal) untuk berinisiatif melakukan perjuangan hak-haknya secara
mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita mampu membuat komunitas kita
lebih berdaya dan mampu meneriakkan aspirasinya sendiri.
Oleh karena itu, ada beberapa
langkah yang harus kita lakukan untuk memetakan dan mengawal jalannya sebuah
kebijakan sebelum disahkan menjadi hukum formal, yaitu:
- Mengerti dan memahami isi dari
kebijakan beserta konteksnya, yaitu dengan memeriksa kebijakan apa saja
tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut
- Pelajari beberapa konsekuensi
dari kebijakan tersebut. Siapa saja yang akan mendapat manfaat dari
kebijakan tersebut
- Siapa yang akan dipengaruhi
baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan
- Siapa aktor-aktor utama, siapa
yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka
- Tentukan jaringan formal maupun
informal melalui mana kebijakan sedang diproses. Jaringan formal bisa
termasuk institusi-institusi seperti komite legislatif dan forum public
hearing. Jaringan informal melalui komunikasi interpersonal dari
individu-individu yang terlibat dalam proses pembentukan kebijakan
- Mencari tahu apa motivasi para
aktor utama dan juga jaringan yang ada dalam mendukung kebijakan yang
telah dibuat
Perlu kita pahami bahwa advokasi
tidak terjadi seketika. Advokasi butuh perencanaan yang matang. Agar advokasi
yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu menggunakan
beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi:
- Membangun jaringan di antara
organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti federasi,
perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya
- Mempererat kokmunikasi dan
kerjasama dengan para pejabat dan beberapa partai politik yang
berorientasi reformasi pada pemerintahan
- Melakukan lobi-lobi antar
instansi, pejabat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan (NU
dan Muhammadiyah)
- Melakukan kampanye dan
kerja-kerja media sebagai ajang publikasi
- Melewati aksi-akasi peradilan
(litigasi, class action, dan lain-lain)
- Menerjunkan massa untuk
melakukan demonstrasi
I. Kelompok-Kelompok
Advokasi Pelestarian Lingkungan Hidup
Advokasi pelestarian lingkungan
hidup selalu dibutuhkan. Prinsip dasarnya adalah: jangan biarkan pemerintah
dan perusahaan bekerja sendiri, tanpa keterlibatan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan advokasi untuk
pelestarian lingkungan hidup termasuk advokasi kebijakan dan penegakan hukum,
pendidikan umum dan pembelaan masyarakat.
Advokasi Masyarakat
Kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan advokasi tersebut termasuk
a) Merubah kebijakan-kebijakan yang merusak lingkungan hidup;
b) Advokasi kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan baru
yang menganjurkan pelestarian lingkungan;
c) Penegakan undang-undang lingkungan hidup dengan proses
pengadilan;
UU No 23-1997 untuk sementara
digunakan di Timor Lorosa’e. Proses pengadilan untuk menganjurkan hukum
lingkungan hidup dapat dilakukan dengan memakai “legal standing” atau memakai
“class action”. Saudari Weiweik Awiati akan membahas masalah tersebut secara
lebih terinci dalam lokakarya mengenai hukum lingkungan hidup.
d) Pengawasan korupsi;
e) Pengawasan perusahaan.
Kesadaran Masyarakat
Peningkatan kesadaran masyarakat
sangat penting untuk pelestarian lingkungan hidup. Peningkatan kesadaran
masyarakat termasuk pendidikan umum mengenai lingkungan dan kampanye. Isu-isu
yang penting termasuk pembuangan sampah dan pentingnya serta caranya untuk
menyelamatkan binatang dan tumbuhan yang terancam punah.
Kelompok-kelompok advokasi
lingkungan hidup berperan penting dalam gerakan-gerakan perlawanan. Ini
termasuk bekerja dengan masyarakat lokal untuk melawan kerusakan lingkungan
hidup. Kampanye yang mementingkan suatu isu di tingkat lokal sangat efektif.
Pengelolaan lingkungan hidup yang ditingkatkan di tingkat dasar masyarakat
dapat juga dilaksanakan oleh kelompok-kelompok lingkungan hidup.
2. Pendekatan terhadap Pelestarian
Lingkungan Hidup
Organisasi biasanya mengambil
pendekatan berdasarkan pelestarian/konservasi lingkungan hidup, atau pendekatan
berdasarkan hak-hak.
Berdasarkan Pelestarian
Pendekatan berdasarkan pada
konservasi mementingkan melindungi ekosistem, dan jenis-jenis binatang dan
tumbuhan-tumbuhan yang terancam punah. Masalah-masalah tersebut dianggap lebih
penting daripada manusia. Pendekatan lainnya ialah berdasarkan pada Keadilan
Lingkungan Hidup menyangkut pelestarian lingkungan sambil memperjuangkan
keadilan sosial, demokrasi dan hak asasi manusia. Biasanya kelompok lingkungan
hidup di negara sedang berkembang seperti Indonesia dan Timor Lorosa’e memakai
pendekatan kedua. Kelompok lingkungan hidup Indonesia, tempat kerja saya-
WALHImengambil pendekatan kedua.
Berdasarkan Hak-Hak Masyarakat Asli
Pelestarian lingkungan hidup dapat
juga diadvokasi dengan pendekatan berdasarkan hak masyarakat asli; dan seperti
sudah dibicarakan, pendekatan Pengelolaan Lingkungan Hidup/Sumber Daya Alam
oleh masyarakat setempat juga merupakan pendekatan yang sangat efektif.
3. Usulan saya untuk agenda di sini:
• Mengawasi pemerintah dalam
kebijakan dan pembuatan undang-undang, baik yang dibuat UNTAET maupun
pemerintahan baru hasil pemilu.
• Pengawasan Donor, seperti USAID,
UNDP, ADB,
WB, karena kelakuan mereka yang dapat
menghancurkan lingkungan hidup kita.
• Membuat Undang-Undang Lingkungan
Hidup yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang mengakui hak-hak
masyarakat asli.
• Pengelolaan Lingkungan Hidup oleh
masyarakat – jangan biarkan hutan-hutan dikuasai oleh pengusaha. Masyarakat
harus tetap memegang haknya untuk mengelola dan memiliki hutannya sendiri.
• Mengawasi investasi yang masuk.
Jangan ulangi kesalahan Indonesia.
• Mengawasi korupsi, pemerintahan
pasti korupsi.
• Memperjuangkan transparansi,
tanggung gugat, dan partisipasi dalam proses demokrasi.
• Mendasarkan kebijakan-kebijakan
baru pada adat dan kebiasaan lokal, jangan membuangkannya, tetapi
menggabungkannya dengan sistem demokratik yang baik.
Lakukan sekarang juga, selagi pemerintah
masih dekat dengan masyarakat- makin lama pemerintahan berkuasa, mereka makin
jauh dari kita.
SUMBER:
http://ilmu-perpustakaan.blogspot.co.id/2011/12/advokasi-lingkungan-menuju-kehidupan.html
ADVOKASI
LINGKUNGAN MENUJU KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK
Oleh: WALHI Jakarta
Pengantar
Seiring
perjalanan waktu, kondisi lingkungan hidup di Indonesia semakin mengalami
keterpurukan, selama kurang lebih dari tiga dasawarsa, pemerintah telah
terbukti tidak mampu melakukan pengamanan terhadap sumber daya alam di
Indonesia. Pembangunan yang hanya didasarkan pada pertimbangan ekonomi telah
mengakibatkan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh pemilik modal atas
persetujuan pemerintah, terlebih di era globalisasi dengan pemaksaan paradigma
pengelolaan lingkungan oleh negara-negara Utara terhadap negara-negara Selatan,
yang pada gilirannya semakin membuat kehancuran lingkungan hidup.
Persoalan
lingkungan hidup pada dasarnya adalah persoalan semua orang, dan sudah
seyogyanya gerakan-gerakan kesadaran yang coba dibangun untuk memulihkan
kondisi lingkungan ke arah yang lebih baik adalah satu keharusan, dengan
mengambil peran apapun yang bisa dilakukan oleh semua pihak, antara lain peran
yang dilakukan oleh aktivis-aktivis lingkungan dari berbagai elemen masyarakat
yang melakukan kerja-kerja advokasi terhadap lingkungan.
Bicara
soal lingkungan, ada lima kelompok yang memiliki kepentingan terhadap llingkungan,
yakni negara, pemilik modal, rakyat, lembaga internasional dan lingkungan hidup
itu sendiri. Yang semua kelompok tersebut harus memegang satu keharusan bahwa
lingkungan hidup adalah hak semua orang dan bumi yang diciptakan hanya satu dan
untuk semua generasi.
Yang
kemudian menjadi Pertanyaan selanjutnya adalah apa makna dari gerakan advokasi
itu sendiri, tujuan serta sejauhmana advokasi betul-betul bisa membawa
perubahan lingkungan hidup ke arah yang lebih baik untuk keberlangsungan
kehidupan makhluk.
Memahami
advokasi
Advokasi
sudah menjadi satu kosa kata baku dalam kamusnya organisasi-organisasi non
pemerintah (ORNOP) di indonesia, dan bahkan di dunia, terutama selama lebih
dari satu dasawarsa terakhir ini. namun demikian, ORNOP yang mengaku melakukan
kegiatan advokasi juga memiliki berbagai pengertian beragam tentang apa yang
mereka maksud dengan advokasi itu sendiri. Malah, pernah cukup lama ORNOP di
indonesia mengartikan semata-mata sebagai kegiatan pembelaan kasus atau
beracara di peradilan (litigasi). mungkin karena terpengaruh oleh padanan
katanya dari bahawa Belanda; advocaat, advocateur, yang tiada lain memang
berarti Pengacara hukum, pembela atau peguam.
Namun
demikian jika kita mengadopsi padanannya dalam bahasa Inggris, kata 'advokasi '
berasal dari kata 'to advocate' tidak hanya berarti 'membela' tetapi juga
bisa berarti 'memajukan' atau 'mengemukakan' (to promote) yang berarti juga
berusaha menciptakan yang baru, makna lain juga adalah melakukan 'perubahan'
(to change) secara terorganisir dan sistematis.
Pada rezim otoriter Orde baru kata advokasi pernah menjadi momok yang
begitu menakutkan, kata yang paling diwaspadai oleh penguasa militer saat itu.
Advokasi selalu diartikan sebagai usaha-usaha makar kaum dan kalangan anti
kemapanan untuk merongrong pemerintahan yang sah. Oleh karena itu rezim
militeristik Orde Baru menjadi sangat tidak toleran terhadap usaha-usaha
advokasi. Mereka merasa sangat terhina jika ada organisasi non pemerintah
berhasil memulai advokasi,meskipun hasinya tidak jelas,maka wajar pula jika
jika sebagian kalangan ornop waktu itu diam-diam juga mempercayai bahwa
advokasi adalah kegiatan ilegal dan berbahaya. Akibatnya sebagian besar dari
mereka menjadi sangat ketakutan beraliansi dengan organisasi-organisasi yang
melakukannya, dan berusaha sedemikian rupa untuk berkelit dan menolak
mengintegrasikan program-programmereka kedalam sutau jaringan kerja advokasi.
Dari latar belakang tersebut kemudian lahirlah makna advokasi yang sempit
sebagai kegiatan beracara di pengadilan, dan bahkan advokasi pun dianggap
sebagai urusan dan monpoli organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktek
hukum.
Advokasi, seperti halnya media atau cara lain nya yang digunakan dalam
rangka mencapai tujuan tertentu, tidaklah seseram atau sehebat yang sering
dibayangkan oleh banyak pelakunya selama ini. advokasi lebih merupakan suatu
usaha sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya
perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju.
Dengan kata lain advokasi memang bukan merupakan 'revolusi' tapi lebih
merupakan usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi
perwakilan, proses-proses politik danlegislasi yang terdapat dalam sistem yang
berlaku, bahkan di Amerika serikat , advokasi telah menjadi lahan bisnis besar.
Banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang lobby menyediakan jasa
advokasi yang melayani organisasi-organisasi dan perusahaan-perusahaan besar,
termasuk perusahaan multinasional untuk mempengaruhi kebijakan perdagangan dan
ekonomi Amerika agar lebih menguntungkan kepentingan akumulasi kapital mereka.
Jadi dalam pengertianmereka advokasi sama sekali tidak ada hubngannya dengan
usaha-usaha perubahan sosial atau dalam menegakan 'social justice'. Advokasi
yang mereka lakukan justru lebih untuk melanggengkan kekuatan dan kekuasaan
mereka dan juga melanggengkan ketidak adilan sosial.
Oleh karena itu, diperlukan paradigma baru 'advokasi untuk keadilan
sosial'. Yakni advokasi yang justru meletakkan korban kebijakan sebagai subjek
utama. Kepentingan merekalah justru yangharus menjadi agenda pokok dan penentu
arah suatu kegiatan advokasi. Hanya dengan demikian usaha advokasi tidak lagi
menempatkan organisasi, misal Ornop menjadi para 'pahlawan' dan 'bintang'.
Melainkan suatu proses yang menghubungkan antar berbagai unsur progresif dalam
masyarakat warga (civil society), melalui terbentuknya aliansi-aliansi
strategis yang memperjuangkan terciptanya keadilan sosial dengan cara
mendesakkan terjadnya perubahan-perubahan kebijakan publik.
Advokasi keadilan sosial.
Banyak organisasi bercita-cita memperjuangkan keadilan sosial, namun
mengingat kerumitan, luasnya dimensi dan aspek-aspek ketidak adilan sosial,
selain fakta adanya kesulitan untuk memulai dari mana, maka banyak organisasi
yang terjebak sebagai 'pengrajin sosial' semata. Yang lama kelamaan tidak mampu
lagi keluar dari jebakan tersebut. Hal ini disebabkan karena mereka terlalu
memandang ketidak adilan sosial dari kacamata pendekatan praktis tanpa
mengaitkannya dnegan program strategis.
Disamping itu ada juga organisasi yang melihat ketidakadilan sosial dengan
menanggapinya secara naif, yakni dengan menyalahkan korban ketidakadilan sosial
itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa sistem dan struktur sosial yang ada
selalu baik, tapi masyarakat nyalah yang tidak mampu menyesuaikan diri kedalam
sistem dan struktur tersebut. Mereka beranggpan korban adalah orang atau kaum
yanglemah, malas danjuga bodoh,karenanya mereka perlu diberdayakan lewat program-program
'pendampingan', 'pendidikan' dan bahkan 'pembinaan'. Kalangan ini tidak pernah
mempersoalkan bentuk-bentuk ketidak adilan sistemik dan struktural yang sering
kali tersembunyi dibalik kebijakan, undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Maka jika kita ingin melakukan suatu advokasi sesungguhnya harus juga kita
mempersoalkan hal-hal yan berada dibalik suatu kebijakan , secara tidak
langsung mencurigai adanya bibit ketidak adilan yang tersembunyi dibalik suatu
kebijakan resmi. Oleh karena dalam setiap kebijakan atau ketentuan hukum selalu
ada aspek budaya hukum (culture o law), maka advokasi juga tidak harus menjadi
monopoli para pakar , kaum profesional dan para aktivis belaka. Organisasi
rakyat di akar rumput, yakni mereka yang selama ini menjadi korban utama dari
suatu kebijakan publik tertentu, justru harus menjadi bagian terpenting dari
suatu aliansi advoksi. Dengan kata lain, advokasi mestinya memungkinkan
dipergunakan rakyat di tingkat akar rumpun untuk memperjuangkan nasibnya. Jadi
sekali lagi advokasi menjadi alat siapa saja yang ingin memperjuangkan
perubahan kebijakan untuk tegaknya keadilan sosial.
Dalam konteks
lingkungan hidup, makna dari advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan
dan pemberdayaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
melakukan perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik.
Advokasi
lingkungan hidup berawal dari kegelisahan orang terhadap kondisi kerusakan
lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia, kegagalan pemerintah dalam
melakukan perlindungan terhadap sumber daya alam salah satu yang menjadi alasan
untuk kemudian melakukan gerakan-gerakan advokasi terhadap lingkungan di
Indonesia pada tahun 1980 an.
Adapun tujuan
dari gerakan advokasi lingkungan yang dilakukan antara lain untuk mendorong
terjadinya perubahan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia,
mendorong perubahan prilaku aparatur negara dalam menyikapi persoalan
lingkungan hidup serta yang paling utama adalah bagaimana mendorong gerakan
masyarakat sipil (organisasi rakyat) untuk
melakukan
perbaikan terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Pada dasarnya gerakan
perjuangan yang paling riil dilakukan adalah gerakan ditingkatan rakyat sebagai
sebuah kekuatan untuk melakukan perubahan. Ke arah yang tentu saja lebih baik
dan berpihak terhadap lingkungan dan rakyat.
Dasar-Dasar Hukum Advokasi
Lingkungan
1. UUD 1945 yang pada pasal 1 secara jelas menyatakan bahwa
kedaulatan berada ditangan rakyat. Jadi merupakan wewewnang rakyat untuk
melakukan upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup di Indonesia. Ini artinya
bahwa tindakan yang dilakukan untuk melakukan advokasi lingkungan dari
kerusakan dibenarkan menurut UUD 1945.
2. UU
No. 23 Tahun 1997
Dalam
undang-undang ini diatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang mengatur
soal :
1. Hak masal
2. Kewajiban pemerintah
3. Larangan
4.
Sangsi-sangsi
Nilai nilai dasar advokasi
Dalam melakukan
kerja-kerja advokasi ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi yaitu:
§ Demokratis
§ Transparan
§ Anti kekerasan
§ Kesetaraan
§ Keadilan
gender
§ Partisipatif
Bentuk - Bentuk advokasi
Ada beberapa bentuk advokasi yang
secara garis besar dibagi pada advokasi lewat pengadilan atau advokasi non
pengadilan, namun secara rinci advokasi bisa dilakukan antara lain dalam
bentuk:
§ Litigasi :
penyelesaian permasalahan lingkungan hidup melalui jalur pengadilan
§ Mediasi: ada
beberapa kekurangan menyelesaikan kasus lingkungan lewat jalur pengadilan,
disamping itu kredibilitas pengadilan yang memang sampai saat ini masih buruk,
untuk itu mediasi atau jalur perundingan lebih dipilih dengan memakai mediator
yang ditunjuk oleh dua belah pihak.
§ Legal drafting
: Draft kebijakan
§ Negosiasi:
Penyelesaian kasus-kasus lingkungan antara dua pihak
§ Pengorganisasian
rakyat
Unsur-unsur dalam advokasi adalah:
§ Rakyat, dalam hal ini lebih banyak
sebagai korban terutama yang bersentuhan langsung dengan kawasan dimana terjadi
eksploitasi yang dilakukan oleh pihak pengusaha dan pemerintah. Dan kerap kali dalam terjadinya kerusakan lingkungan
rakyat dituding sebagai kelompok perusak dan penjarah.
§ Lembaga
pelaksana, dalam hal ini adalah lembaga yang melakukan kerja-kerja advokasi
§ Kebijakan,
perundang-unangan yang merupakan produk yang dihasilkan oleh pemerintah yang
sering kali bersifat eksploitatif.
§ Aliansi atau berjaringan, dalam melakukan kerja-kerja
advokasi kita membutuhkan jaringan atau aliansi yang akan mendukung kerja-kerja
advokasi
Prinsip dasar advokasi
1.
Suatu tindakan
penyadaran dan pengorganisasian
2. Sebuah proses bukan tujuan
3. Alat pendidikan politik rakyat
ciri-ciri dasar advokasi
1.
Mempertanyakan
sesuatu tentang individu, kelompok maupun lembaga / instansi tertentu
2.
Menuntut hal
tertentu dengan prosedur politik yang ada
3. Memunculkan isu tertenutu
4. Menciptakan isu tertentu
5. Menarik perhatian,yang akhirnya
menarik perhatian orang atau pihak lain untuk bergabung
6.
Mencetuskan
prakarsa atau ide-ide baru
Dalam melakukan
advokasi dimana rakyat dimungkinkan melakukan perubahan atas kebijakan tertentu
maka harus dalam pengertian:
1. Mengadakan dari yang belum ada
2. Memperbaiki
3.
Memperkuat yang
ada- agar lebih fungsional dalam melindungi rakyat
4. Mengubah yang ada
Karena advokasi
merupakan sebuah proses, maka dalam menjalankan proses tersebut tahapan-tahapan
pokok harus menjadi pegangan kita, yakni:
1. Melihat/ mengkaji masalah yang
dihadapi
2. Merumuskan masalah untuk diambil
tindakan
3. Tindakan
4. Hasil
Dalam melakukan
langkah-langkah advokasi kita juga mesti memahami beberapa kaidah, yakni:
1. Mulailah dengan berbaik sangka.
2. Temukan kemenangan-kemenangan kecil
3. Kerjakan apa yang telah direncanakan
4.
Tetap pada inti
soal/ isu utama
5. Bersedia berunding
6.
Jangan mau
ditakut-takuti dan juga janan menakut nakuti
7. Bersikaplah kreatif danselalu
kreatif dalam menghadapi perubahan
Bentuk-bentuk kegiatan yang biasanya
dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat antara lain:
1. Temu warga/ temu kampung
2. Dengar pendapat
3.
Petisi
(pernyataan sikap atau dukungan)
4. Membuat selebaran
5. Mogok atau boikot sipil / massa
6. Lobby
7. Kampanye media massa
8. Demonstrasi
Hambatan
Dalam Advokasi
Dalam melakukan kerja-kerja advokasi
tidak selamanya berjalan sesuai dengan harapan, bahkan kerap kali advokasi kita
berhenti ditengah jalan atau bahkan menemui kegagalan. Terlebih pada masa orde
baru dimana hegemoni negara sangat dominan terhadap pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia yang berakibat terjadinya berbagai permasalahan, ketidakadilan,
penindasan HAM dalam berbagai bentuk.
Ada beberapa hambatan dalam advokasi antara lain:
1.
Pemerintah yang otoriter, yang tidak
pernah melibatkan rakyat dalam membuat kebijakan lingkungan hidup
2.
Pemerintah yang tidak pernah berpihak
kepada rakyat
3.
Pemerintah yang hanya berkiblat pada
kepentingan industri Dan pengembangan ekonomi (lebih berpihak pada pemodal)
Saat ini
hambatan terbesar dalam advokasi adalah kepentingan globalisasi, dimana
kepentingan kapitalisme yang telah berhasil “mengebiri” kekuatan negara, dalam
hal ini lewat pemerintah yang telah menjual sumber daya alam kepada pemilik
modal dinegara-negara utara, dan telah berhasil menjadikan “boneka
imperialisme” untuk memenuhi kepentingan mereka, sehingga paradigma yang
diciptakan oleh mereka telah menghancurkan lingkungan hidup dan
keberlanjutannya.
Penutup
Advokasi lingkungan adalah satu keniscayaan yang harus dilakukan untuk
melakukan perubahan-perubahan terhadap kondisi lingkungan hidup yang semakin
parah, dan adalah kewajiban semua orang yang masih mau menikmati kehidupan ini
secara lebih baik guna tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.
Hari ini, esok adalah sebuah hitungan hari yang harus kita jalani untuk
mencapai satu cita-cita besar dalam lingkungan hidup kita atau tidak sama
sekali sampai menunggu kehancuran lingkungan dan alam raya beserta isinya tidak
lagi bisa dirasakan oleh generasi kedepan.
Catatan Kecil Advokasi Lingkungan Hidup Tahun 2012
Selasa, 08 Januari 2013 |
10:26
Aturan lingkungan hidup di Indonesia lemah, dibandingkan
dengan negara lain. Belum lagi penegakannya berat sebelah kala yang dihadapi
korporasi atau rakyat kecil.
Contoh bukti lemahnya hukum lingkungan adalah penggunaan sianida yang sudah tak
diperbolehkan di pertambangan Eropa, dan sulit ditetapkan di negeri Barat
lainnya. Tapi di sini diperbolehkan. Perusahaan tambang emas Agincourt
Resources di Sumatera Utara menggunakan sianida. Perusahaan tersebut berkonflik
dengan warga Batang Toru sepanjang tahun 2012 yang menentang pembuangan limbah
tambang ke sungai.
AMDAL perusahaan menyatakan sungai tidak diminum warga, tapi kenyataannya
sungai tersebut diminum warga, dan menjadi sumber utama penghasil ikan sale.
Pemberian informasi palsu (tidak benar) dalam AMDAL tergolong pelanggaran
serius, tapi hingga akhir tahun 2012, tak ada penegakan hukum bagi perusahaan.
Perusahaan tambang terus berjalan didukung militansi Pjs Gubernur Sumatera
Utara terbang dari Medan ke Batang Toru dan meminum air sungai sebagai
pertunjukan air sungai tak berbahaya diminum. Beranikah meminumnya saat
tambang beroperasi penuh dan kontinyu?
Penegakan aturan lingkungan hidup dan kehutanan yang berat sebelah ini juga
terjadi di Sulawesi. Penambangan di kawasan hutan lindung, bahkan berkategori
cagar alam berlangsung di Cagar Alam Morowali, Sulawesi Tengah. Off side
terhadap regulasi dibiarkan manakala pelaku adalah korporasi. Selanjutnya,
tinggal menunggu waktu terjadi pemutihan pelanggaran lingkungan atau alih
fungsi kawasan cagar alam menjadi memungkinkan untuk ditambang atau perkebunan.
Investasi modal memang menimbulkan anomali. Ekspansi massif pertambangan nikel
di Sulawesi Tengah, direstui oleh Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) sebagai koridor pertambangan nikel. Rencana ini
pastilah berkontradiksi dengan program pencegahan pembabatan hutan dalam
kerangka mitigasi perubahan iklim, khususnya UN REDD Programme Indonesia,
Sulawesi Tengah. Tapi pada akhirnya, semuanya akan bisa diatur agar
investasi bisa terus mereproduksi diri.
Padahal, investasi pertambangan adalah jenis kegiatan yang paling berdampak
besar terhadap lingkungan: rusaknya siklus karbon, siklus air, siklus
metabolisme rakyat-sumber daya alam pada komunitas yang sangat tergantung pada
alam sebagai sumber pangan, air, kesehatan, dan lain-lain.
Kelemahan regulasi yang melindungi lingkungan juga tercermin dalam praktek
pembuangan limbah tambang ke laut. Praktek ini tidak ada diterapkan di negara
Australia, Selandia Baru, dan daratan utama Amerika Serikat. Sementara di
Indonesia, diterapkan dengan dilangsungkannya pembuangan limbah tambang
terbesar di dunia ke laut di Teluk Senunu.
Apa dampaknya terhadap ekosistem? Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tidak
terlalu peduli dengan statemen salah satu stafnya menyatakan mungkin hanya
dedemit yang hidup di dalam laut tersebut. Sementara Oseanografi LIPI, sebagai
institusi negara yang fasilitasnya dibiayai pajak rakyat, misalnya lewat pajak
saat membeli ikan di pasar/supermarket, tidak mau mengungkapkan hasil
penelitian di bawah laut tersebut. Alasan penelitian dibiayai dan hak cipta
jadi milik perusahaan tambang.
Kelemahan aturan lingkungan hidup yang ada disambung dengan pelemahan
berikutnya. Rancanan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun dan Dumping, sepanjang tahun 2012 masih dalam proses dalam forum
yang tertutup bagi organisasi lingkungan kritis, hendak mengubah kategori
limbah tambang ke laut bukan sebagai bahan berbahaya dan beracun.
Veto Korporasi dan Veto Rakyat
Industri Migas tahun 2010 lewat Kementerian ESDM melakukan veto agar
aturan baku mutu temperatur air buangan migas tidak diturunkan dari 45 derajad
celcius. Alasannya, batasan tersebut sulit dicapai, dan mengancam produksi
minyak. Pemerintah tunduk terhadap veto ini.
Sisi lain, masyarakat tidak punya kedaulatan dalam memilih jenis kegiatan
ekonomi di wilayah mereka, terlebih bila kawasan tersebut mengandung bahan
pertambangan. UUD 1945 Amandemen mengakui hak milik warga dan hak atas
lingkungan hidup. Tapi banyak pemerintah daerah secara sepihak menetapkan
kawasan kelola rakyat sebagai kawasan pertambangan. Sehingga konflik pun
terjadi antara masyarakat dan industri penambangan pada tahun 2012, diantaranya
Balaesang, Kabupaten Donggala-Sulteng, Kulopnprogo, Cileungsi, Lontar-Serang.
Harapan masyarakat sekitar tambang dan organisasi masyarakat sipil agar
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan veto rakyat atas wilayah pertambangan, agar
proses penentuan pendapat masyarakat dalam penetapan wilayah pertambangan
menjadi syarat mutlak, diterima setengah hati oleh MK.
MK menyatakan kekhawatiran masyarakat adalah beralasan atas hilangnya hak
mereka dan ancaman atas hak lingkungan yang sehat dari penetapan wilayah
pertambangan. Karenanya, MK berpendapat agar pemerintah memfasilitasi proses
penentuan pendapat masyarakat secara riil. Namun, keputusannya menjadi tak
bermanfaat langsung buat penyelesaian konflik di lapangan, karena MK menolak
penetapan persetujuan masyarakat tersebut dilakukan secara tertulis.
Padahal, dalam praktek aktual yang telah dilakukan masyarakat, cara tertulis
seperti pengumpulan tanda tangan penolakan telah menjadi kelajiman masyarakat,
seperti masyarat Belitung mengumpulkan ribuan tanda tangan menolak tambang
timah di laut karena mengancam tangkapan ikan nelayan. Apakah MK bisa setuju
kalau penentuan pendapat masyarakat atas penetapan wilayah pertambangan bukan
dilakukan secara tertulis, tapi lewat referendum lokal, seperti diterapkan di
beberapa negara di Amerika Latin? Penulis tak optimis.
Penegakan Lingkungan yang Lemah VS Insentif PROPER
Hingga tahun 2012, penegakan hukum dalam bidang lingkungan hidup lemah,
sehingga tidak banyak putusan pengadilan menjadi jurisprudensi yang mendorong
perbaikan dan perlindungan lingkungan hidup. Saya berpendapat Indonesia tepat
untuk kembali mendirikan badan pengawas lingkungan yang independen, seperti
almahrum Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
Lembaga terebut sebaiknya memiliki fungsi seperti KPK dalam penyidikan
tindak korupsi. Dan untuk proses peradilannya, diperlukan pengadilan khusus
tindak pidana lingkungan. Sertifikasi hakim yang telah mulai dijalankan
beberapa tahun terakhir nyata-nyatanya belum berhasil mendorong prinsip
kehati-hatian (prinsip bersumber dari hasil KTT Bumi 1992) dalam penerapan
teknologi yang berpotensi merusak lingkungan. Alih-alih, KLH dan peraadilan
lebih mementingkan kepastian usaha bagi korporasi.
Hal ini tampak dalam diperbolehkannya perusahaan membuang limbah tambang ke
laut Teluk Senunu oleh putusan PTUN Jakarta Pusat, dan tidak diprosesnya secara
hukum oleh KLH berbagai tindakan kejahatan lingkungan hidup: Informasi AMDAL
palsu, penimbunan limbah B3 dekat sawah di Kerawang, impor limbah B3, dll.
Di tengah aturan dan penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, Kementerian
Lingkungan Hidup kembali pada tahun 2012 mengeluarkan PROPER (Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan). Penilaian lebih banyak mengandalkan data
swapantau perusahaan (Dokumen Rencana Pengelolaan-Pemantuan Lingkungan).
Ibarat surat keterangan berkelakuan baik dikeluarkan kepolisian, perusahaan
perusak lingkungan mendapatkan peringkat baik (emas, hijau, biru) karena memang
aturan mengatur kejatahan lingkungan lembah dan mengandalkan informasi sepihak
pelaku yang dinilai. Dan bila masyarakat menggugat perusahaan atas tindak
pengrusakan lingkungan, perusahaan akan menunjukkan surat keterangan
berkelakukan baik atau PROPER tersebut untuk membungkam kritik.
Tahun 2012 diawali dengan penyerbuan aksi damai masyarakat menolak tambang di
atas lahan pertanian dan hutan mereka di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara
Barat. Penghujung tahun 2012, diwarnai represi, sweeping, penahanan, kekerasan
terhadap aksi masyarakat Batang Toru, Tapanuli Selatan, yang menolak sungai
mereka dijadikan pembuangan limbah tambang (parahnya, menggunakan sianida).
Semoga perubahan ke arah lebih baik memang benar terjadi selama tahun 2012 tapi
belum disadari, sehingga sulit menuliskannya. Berharap tahun 2013 lebih baik
lagi.
SUMBER: http://inspirasikeanekaragamanhayati.blogspot.co.id/2013/12/advokasi-lingkungan.html
Inspirasi
Keanekaragaman Hayati Bumi Pertiwi
Berbagi informasi mengenai Konservasi
Flora, Fauna, Lingkungan Hidup, dan Iptek.
Kamis, 26 Desember 2013
ADVOKASI LINGKUNGAN
Advokasi Lingkungan baru-baru kali
ini sering kita dengan. Latar belakangnya, yaitu bahwa untuk hidup tidak butuh
hanya satu jenis saja. Hutan menyediakan keanekaragaman hayati yang dibutuhkan
manusia, sampai saat ini penelitian-penelitian memberikan gambaran tentang
keanekaragaman hayati sekitar 1,5-1,8 juta spesies yang diidentifikasi. Satu
spesies yang mengontrol semuanya, yaitu manusia, tetapi bukan hanya manusia
yang perlu diadvokasi tetapi lingkungan sekitarnya. Karena rasa saling
ketergantungan antara yang satu dengan yang lainya.
Dasarnya ada dua, yaitu saling
ketergantungan dan komitmen. Daya dukung lingkungan menjadi dasar untuk
melakukan advokasi, karena kebutuhan yang diperlukan antara yang satu dengan
yang lainnya. Advokasi adalah proses mempengaruhi
suatu keadaan agar lebih baik untuk masyarakat.
Pengaruh secara umum yaitu kebijakan.
Sebagai contoh di bidang kehutanan yaitu UU 41 tahun 1999. Kebijakan yang
dimaksud adalah kebijakan publik.
Advokasi sangat perlu melihat
kebijakan untuk acuan. Alokasi sumberdaya yang tersedia yaitu sistem. Kohon
(Amerika, 2001) advokasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara sengaja
untuk menyuarakan isu. Menceritakan kepada orang lain tentang isu yang sedang
terjadi saat ini, salah satunya tentang kejadian sehari-hari yang mereka alami.
Sehingga terjadi hubungan antara satu permasalahan dengan permasalahan yang
lain, maka timbul suatu kesadaran yang timbul untuk memperbaiki suatu keadaan.
Maka biasa disebut sebagai salah satu bentuk advokasi.
Advokasi dibagi menjadi dua :
1.
Litigasi
Pembelaan melalui jalur hokum yaitu
peradilan. Bisa dibilang berani untuk konfrontasi serta aksi-aksi massa, kampanye.
Mereka memiliki ilmu hukum. Exp : Green Peace, WALHI,
2.
Non Litigasi
Lebih halus dan tidak konfrontasi,
dilakukan dengan membangun pemahaman atau pendidikan. Exp : TNC (The Nature
Conservacy)
Investigasi berkaitan :
a.
Tempat
b.
Waktu
c.
Sejarah
kawasan dan kehidupan masyrakat
d.
Sebab akibat
(input, output tahapan kegiatan)
e.
Jumlah dan
luas kasus
f.
Kegiatan
=> gejala dan akibat yang ditimbulkan
g.
Jumlah, luas
dan penyebaran kasus
h.
Kasus serupa
ditempat yang lain
i.
Aturan
perundangan tentang standar pengelolaan lingkungan.
Institusi yang terlibat di advokasi
memiliki nilai tersendiri. Organisasi ini perlu membuat jaringan-jaringan.
Bentuk advokasi : rangkaian aksi
yang dilakukan berkaitan issues untuk mengubah “apa itu” menjadi “apa yang
seharusnya”, dimana “apa yang seharusnya” itu lebih dan lebih bereadilan
(ib.2001). aksi-aksi tersebut berbeda bentuk pelaksanaannya untuk issues
politik, ekonomi dan lingkungan social, walaupun poin kesamaan umum.
Poin kesamaan umum, seperti :
1.
Mempertanyakan
proses penetapan usatu aturan perundangan
2.
Question the
way policy is administrered
3.
Berperan
dalam seting agenda sebagaimana mereka mengangkat suatu issu penting
4.
Menargetkan
system politik “karena system itu tidak merespon kebutuhan masyrakat”
5.
Are
inclusive and angaging
6.
Propose
policy solution
7.
Open up
space for public argumentation
Bentuk advokasi termasuk :
- Advokasi
ideology atau kepercayaan
- Advokasi
massa (petisi, demonstrasi)
- Interest
group advokasi
Sesuatu hal yang susah dikerjakan yaitu
kebijakan berjalan dengan kaku dan penuh dengan kekakuan (tidak fleksibel).
Fakta seperti kasus TN Lorelindu, pal batas yang ada dikebun masyarakat.
Negoisasi sangat susah dilakukan dengan orang yang memiliki jabatan atau
kekuasaan.
SUMBER:
http://www.mongabay.co.id/2014/10/31/advokasi-lingkungan-para-musisi-lewat-eco-defender/
Advokasi Lingkungan Para Musisi Lewat Eco Defender
October
31, 2014 Anton
Muhajir, Bali
Sebuah toko merchandise baru berdiri di antara keriuhan Jalan
Teuku Umar Denpasar, Bali. Toko ini cabang Rumble, milik musisi I Gede Ary
Astina alias Jerinx dan Gusti Ngurah Adi Wibawa alias Adi Hydrant. Ini cabang
kelima Rumble. Berdiri pertama di Kuta, pada tahun 2010, cabang Rumble antara
lain di Ubud, Batubulan, dan Yogyakarta.
RMBL, nama merek Rumble, menjadi salah satu produk fashion
terkenal di kalangan anak muda Bali. Tak hanya produsen fashion, Rumble
menyasar kepedulian anak-anak muda pada isu lingkungan. Bersama organisasi
advokasi lingkungan terkemuka Walhi Bali, Rumble menyebar kepedulian melalui
kelompok musik Eco Defender.
Cerita Adi, ide Eco Defender dari diskusi antara dia dengan
dua musisi lain, Prima Yudhistira vokalis band metal Geeksmile dan Jerinx,
drummer band punk Superman is Dead (SID). Mereka ingin terlibat lebih banyak
pada isu-isu sosial di Bali melalui musik.
Dari situ muncul nama Eco Defender. Jerinx mengatakan,
Eco Defender lahir untuk memadukan antara fashion dengan perlawanan (rebel).
“Banyak anak muda ingin terlihat rebel melalui pakaian. Mereka justru tidak
tahu bagaimana menyalurkan perlawanan di dunia nyata. Kami ingin menjembatani,”
kata Jerinx.
Salah satu kampanye sosial itu adalah Siu Ajak Liu, urunan
Rp1.000 berkala membantu murid-murid kurang mampu. Setiap Rp1.000 dari
pembelian pakaian disumbangkan ke anak-anak tidak mampu. Dalam perjalanan, kata
Jerinx, isu lingkungan di Bali sedang urgen. “Lingkungan Bali mengalami
eksploitasi karena pariwisata berlebihan.”
Sejak itulah, Rumble menggandeng mitra tetap, Walhi Bali.
Alasannya, Walhi berjuang langsung dalam isu advokasi lingkungan. “Mereka tidak
main aman. Mereka melawan langsung di lapangan membela lingkungan.”
Meskipun berganti mitra, pola penggalangan dukungan Eco
Defender tetap sama. Mereka menyisihkan pendapatan setiap pembelian
barang-barang di Rumble.
Produk-produk fashion ini beragam. Ada jeket, celana
pendek, baju, kaos kaki, topi, kaca mata, hingga minyak rambut (pomade). Harga
produk bervariasi. Satu baju Rp300.000. Kaca mata Rp 700.000. Pomade Rp 150.000
per kaleng.
Besaran uang yang disumbangkan Rp4.000 untuk tiap
pomade dan Rp2.000 baju. Sebulan, Eco Defender menyumbangkan Rp1 juta-Rp2 juta
kepada Walhi Bali.
Bentuk penggalangan dana juga melalui konser-konser para
musisi. Akhir Agustus, misal, ada konser para musisi punk dan indie Bali.
Seluruh hasil disumbangkan gerakan lingkungan.
Bagi Walhi Bali, sumbangan ini sangat berpengaruh terhadap
gerakan. “Kami bisa mendapatkan suntikan logistik untuk advokasi-advokasi
lingkungan,” kata Suriadi Darmoko, direktur Walhi Bali.
Selama ini, Walhi bergerak dengan keterbatasan. Sumber dana
hanya sumbangan individu maksimal Rp300.000 per orang dan Walhi Nasional.
Dengan sumber daya terbatas, mereka harus kerja advokasi intensif dan
berkelanjutan.
“Hal terpenting dari dukungan Eco Defender ini untuk
membantah tuduhan Walhi Bali ditunggangi pihak tertentu dalam advokasi,” kata
Moko.
Walhi merupakan organisasi advokasi lingkungan terkemuka di
Bali. Mereka paling bersuara keras jika ada rencana pembangunan rentan
mengeksploitasi. Misal, privatisasi taman hutan rakyat (Tahura) Ngurah Rai atau
reklamasi Teluk Benoa.
Walhi Bali kadang dituding ditunggangi kepentingan politik
atau bisnis kelompok lain. “Eco Defender membuktikan Walhi Bali bisa didukung
pendanaan dari publik secara terbuka.” Rumble rutin menyerahkan sumbangan Eco
Defender kepada Walhi.
Eco Defender tak melulu uang dan lingkungan. Menurut
Jerinx, penggalangan solidaritas advokasi lingkungan juga mengarusutamakan isu
lingkungan di kalangan anak-anak muda.
“Kita bisa melihat sekarang bagaimana anak-anak muda Bali
merasa peduli lingkungan itu keren. Lihat anak-anak muda ikut aksi tolak
reklamasi. Mereka itu anak-anak muda yang ingin tampil keren dengan pakaian
juga ingin melawan.”
Isu Eco Defender bisa lebih luas, tentang kemanusiaan. Juli
lalu, misal, Eco Defender membuat konser kemanusiaan bertema Love for Gaza.
Pengisinya SID, Bintang, Nymphea, dan band-band lokal lain. Tiap pengunjung
konser membayar tiket Rp20.000. Seluruh hasil penjualan tiket untuk anak-anak
Palestina korban serangan Israel.
Melalui musik, Eco Defender melintas batas isu dan agama. Mereka tak hanya menjual pakaian juga mengajarkan peduli lingkungan dan kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar