Sistem di Laos sebagai Negara sosialis,
lembaga yang melakukan pendampingan terhadap rakyat (termasuk di dalamnya
adalah Homenet Laos sebagai pendamping pekerja rumahan atau pengrajin)
merupakan organisasi yang dibentuk pemerintah dan di bawah Kementerian Sosial
Laos. Homenet Laos merupakan lembaga
pendamping pekerja rumahan atau pengrajin atau produsen tingkat rumah
tangga. Merupakan lembaga pendamping
sebagai bagian dari Kementerian Sosial yang beranggotakan akademisi dan pakar,
insinyur dan pelaku usaha. Melakukan
pendampingan baik pengorganisasian, edukasi, manajerial, produksi, dan
penguasaan teknologi. Sepenuhnya
mendapat pendaaan dari pemerintah serta dapat mengakses dana donor
internasional seijin dari pemerintah.
Lembaga Pemberdayaan Perempuan Laos (Lao Development Women Department)
merupakan lembaga pemerintah yang bekerja untuk menurunkan kemiskinan dengan
berprinsip pada economic solidarity. Dengan melaksanakan poyek-proyek
pemberdayaan dan pembangunan ekonomi pada perempuan. Saat ini menjalankan 16 proyek pembangunan
sosio-ekonomi dan pemberdayaan. Berbasis
pada pengorganisasian dan pemberdayaan di tingkat basis, diharapkan
pengembangan kapasitas perempuan untuk membangun perekonomian nasional dan
mengurangi kemiskinan dapat dilakukan.
Ke enambelas proyek tersebut telah
diimplementasikan di 5 provinsi yang ada di Laos. Berfokus pada pembangunan kapasitas dan
pengetahuan perempuan, juga ada aktivitas dana bergulir (revolving fund), membangun jejaring pasar, dan pengembangan
komunitas (community development). Selain itu juga melakukan edukasi untuk
ketrampilan dan vokasional, peningkatan pendapatan, dan konservasi lingkungan.
Keberhasilan dari program-program yang
dilaksanakan oleh Homenet Laos dikarenakan program yang ada sejalan dengan
program pemerintah untuk pekerja rumahan.
Sehingga, secara sosio ekonomi lebih dapat berkontribusi. Peran sebagai pendamping dan konsultan
sejalan dengan program pemerintah yang menjadikan aktivitas pengorganisasian
dan pendampingan berjalan dengan baik.
Pengantar
dari Koordinator Homenet South East Asia
Pertemuan tahun ini adalah pertemuan
kesekian kalinya dari pertemuan rutin tahunan Homenet Asia Tenggara (HNSEA)
yang beranggotakan Homent Filipina, Indonesia, Thailand, Kamboja, dan
Laos. Pertemuan sebelumnya, pada tahun
2005 di Bangkok yang membahas mengenai isu perlindungan social. Pertemuan tahun 2006 di Manila yang membahas
isu megenai fair trade. Pada tahun 2007 pertemuan dilaksanakan di
Bangkok dengan isu kesehatan dan keselamatan kerja. Sedangkan pada tahun 2008 ini dilangsungkan
di Vientiane dengan isu yang dibahas mengenai economic solidarity. Pertemuan
selanjutnya pada tahun 2009 akan dilaksanakan di SEWA India untuk belajar
mengenai koperasi. Pada tahun 2010 akan
dilangsungkan di Yogyakarta dengan isu manajemen risiko bencana dan perspektiv
gender. Sedangkan tahun 2011 akan
dilaksanakan di Kamboja dengan isu yang akan ditentukan kemudian.
Krisis global yang terjadi pada tahun 1997
dan 2008 menyebabkan jumlah pekerja informal meningkat di seluruh dunia. Belum lagi permasalahan ekonomi, khususnya
masalah kemiskinan teratasi, masalah kelangkaan pangan, lingkungan, dan perubahan
iklim menjadi ancaman yang semakin serius.
Masalah perlindungan social menjadi semakin tinggi, aktivitas produksi
menjadi semakin tinggi yang mengakibatkan risiko kesehatan dan keselamatan
kerja juga semakin tinggi.
Permasalahan global pekerja informal,
khususnya pekerja rumahan, pedagang kaki lima, dan pemulung semakin
tinggi. Harus ada konsolidasi dan
gerakan bersama secara local, nasional, regional, maupun internasional. Gerakan yang menjadikan pekerja informal
terlihat (visibility), terdengar (voice), dan dikenali (recognize). Gerakan yang teroganisir dan terdidik dengan
prinsip terpercaya (trust),
transformasi atau perubahan (transformations),
dan berkelanjutan (sustainability).
Tujuan gerakan global pekerja informal
adalah memperoleh keadilan (justice)
bagi pekerja informasl sedunia. Gerakan
yang telah diawali dan diperkenalkan oleh OXFAM. Gerakan yang dekat dengan gerakan perempuan,
khususnya isu gender, isu pekerja, dan anti human
trafficking. Selain itu juga
didukung oleh FNV yang bekerja untuk isu ekualitas dan peningkatan pendapatan
pekerja rumahan.
Sistem
Bank Desa di Laos
Aktivitas ekonomi yang baik membutuhkan
peran kepemimpinan yang baik pula.
Kepemimpinan yang baik akan
menjadi dasar dari pengaorganisasian aktivitas ekonomi yang baik. Kepemimpinan yang baik belajar dari
keseharian, belajar dari pengalaman (learning
by doing), keteladanan (leason
learned), dan penguatan (empowerment). Ketiganya merupakan dasar bagi pemberdayaan
masyarakat bidang ekonomi di Laos, aktivitas pemberdayaan dengan target
menciptakan pemimpin-pemimpin local melalui Bank Desa.
Bank Desa bukan saja menjadi sarana
pembangunan ekonomi pedesaan tetapi juga menjadi sarana pendidikan calon-calon
pemimpin local di bidang ekonomi. Sealin
itu Bank Desa berperan sebagai fasilitator dan katalitasor untuk masuk ke
pasar, baik pasar domestic maupun pasar intenasional (ekspor). Membangun jaringan pasar, bahkan sampai ke
pasar ekspor dilakukan oleh Bank Desa melaui berbagai peran. Selain membangun system yang berkelanjutan,
Bank Desa harus mampu mempersiapkan struktur keuangan yang kuat bagi pelakuk
usaha desa, selalu berusaha untuk menciptakan layanan baru, berbagi ide, dalam
proses-proses kerja yang demokratis.
Isu-isu ekonomi terbaru yang juga diserap
oleh Bank Desa seperti membership based
organization (MBO), fair trade, perlindungan
social, kesehatan dan keselamatan kerja, perspektif gender, partisipasi rakyat
dalam pembangunan, masalah lingkungan, dan keanekaragaman hayati juga telah
mulai dikerjakan. Bank Desa di Laos
diarahkan untuk menjadi sarana perlindungan ekonomi rakyat desa. Selain itu menjadi lembaga yang menjamin
perlindungan social dan juga memperhatikan isu kesetaraan gender.
Bank
dan Koperasi Wanita SEWA – India
Merupakan lembaga yang bekerja untuk
pekerja informal perempuan. Bertujuan
untuk menciptakan kemandirian (self
reliance) dan swadaya (self employment)
bagi perempuan pekerja informal.
Bercita-cita megangkat perempuan dan keluarga dari kemiskinan. Bukan saja sebagai lembaga keuangan tetapi
juga melaksanakan fungsi sosio ekonomi dan membangun kemandirian seutuhnya bagi
perempuan.
Aktivitas pelayanan yang diberikan oleh
SEWA Bank adalah simpanan, pinjaman, asuransi, pelayanan keuangan dari rumah ke
rumah, konsultasi keuangan, Anjungan Tunai Mandiri, dan dana pension. Program utama dari Bank SEWA adalah
mengangkat perempuan pekerja informal dari kemiskinan dan jeratan utang. Untuk mengatasi utang dari rentenis, Bank
SEWA menyediakan utang untuk pelunasan dan utang untuk produksi. Selama berutang akan mendapat pendampingan
dan pemberdayaan, baik produksi maupun manajerial. Selama berutang, selain membayar cicilan
pokok dan bunga yang sangat kecil juga termasuk tabungan dalam
angsurannya. Diharapkan setelah
berjalannya waktu, nasabah terbebas dari utang dan memiliki tabungan. Semakin tinggi tabungan, semakin tinggi
kredit usaha yang bisa diambil. Semakin
tinggi kredit usaha, diharapkan semakin tinggi pula produksi dan kondisi
keuangan yang membaik. Sehingga,
angsuran bukan hanya pembayaran utang dan tabungan tetapi didalamnya sudah ada
pula asuransi. Bahkan pada tingkatan
selanjutnya bukan hanya tabungan dan asuransi, tetapi juga tabungan untuk dana
pension. Prinsip Bank SEWA yang
berkelanjutan.
Proyek lain dari Bank SEWA adalah Proyek
URBA investasi bidang energy yang diinisiasi perempuan. Membuka akses energy (listrik) dengan
membangun pembangkit tenaga listrik serta mendistribusikan pada keluarga
miskin. Sarana pemberdayaan dan juga
mendapatkan pemasukan.
Tantangan yang harus dihadapi oleh Bank
SEWA adalah masalah lebarnya jurang (gap)
antara permintaan dengan keberadaan penawaran.
Selain itu pengayaan atau memperbanyak pelayanan keuangan bagi kaum
miskin tidaklah mudah. Juga masih
besarnya pengaruh dari agama dan budaya yang membelenggu. Belum lagi volatile (tidak stabil) tingkat
suku bunga. Belum lagi permasalahan
berfokus pada pemberian kredit atau pelayanan yang terintegrasi.
Pembelajaran yang dapat diperoleh dari Bank
SEWA adalah membangun keluarga bersama lingkungan sekitarnya. Juga bagaimana membangkitkan kemandirian
berbasis kekuatan diri sendiri dan rasa percaya diri sendiri yang kuat. Serta kecepatan dan ketangguhan menghadapi
berbagai bencana dan krisis.
Pembelajaran lain adalah memberikan kesempatan dan kepercayaan pada
perempuan miskin untuk mengelola keuangannya.
Contohnya adalah mengelolah utang macet dengan kepercayaan dan manajemen
yang baik. Tidak ada persyaratan apapun
untuk menjadi anggota SEWA dan menjadi nasabah Bank SEWA kecuali perempuan dan
miskin. SEWA melayani lebih dari sekedar
uang, membangun perempuan dan keluarga menjadi yang utama. Mengurangi pengeluaran dan meningkatkan
tabungan adalah pemberdayaan yang paling utama.
Serta kepemimpinan dan kemampuan teknis melalui pemberdayaan adalah
kunci kesuksesan.
AAC
Cambodia
AAC Cambodia telah mengadopsi
prinsip-prinsip fair trade dalam
aktivitas usaha para pengrajin (artisan)
dan telah menjadikan social economy sebagai
implementasi solidarity economic. Kunci sukses dari pelaksanaan fair trade dan solidarity economic di Kamboja adalah serikat buruh (trade union) yang kuat serta jaminan
hak-hak normative buruh oleh pemerintah.
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik, gaji yang layak, transparansi
pelaku usaha, dan tidak adanya diskriminasi menjadi kunci sukses ekonomi
solidaritas di Kamboja.
AAC merupakan lembaga jaringan yang
beranggotakan 41 organisasi, 1.989 pengrajin, dan 70% anggaotanya adalah
perempuan. Misi AAC adalah membangun
usaha social (social enterprises) ban
membangun kapasitas pendamping dan pelaku usaha untuk menjadi pelaku-pelaku
ekonomi yang mandiri.
Tantangan yang harus dihadapi oleh AAC adalah
keterbatasan pasar, sehingga harus membangun jejaring internasional yang
kuat. Serta, kurangnya pengalaman dalam
melakukan penetrasi pasar.
PATAMABA
Filipina
Organisasi pekerja rumahan yang saat ini
sedang berkonsentrasi untuk melakukan pendekatan keuangan mikro. Menggunakan semangat koperasi dan non
kapitalistik dan nilai-nilai ekonomi solidaritas yang dibalut dengan system dan
nilai serta kearifan local. Metoda yang
dipergunakan adalah pemberdayaan dan perubahan social.
Koperasi yang bernama TARLAC Women
Cooperative berusaha membantu pekerja rumahan lain yang sedang
menbutuhkan. Mengunakan semangat fair trade dan pasar social dalam
melakukan produksi dan pemasarannya.
Memiliki gabungan nilai dari koperasi dan korporasi dengan mengedepankan
kemampuan wirausaha, perbaikan lingkungan keluarga, memperjuangkan hak adat,
dan melakukan advokasi ketahanan pangan dan kesehatan reproduksi perempuan.
Aktivitas edukasi dan advokasi yang
ditunjang dengan kemampuan lobby dan
Advokasi, pembangunan kapasitas pendamping dan dampingan, kerjasama dan
jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan lain. Berprinsip pada Magna Carta untuk perempuan dan pekerja rumahan.
Lao
Women Center Saving Group
Merupakan kelompok dampingan dari Lao Women Union, didirikan pada o1 Juni
1997 yang memiliki anggota kurang
lebih 29.000 orang. Para anggota
tersebar di 285 village saving group dan
57 homeworkers saving group. Pada tahun 2002 menjalin kerjasama dengan
Thai Women Union. Selain tabungan juga menjalankan dana
bergulir.
Praktik tabungan yang telah menyebar di 6
provinsi di seluruh Laos telah berhasil menurunkan ketergantungan perempuan
pada rentenir (money rente). Hal ini dikarenakan setiap anggota wajib
memiliki tabungan sebelum mengambil utang dari Bank Desa tersebut. Dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan
social (social welfare). Saat ini untuk memperbesar peran Bank Desa,
diperkenankan untuk melakukan transaksi dalam mata uang asing (khususnya untuk
daerah wisata) dan memperlengkapi diri dengan kendaraan operasional bila
dibutuhkan khususnya untuk transportasi hasil pertanian seperti beras dan juga
hasil kerajinan.
Tingkat pengembalian (bunga) yang
disyaratkan oleh Bank Desa relative kecil.
Demikian pula dana yang disalurkan bersifat bertahap sesuai dengan
perkembangan usaha dan perekonomian nasabah tersebut. Pengorganisasian terus dilakukan untuk
meminimalisir rentenir. Metoda dengan
menabung dulu sebelum meminjam, mengikuti pelatihan-pelatihan, serta taat pada
dana bergulir menjadi cara yang cukup ampuh mengatasi ikatan rentenir yang
bunganya bisa mencapai 40% perbulan.
Pendidikan berbasis perspektif gender
diutamankan di Bank Desa. Pengelola dan
aktivis Bank Desa hamper semuanya perempuan.
Masyarakat, khususnya lelaki, mendukung gerakan Bank Desa dan banyak berperan
menjadi pengawas. Kesejahteraan social
sebagai tujuan utama Bank Desa dilakukan dengan mengatasi permasalahan social
dengan menciptakan jaminan social baik pribadi maupun komunitas. Laba yang diperoleh oleh Bank Desa diputar
kembali menjadi dana bergulir, kebutuhan administrasi, dan dana abadi
organisasi.
Pemerintah Laos dangat mendukung keberadaan
Bank Desa. Pemerintah Laos bukan saja
menjadi pengawas tetapi juga memberikan pendampingan melalui Lao Women Union
(LWU). Posisi LWU yang ada di Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Parlemen menjadikan nilai tawar LWU kuat.
Manajemen dan aturan di Bank Desa tidak
seragam tetapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing desa. Jaminan dan garansi tetap ada walau kecil. Proposal dan rencana penggunaan uang tetap
dimintakan pada nasabah pribadi maupun kelompok. Nilai utang tergantung dari nilai tabungan
yang dimiliki. Semakin besar tabungan,
semakin besar kredit yang bisa diperoleh, walaupun ada batas maksimal pinjaman.
Di Laos, pekerja perempuan didukung oleh
Bank Desa, tetapi di Laos tidak ada koperasi.
Aktivitas pasar dilaksanakan pula oleh Bank Desa. Produksi utama adalah bahan-bahan dari bamboo
(seperti besek, tusuk sate, batang dupa, dan lain sebagainya) yang diekspor ke
Thailand.
Homenet
Exco Meeting
Proyek Bill and Melinda Gates Foundation
(BMGF): Inclusive Urban Planning Project dikoordinir oleh HNSA sedangkan HNSEA
menjadi salah satu rekanan. Pendampingan
manajemen keuangan oleh KPMG Internasional.
Sehingga, dokumen harus lengkap dan administrasi harus rapi.
Akan dilakukan pertemuan untuk membuat
proyek aksi yang berkelanjutan (direncanakan pada September 2009). Setiap Negara wajib membuat laporan yang
langsung diserahkan ke secretariat HNSA dan tembusan ke sekretariat HNSEA sebagai
konsultan pendamping. Laporan terstandar
sesuai dengan arahan dari HNSA dan KPMG.
Dibutuhkan pekerja penuh waktu untuk (1)
coordinator program/proyek; (2) administrative dan keuangan. Selain tentu saja pendamping lapangan. Total anggran untuk staf dan proyek dan
pendamping maksimal 30% dari nilai proyek total.
Sub
Regional Assembly
Diikuti oleh 5 orang dari masing-masing
Negara anggota HNSEA. Dilaksanakan untuk
memilih Executive Committee yang
terdiri dari (1) HNSEA Coordinator; (2) Secretary; (3) Treasury; (4) Internal
Auditor.
Syarat menjadi anggota Exco adalah tidak
memiliki konflik kepentingan, khususnya dengan coordinator proyek-proyek
HNSEA. Proyek-proyek HNSEA diserahkan
pada professional. Khusus untuk proyek
BMGF, koordinasi harus stabil yang ditunjukkan dengan secretariat Homenet yang
tetap, baik untuk HNSEA maupun Homenet di masing-masing Negara.
Struktur Organisasi HNSEA
Pertemuan Anggota (General Assembly) yang diwakili oleh 5 orang setiap Negara.
GA memilih Sub Regional Council (berjumlah 15 orang, 3 orang dari
masing-masing negara).
GA memilih Executive Committee (Exco) yang terdiri dari: (1) Regional Cordinator; (2) Co-Coordinator; (3)
Secreatry (IEC); (4) Treasurer; (5) Internal Auditor (independent and not
member of council).
Hasil pertemuan:
1.
Wakil Koordinator (setiap
Negara terwakili), sehingga berjumlah 5 orang.
2.
Internal auditor ditiadakan
karena fungsinya telah dijalankan oleh Auditor Eksternal dari proyek BMGF.
3.
Kamboja dan Laos tidak bisa
mengirim wakil dari pekerja rumahan dalam Komite Eksekutif karena belum
teredukasinya pekerja rumahan. Catatan: melaksanakan
prinsip fair trade tetapi tidak ada
pekerja rumahan yang teredukasi?
4.
Rencana kerja HNSEA disesuaikan
dengan Proyek BMGF.
(1) Penguatan members based
organization (MBO).
(2) Pembangunan kapasitas (kepemimpinan) pekerja rumahan.
a.
Pelatihan organisasi dan
manajemen keuangan.
b.
Advokasi
c.
Pengembangan usaha.
d.
Fair trade dan pemasaran social.
e.
Kesehatan dan keselamatan
kerja.
(3) Bekerja dengan pembuat kebijakan nasional dan kelompok pekerja informal
lain.
(4) Avokasi untuk ratifikasi ILC177.
(5) Advokasi untuk ratifikasi ILC Asisten Rumah Tangga.
(6) Peningkatan akses perlindungan social bagi pekerja rumahan.
(7) Peningkatan partisipasi pekerja rumahan dalam pengambilan kebijakan
public.
(8) Pendokumentasian praktik-praktik baik edukasi dan advokasi pekerja
rumahan dalam bisang kesehatan dan keselamatan kerja, manajemen kebencanaan,
ketahanan pangan, perlindungan social, dan berbagai kegiatan lainnya.
(9) Meningkatkan kerjasama dan semangat berbagi antar homenet melalui
majalah, situs, video, dan berbagai sarana teknologi informasi dan komunikasi.
(10)
Bersuara lebih keras pada
pemerintah ASEAN.
(11)
Membangun kerjasama internasional dengan
serikat buruh, dan organisasi internasional lainnya, sebagai contoh aktif dalam
ASEAN Sosial Forum.
Forward
Foundation Thai (Bonsoom – Thailand)
Didirikan 10 tahun yang lalu dibantu oleh
JAICA Japan. Bergerak untuk mendampingi
pekerja formal. Pendanaan jangka panjang
membuka usaha jual beli kebutuhan anggota dan komunitas. Melakukan pengorganisasian dan pelatihan pada
pekerja formal di sekitar secretariat yayasan.
Melakukan edukasi kesehatan baik untuk perumahan dan lingkungan. Mendampingi pekerja rumahan yang mendapatkan
subkontrak dari perusahaan dan mengelolah limbah perusahaan. Bekerja bersama komunitas membangun rumah
layak huni dan lingkungan yang sehat, kurang lebih telah membangun untuk 1.500
keluarga. Staf dibayar dengan
menggunakan bantuan dari Global
Fund. Dana dari pemerintah minim dan
hanya untuk aktivitas harian tetapi dengan persyaratan dan harapan yang sangat
tinggi. Staf pendamping dibayar
berdasarkan proyek yang diperoleh.
Simpulan
dan Refleksi
1.
Apa yang akan terjadi pada
gerakan Homenet dengan adanya proyek BMGF?
Sistem baru, tujuan baru, dan harus diadopsi.
2.
Apa yang dimaksud dengan Member Based Organization (MBO)? Bagaimana peran pekerja rumahan sendiri
menghadapi dominasi pendamping dan NGO?
3.
Bagaimana dengan pekerja
rumahan di Laos dan Kambodia yang dalam kendali dan pengawasan Negara melalui
lembaga-lembaga pendamping?
4.
Bagaimana nasib fair trade di Kamboja yang hanya
mendampingi pekerja rumahan mandiri?
5.
Apa maksud social enterprise dan social
welfare? Siapa yang akan mengelola social enterprise, pekerja rumahan
ataukah pengusaha rumahan?
6.
Bagaimana hubungan lebih lanjut
antara HNSA dan HNSEA? Dominasi HNSA, khususnya di proyek BMGF kuat. Siapa nanti yang akan berkuasa saat akan
menjadi HomeNet International?
7.
Bagaimana nasib HomeNet
Indonesia? Apakah mau berubah menjadi MBO? Bagaimana peran pendamping yang sangat
dominan? Apalagi dengan adanya proyek
besar berjangka panjang dari BMGF.
8.
Kemana pekerja rumahan yang
sesungguhnya di Indonesia? Bukankah seharusnya maju ke depan dan memimpin?
9.
Bagaimana posisi pekerja
informal pada umumnya? Bagaimana tanggapan pekerja formal melalui serikat
buruh? Bagaimana pemerintah menyikapi tuntutan dari para pekerja, baik formal
maupun informal?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar