Pencinta alam adalah diksi yang benar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan bukan Pecinta Alam. Arti kata Pencinta adalah orang atau kelompok orang yang sangat suka dengan sesuatu, sedangkan Alam adalah segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit. Jadi, Pecinta Alam adalah seseorang atau sekelompok orang yang sangat suka dengan segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit.
Berangkat
dari arti katanya, Pencinta Alam merupakan seseorang atau sekolompok orang yang
benar-benar suka dan benar-benar dekat dengan alam, orang atau sekelompok orang
yang akan menjaga alam agar tetap lestari sehingga selalu dapat bercengkerama
dan hidup selaras dengan alam. Tetapi,
pada perkembangannya Pencinta Alam telah berkembang membias. Pencinta Alam bukan hanya menjadi sekolompok
orang yang bercengkerama akrab dengan alam tetapi berkembang menjadi kelompok
hobi, baik hobi olahraga alam seperti mendaki, tracking, rafting, offroading, panjat tebing, dan berbagai
hobi olahraga yang memanfaatkan alam sebagai sarananya. Selain itu, ada juga bias lain yang
menjadikan alam sebagai sarana untuk berpetualang dan mengadu nyali. Berpetualang menyusuri hutan, mendaki gunung
untuk menaklukkannya, atau sekedar camping
menikmati indahnya alam. Sedangkan
esensi sesungguhnya, cinta akan alam seringkali hilang dan terabaikan karena lebih
mengedepankan hobi dan kesenangan ketimbang mencintai alam dengan benar.
Bias arti
kata pencinta alam bukan saja mengakibatkan alam hanya dijadikan obyek
kesenangan semata bahkan seringkali malah merusak alam itu sendiri. Aktivitas yang bukannya melestarikan alam
tetapi malah menghancurkannya tanpa merasa bersalah dan bahkan menjadi
kebanggaan semu. Bahkan, motto Pencinta
Alam yang telah disepakati seperti “tidak meninggalkan apapun kecuali jejak,
tidak mengambil apapun kecuali gambar/foto, dan tidak membunuh apapun kecuali
waktu” hanya menjadi slogan semata bagi para pencinta-pencinta alam palsu. Alam bukan dilestarikan tetapi malah
dieksploitasi atas nama kesenangan, bahkan menjadi ajang bisnis yang hanya
mencari keuntungan semata.
Belum lagi,
Pencinta Alam menjadi ajang proyek bagi sebagian orang atau pemahaman tentang
pelestarian alam yang lazim disebut dengan kata konservasi. Pemikiran yang parsial dalam melakukan
pelestarian atau konservasi dengan mengatasnamakan focus atau konsentrasi,
tetapi sebenarnya alasan isu seksi yang menjadi dasarnya. Ada banyak kasus seperti penghijauan, hanya
menanami lagi hutan tanpa melihat sejarah ekologinya, menjadikan penghijauan
menjadi ajang intriduksi vegetasi asing yang akan merubah habitat secara
keseluruhan. Ada juga organisasi yang
berfokus pada penyelamatan satu jenis satwa saja, padahal hutan tidak dihuni
oleh satu jenis satwa saja, akibatnya ekosistem hutan tidak dipandang sebagai
satu kesatuan tetapi terpilah-pilah.
Fokus tidak salah, kalau memang diperlukan, tetapi kalau hanya berfokus
pada satu satwa saja, bagaimana dengan nasib satwa-satwa lainnya.
Mari kita
renungkan bersama-sama, bias-bias yang terjadi dari arti kata Pencinta Alam
yang sesungguhnya. Apakah hobi
berolahraga dan berpetualang di alam yang hanya untuk memuaskan ego sebagai
motivasi kita? Apakah dengan melakukan penghijauan tanpa memperhatikan
keanekaragaman hayati dan ekosistem menjadi tujuan kita? Apakah hanya dengan menyelematkan satu satwa
cukup untuk menyelamatkan hutan dan seisinya?
Olahraga, Petualangan, dan Konservasi
Olahraga alam
saat ini telah menjadi salah satu kegiatan olahraga yang banyak diminati
orang. Baik olahraga alam yang
menggunakan alam sebagai obyeknya ataupun olahraga luar ruangan (outdoor) yang menggunakan fasilitas
buatan yang dibuat semirip mungkin dengan alam. Berkembang pesatnya outbound, tracking, camping, rafting, hiking, offroading baik itu
sepeda, motor trail, maupun jeep, juga menyelam dan berbagai olahraga alam dan
luar ruangan menjadi hobi banyak orang saat ini. Walaupun tidaklah murah, tetapi hobi olahraga
alam dan ruangan tetap berkembang dan semakin berkembang. Tetapi apakah mereka dapat disebut Pencinta
Alam? Jawabannya belum tentu. Karena, tidak sedikit para penghobi olahraga
ini bukan saja tidak mengabaikan kaidah-kaidah pelestarian alam, tetapi malah
dengan sengaja merusak alam demi kenyamanan hobinya. Kita akan coba lihat satu persatu.
Outbound sebagai salah
satu hobi yang paling merebak saat ini, bukan hanya dimanfaatkan oleh
perusahaan bahkan sekolah dan bahkan kelompok ibu-ibu PKKpun memanfaatkannya. Apakah ada yang salah dengan outbound? Tentu saja tidak, bila tetap
mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam.
Seringkali, operator outbound dengan
sengaja merubah kontur tanah, memotong pohon di alam, atau menandai batu di
sungai dengan cat untuk menandai aktivitas outbound
yang sedang dioperasikannya. Belum
lagi selesai acara, pemahaman mengenai membawa pulang sampah anorganik
diabaikan, sehingga peserta outbound membuang
sampah seenaknya. Tentu saja berbeda
dengan yang dilakukan oleh P-WEC, bukan hanya kenyamanan dan keselamatan tetapi
kaidah konservasi selalu masuk dalam kegiatan outbound yang dioperasikannya.
Tracking atau dalam bentuk
yang lebih mudah disebut dengan hash, aktivitas
jalan-jalan di alam. Apa yang terjadi?
Ya sekadar jalan-jalan. Menelusuri jalan
pedesaan, terkadang juga masuk ke hutan, bahkan susur pantaipun ada. Bukannya menikmati dan menjaga alam supaya
tetap indah dan lestari, berapa banyak ranting yang dipatahkan untuk menjadi
penunjuk jalan? Berapa banyak kertas dan bahkan penanda lain seperti tali rafia
atau cat semprot di pohon dan batu atau penanda dengan bahan anorganik lain
yang dijadikan penanda bagi peserta hash atau
tracking? Benarkah itu ciri-ciri dari Pencinta Alam?
Demikian pula
dengan camping, aktivitas berdiam di
alam untuk beberapa saat menikmati indahnya alam. Kegiatan camping
baik yang dihelat oleh organisasi tertentu ataupun yang dilaksanakan secara
mandiri seharusnya menyatu dengan alam dan belajar dari alam. Tetapi apa yang terjadi? Seringkali dan bahkan teramat sering, camping malah merusak alam. Bukan saja saat camping dengan mandi di sungai atau danau dekat camping ground yang menjadi tempat
mandi-cuci-kakus raksaksa, tetapi setelah camping
selesai, arena yang ada menjadi tempat sampah raksaksa pula. Belum lagi berbatang-batang pohon harus
ditebangi dahan-dahannya karena api unggun yang dinyalakan selama acara.
Belum lagi hiking, naik gunung yang menjadi ritual
wajib para kelompok Pecinta Alam. Semeru
contohnya, berapa banyak sampah yang tidak dibawah turun oleh para manusia yang
menyebut dirinya pendaki? Belum pula offroading yang hanya untuk
gagah-gagahan dan memompa adrenalin tanpa kesadaran untuk merawat alam. Walau tidak semua tentunya, karena ada
beberapa organisasi atau kelompok offroader
yang sangat perhatian pada kelestarian alam, contohnya dengan selalu membawa
kantong plastic untuk membawa pulang sampah dan tidak melakukan offroad di Taman Nasional. Tetapi tidak bisa dipungkiri, berapa banyak
yang saat offroad membuang sampah
sembarangan dan memasuki Taman Nasional karena rutenya menantang.
Kalau
menajdikan olahraga alam hanya sebagai hobi semata dan tidak merawat alam
apalagi tidak mengindahkan pelestarian alam, apatah mereka pantas disebut
sebagai Pencinta Alam? Kalau hanya untuk
gagah-gagahan dan sekedar memompa adrenalin tetapi merusak alam, apatah pantas
kalau mereka disebut sebagai Pencinta Alam?
Kalau hanya ingin mengeruk untung dengan menjadi operator olahraga alam
dan malah merusak alam, apatah pantas mereka disebut sebagai Pencinta Alam?
Petualangan,
sebuah aktivitas menantang ganasnya alam dengan hidup selaras dengan alam. Pertualangan akhir-akhir ini telah menjadi
aktivitas yang lazim. Bila di jaman
dulu, orang berpetualang untuk mencari ilmu atau pengalaman batin, pada saat
ini petualang telah tereduksi menjadi aktivitas untuk mencari tantangan baru
dan ajang pembuktian diri bagi manusia-manusia modern. Petualangan bukan lagi sarana untuk mencari
ilmu dan pengalaman batin, tetapi petualangan telah menjadi ajang untuk
melepaskan diri dari rutinitas dan tropi bagi diri sendiri karena telah
mencapai sesuatu yang berbeda dan tidak banyak orang bisa melakukannya, Bahkan, petualangan telah menjadi ajang bisnis
bagi beberapa operator yang menawarkan petualangan sebagai sarana wisata lain,
dan tentu saja dengan biaya yang tidaklah murah. Contoh, tidak sedikit paket-paket wisata yang
menawarkan petualangan menyelam, mendaki gunung, berkemah di hutan, atau
tinggal dan berkemah di dalam Taman Nasional.
Bahkan beberapa tempat wisata alam artifisial seperti Taman Safari
menawarkan petualangan tracking tengah
malam diantara kandang-kandang satwa raksaksanya.
Apakah petulang
dan petualangannya adalah Pencinta Alam?
Belum tentu. Petualang sejati
adalah Pencinta Alam sejati, mereka pasti akan memperhatikan kelestarian alam
bukan hanya menikmati alam semata.
Petualangan yang dibalut dengan paket-paket wisata telah banyak
ditawarkan, menjadikan petualangan bukan suatu ritual bercengerama dengan alam
lagi. Petulangan akan dipermudah dengan
berbagai fasilitas, jalan disiapkan, kemah tempat bermalam telah siap, bahkan
untuk urusan buang airpun disiapkan, tentu saja dengan peralatan artifisial dan
modern. Bila petualangan sudah sedemkian
mudah dan sudah demikian enak, maka kekusyukkan cengkerama dengan alam pasti
akan memudar dan berganti dengan senda gurau para peserta paket
petualangan. Hilang sudah makna dan arti
petualangan berganti dengan cerita tentang wisata di alam. Tentu saja, alat-alat artifisial dan
tempat-tempat menginap yang dipersiapkan telah merubah wajah alam menjadi
terbuka dan tidak alami lagi.
Demikian pula
dengan konservasi, konservasi yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki arti “pemeliharaan dan perlindungan
sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan
mengawetkan; pengawetan; pelestarian”.
Jadi, konservasi alam merupakan usaha memelihara dan melindungi alam
untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan, dengan jalan melestarikannya. Kata kerja yang memiliki makna dalam, karena
memelihara dan melilndungi memiliki arti tanggungjawaab untuk menjaga
lestarinya alam baik dengan berbagai cara.
Memeilihara memiliki makna yang lembut, sedangkan melindungi memiliki makna
yang tegar dan agresif, demi lestarinya alam agar terhindar dari kerusakan
apalagi kemusnahan. Tentu saja untuk
memelihara dan melindungi butuh yang namanya kesungguhan dan ketulusan. Sayangnya, makna konservasi telah juga
mengalami bias. Bias bukan saja karena
dijadikan proyek untuk mengeruk keuntungan bagi beberapa orang atau kelompok
orang, terbukti banyak organisasi, komunitas, bahkan pribadi yang mencari uang
dengan mengatasnamakan konservasi.
Dimana ketulusannya? Dimana kesungguhannya? Patutlah dipertanyakan. Selain itu, banyak pula perusahaan dan
korporasi perusak alam baik dengan melakukan eksploitasi dan juga melakukan
pencemaran alam memanfaatkan program-program dan proyek-proyek yang nama
konservasi untuk ajang “membayar” dosa dan kesalahannya. Dengan mengucurkan sejumlah uang, yang tidak
sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkannya, seakan-akan dosa dan
kesalahannya terhadap alam bisa dihapuskan dengan sekejap mata. Tentu saja dengan memanfaatkan pribadi atau
organisasi konservasi abal-abal. Sebuah
kolaborasi maut, dari para perusak alam.
Konservasi: Penghijauan, Perlindungan Satwa, dan
Kelestarian Hutan dan Isinya
Konservasi
adalah kegiatan mulia, aktivitas yang memiliki tujuan yang sangat baik. Di luar bias-bias yang terjadi, bias yang
dilakukan oleh anasir-anasir pencari keuntungan, masih banyak pribadi dan
organisasi juga komunitas yang melakukan aktivitas konservasi dengan sepenuh
hati dan dengan sungguh-sungguh melakukannya.
Sayangnya, sekali lagi, karena ketakfahaman akan arti dan makna
konservasi alam secara utuh banyak pribadi, komunitas, dan organisasi yang
melakukan konservasi secara parsial, sebagian-sebagian dan tidaklah utuh. Ada kegiatan konservasi yang hanya
mengedepankan penghijauan, menanam dan terus menanam, melakukan introduksi
flora besar-besaran tanpa mengindahkan fauna dan segenap ekosistemnya. Ada pula kegiatan konservasi yang hanya
memperhatikan perlindungan terhadap satu spesies satwa tanpa peduli pada satwa
yang lain apalagi hutan tempat tinggalnya, ujung-ujungnya menyisakan masalah
yang tidak kecil. Padahal, kalau kita
kembali pada arti kata Konservasi Alam, hanya dengan merujuk pada Kamus Besar
Bahasa Indonesia saja, jelas diterangkan bahwa konservasi alam itu haruslah
bersifat holistic, melindungi seluruh ekosistem, hutan dan isinya termasuk juga
manusia yang berada di dekatnya, bahkan seluruh planet dan seluruh penghuninya
tanpa terkecuali.
Penghijauan
adalah baik, karena akan menjadikan hutan dan kawasan yang gundul kembali
menghijau. Bukan saja menjadi sumber
oksigen yang besar, bukan pula menjadikan sumber mata air kembali mengalir,
bukan pula menadi pencegah bahaya banjir dan longsor, tetapi dapat juga sebagai
lumbung makanan untuk mempersiapkan ketahanan pangan bagi manusia. Tetapi, hutan tetaplah hutan, hutan bukan
saja tumbuhan, tetapi hutan harus berpenghuni, dan penghuni hutan adalah satwa,
binatang liar. Kalau penghijauan hanya
berupa tumbuhan, apalagi tumbuhannya adalah tumbuhan produksi, maka dapat
dipastikan penghuni hutan hasil penghijauan tadi bukanlah satwa atau binatang
liar, tetapi akan berpenghuni manusia.
Bila hal itu yang terjadi, penghijauan (reboisasi) atau penghutanan
kembali (reforestasi) gagal mencapai tujuan.
Karena bukan hutan yang jadi tetapi menjadi perkampungan dan hunian baru
bagi manusia. Kemana satwanya? Kemana
binatang liar penghuni asli hutan? Lari tunggang langgang karena hanya akan
diusir oleh manusia, difitnah sebagai hama.
Apalagi kalau kemudian penghijauan dan penghutanan kembali dilakukan
atas nama hutan produksi alias perkebunan monokultur. Akibatnya pasti lebih para lagi.
Demikian pula
dengan aktivitas konservasi yang hanya mengatasnamakan penyelamatan satwa saja,
apalagi cuman berfokus pada satu spesies saja.
Tanpa memperhatikan habitatnya, tanpa memperhatikan hutan atau lautan
atau angkasa tempat tinggal satwa-satwa tersebut, sama juga artinya dengan
menciptakan kehancuran alam. Ekstrimnya,
tidak masalah hutan rusak, tidak masalah lautan hancur, tidak masalah angkasa
porak poranda asal sang satwa menjadi fokusnya selamat. Pertanyaan selanjutnya, mau ditaruh dimana
satwa-satwa itu? Apakah harus dibuatkan sangtuari tersendiri, tempat tinggal
artifisial yang terjaga? Jangan-jangan malah menjadi tempat hiburan baru? Sebagus-bagusnya tempat tinggal baru yang
dibuatkan manusia, pasti tidak akan sebaik dan senyaman hutan tempat tinggal
asli satwa-satwa tersebut.
Konservasi
alam bukan parsial terpisah-pisah, penghijauan atau penghutanan kembali saja,
bukan pula penyelamatan satwa saja apalagi cuman satu spesies. Konservasi alam adalah upaya menjaga dan
melilndungi alam secara keseluruhan, menjaga dan melindungi lestarinya
kehidupan. Bukan hanya tumbuhan dan
hutan, bukan pula lautan, bukan pula satwa sebagai penghuninya, tetapi juga
manusia yang ada di sekitar hutan dan manusia-manusia lain yang hidup dalam
satu ekosistem besar, ekosistem planet bumi.
Konservasi alam seharusnya melibatkan perlindungan dan penyelamatan
tumbuhan, hutan, dan lautan beserta satwa sebagai penguhinya, termasuk juga
manusia. Ekosistem besar, habitat besar
yang bernama BUMI.
Profauna Indonesia: Bukan Sekedar Pencinta Alam Biasa
Profauna
Indonesia, organisasi konservasi alam yang berawal dari organisasi kecil
bernama Konservasi Satwa Bagi Kehidupan (KSBK) yang berdiri sejak tahun 1994,
telah melihat visi jauh ke depan.
Sebagai kelompok atau organisasi yang berangkat dari Pencinta Alam,
melihat bahwa aktivitas Pencinta Alam bukanlah sekedar olahraga luar ruangan
atau hobi berpetualang tetapi Pencinta Alam yang mengedepankan Konservasi Alam
sebagai basis kegiatannya. Terlihat dari
nama yang mengedepankan kata “Konservasi” dan “Bagi Kehidupan”, berfokus pada
“Satwa” tetapi juga memperhatikan habitat (hutan) dan seluruh ekosistem
bumi. Walau kemudian berubah nama
menjadi “Profauna Indonesia” semangat awal untuk melakukan “konservasi” pada
“satwa” dan ditujukan untuk lestarinya “kehidupan” tidak pernah luntur ataupun
bergeser.
KSBK yang
bermetamorfosis menjadi Profauna, laksana metamorphosis
dari ulat menjadi kepompong dan akhirnya menjadi kupu-kupu. Semakin indah dan semakin memberi warna bagi
konservasi alam di Indonesia. Tetapi
Profauna tidaklah menutup mata dan menjadikan para supporter-nya militant yang
tanpa pengetahuan dan keterampilan yang tidak memadai. Setiap Supporter Profauna pasti dibekali
kemampuan dan keterampilan untuk “survive”
di alam dengan kaidah-kaidah Pencinta Alam yang sebenarnya. Olahraga alam ataupun luar ruangan bukan saja
biasa diadakan dalam setiap pertemuan, bukan pula hanya sebagai peserta saja,
tetapi setiap supporter punya kesempatan untuk berkembang menjadi fasilitator outbound, tinggal bersukarela menjadi
relawan (voulenteer) di P-WEC, kesempatan
berolahraga alam sekaligus belajar lebih jauh lagi sampai menjadi fasilitator
terbuka lebar. Hobi tersalurkan,
pengetahuan dan keterampilan bertambah, bahkan bila mumpuni dapat menjadi bekal
untuk ditularkan pada kawan atau tempat yang lain. Kesempatan yang mahal yang tidak banyak
ditawarkan oleh organisasi atau komunitas lain.
Petualangan?
Bukan hal aneh di Profauna. Petualangan
yang ditawarkanpun mulai dari yang sangat mudah, murah, dan meriah seeperti Back to Nature (BTN), petualangan
menikmati alam sekaligus melakukan aktivitas konservasi seperti pengetahuan
tentang membawa pulang sampah sampai bersih-bersih sampah di lokasi. Sedikit lebih berat tetapi menyenangkan dan
sarat dengan edukasi konservasi seperti Wild
Animal Watching (WAW), berpetualang singkat, identifikasi satwa dan
habitatnya, edukasi ke masyarakat sekitar, petualangan dengan makna
mendalam. Belum lagi bila ada
ekspedisi-ekspedisi untuk identifikasi dan pendataan seperti raptor watch dan berbagai program yang
lain, menawarkan petualangan jangka panjang tetapi sarat dengan muatan edukasi
dan advokasi konservasi. Organisasi mana
lagi yang menawarkan kesempatan berpetualangan sekaligus belajar dan juga
advokasi?
Di Profuana,
pengetahuan dan keterampilan yang diberikan pada para supporter bukan hanya urusan olahraga alam tetapi juga kemampuan
bertahan hidup (survival) di
alam. Pengetahuan buka tenda, berkemah
yang aman bagi alam, dan dasar-dasar kepencinta alaman lain juga
diberikan. Melalui Profauna Camp pendidikan dan pelatihan dasar-dasar survival diberikan bersamaan dengan
pengetahuan dan keterampilan Bird and
Animal Watching, juga dasar-dasar advokasi dan edukasi konservasi. Pengetahuan dan keterampilan yang akan terus
berkembang bila sang supporter terlibat
aktif dalam setiap kegiatan Profauna.
Bahkan pada tingkatan lebih lanjut, pengetahuan dan keterampilan sebagai
ranger, mulai dari beladiri, rafting¸offroading trail, dan berbagai
keterampilan lain akan diberikan pada para supporter
yang benar-benar berkomitmen pada konservasi alam. Belum lagi pengetahuan lain yang mendukung
kerja-kerja konservasi seperti jurnalistik, fotografi, bahkan manajemen aksi
(kampanye) diberikan dengan cuma-Cuma pada para supporter. Belum lagi
kesempatan untuk membantu korban bencana, dengan merawat hewan ternaknya.
Organisasi mana yang memperlengkapi supporter-nya
dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan konservasi alam selengkap
Profauna? Lebih aneh (baca: hebat) lagi,
semua diberikan nyaris gratis.
Profauna Indonesia: Bukan Sekedar Konservasi tetapi
Menjaga Lestarinya Hutan dan Isinya
Hari-hari
ini, banyak sekali komunitas dan organisasi yang bekerja di bidang konservasi,
tetapi cakupan kerjanya tidaklah menyeluruh.
Ada komunitas dan organisasi yang bekerja hanya menfokuskan pada
penghijauan atau penghutanan kembali, ada pula yang bekerja dengan hanya
melakukan penyelamatan satwa spesies tertentu saja, da nada pula yang cukup
luas cakupannya seperti menjaga dan melindungi hutan tetapi tidak
mengikutsertakan masyarakat seputar hutan.
Berbeda dengan organisasi dan komunitas konservasi kebankayan, Profauna
Indonesia merupakan organisasi konservasi alam yang sebenarnya. Profauna Indonesia bukan saja menyerukan dan
mengusahakan lestarinya hutan, tetapi juga satwa penghuni hutannya, bahkan
lebih jauh lagi dengan melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat
seputar hutan, dan bahkan melangkah lebih jauh lagi karena mengadvokasi dan
mengedukasi masyarakat secara luas tentang arti penting lestarinya hutan dan
satwa bagi kehidupan manusia. Sebuah
konservasi alam yang universal dan holistic, karena menjadikan seluruh planet
bumi menjadi satu ekosistem dan habitat yang utuh.
Walau bernama
Profauna, bukan berarti yang menjadi perhatian hanya Fauna saja. Sejak dari awal berdiri, Profauna memiliki
perhatian pada konservasi alam secara holistic, konservasi alam secara
menyeluruh. Dengan menjadikan satwa
sebagai titik berangkatnya, Profauna juga memperhatikan hutan sebagai habitat
satwa yang harus turut dilestarikan.
Kesadaran yang terbangun dari pemikiran dan perenungan yang mendalam,
tidaklah mungkin perlindungan dan penyelematan satwa tanpa menyelamatkan
habitat hidupnya. Melalui Motto “Lebih
Indah Di Alam”, jelas-jelas Profauna bukan hanya sekedar melakukan konservasi
satwa, dan kemudian memindahkannya ke suatu tempat yang aman, tetapi konservasi
satwa beserta hutan sebagai habitatnya. Pemikiran dan perenungan yang melintasi batas
di masa awal berdiri, sementara organisasi memfokuskan cakupan kerjanya hanya
pada perlindungan dan penyelematan satwa saja atau pada hutan saja, Profauna
sudah jauh lebih maju dengan melakukan konservasi satwa dan hutan.
Bukan hanya
sampai disitu saja, Profauna memiliki visi yang lebih jauh lagi. Konservasi satwa (dan hutan) adalah untuk
kesejahteraan umat manusia juga.
Terbukti, nama awal Profauna adalah Konservasi Satwa Bagi Kehidupan
(KSBK). Tentu saja disini bukan hanya
lestarinya kehidupan satwa dan hutan, tetapi lestari dan sejahteranya kehidupan
umat manusia. Kesadaran yang jauh lebih
tinggi ketimbang yang dimiliki oleh organisasi-organisasi konservasi lingkungan
lainnya. Kesadaran yang berasal dari
pemahaman yang mendalam, bahwa manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa
keberadaan satwa (fauna) dan hutan (flora).
Bumi bukanlah milik manusia sendiri, bumi merupakan tempat hidup dan
berkembang biak satwa dan tumbuhan, dan satu dengan yang lain saling terkait
satu dengan yang lain. Musnahnya satwa
dan rusaknya hutan, pasti akan menghancurkan kehidupan manusia itu
sendiri. Sehingga, konservasi alam
(satwa dan hutan) ditujukan bukan semata untuk para satwa dan hutan itu semata,
tetapi ditujukan pada lestari dan sejahteranya kehidupan manusia. Kesadaran akan bumi yang satu, bumi yang
menjadi tempat tinggal seluruh makhluk hidup.
Jadi,
profauna bukanlah organisasi yang cuma sayang binatang atau menjaga lestarinya
satwa untuk kepentingan satwa itu sendiri.
Profauna adalah organisasi yang melakukan konservasi satwa beserta hutan
sebagai habitat tempat tinggal dan berkembang biak satwa. Lebih jauh lagi, Profauna adalah konservasi
satwa dan hutan demi kesejahteraan seluruh umat manusia. Profauna adalah organisasi yang melakukan
konservasi alam seutuhnya, melindungi dan menjaga lestarinya alam secara
menyeluruh. Konservasi untuk lestari dan
sejahteranya satwa (fauna), hutan (flora), dan manusia. Konservasi untuk seluruh planet bumi beserta
seluruh makhluk hidup dan seluruh isinya.
Adakah organisasi konservasi lingkungan atau konservasi alam lain yang
seholistik dan sevisioner seperti Profauna?
Refleksi
Menginjak
usianya yang ke 20 tahun, Profauna bukan berjalan dengan mulus dan
lempang. Ada berbagai bahan tantangan
dan hantaman bahkan pengkhianatan.
Tetapi, bila menilik usia yang menginjak 2 dekade telah membuktikan
Prafauna mampu menjadi organisasi konservasi alam yang kuat dan tangguh serta
konsisten. Terbukti, dari tahun ke
tahun, supporter yang menjadi
kekuatan Profauna tidaklah menyusut tetapi malah semakin bertambah banyak,
semakin beragam, dan semakin tersebar ke seantero nusantara, bahkan sampai ke
beberapa manca Negara.
Usia yang
semakin panjang dan anggota yang semakin banyak bukanlah ukuran utama dari
keberhasilan sebuah organisasi.
Konsistensi yang teguh dan kontribusi yang semakin besar kepada
sejahternya kehidupan merupakan ukuran utamanya. Dan ternyata, Proafuna telah
mampu meraih seluruhnya, baik prestasi utama berupa konsistensi dan kontribusi
maupun prestasi usia dan banyaknya supporter. Tantangan ke depan, bukan saja
mempertahankan prestasi-prestasi besar ini tetapi memberpesar lagi prestasi
yang harus diraih. Prestasi yang
ditujukan bukan untuk kepentingan pendiri, pengurus, atau organisasi, tetapi
kepada kehidupan. Bukan hanya menjaga
lestarinya satwa dan hutan, tetapi juga untuk kehidupan manusia, untuk
menciptakan kesejahteraan seluruh makhluk dan planet bumi.
Selamat ulang
tahun Profauna, tetap semangat, selalu konsisten, dan semakin banyak berkarya
bagi lestarinya alam, lestarinya satwa dan hutan untuk kehidupan yang lebih
baik bagi umat manusia. Dirgahayu….. Memayu Hayuning Bawana……..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar