Kamis, 09 Maret 2023

Analisis Triple Bottom Line Pada Kasus Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng


Disampaikan pada Uji Publik Kasus Pembangunan Pabrik Semen di Rembang

FISIP Universitas Airlangga, Surabaya 12 Juni 2015


PENGANTAR

Aktivitas dan pembangunan ekonomi baik dalam bentuk ekonomi mikro seperti aktivitas bisnis dalam berbagai skala maupun ekonomi makro dalam bentuk industrialisasi dan kebijakan pembangunan tidak hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya atau kemakmuran dalam bentuk materi yang sebanyak-banyaknya. Elkington (1997) mengemukakan sebuah pemikiran bahwa aktivitas ekonomi haruslah memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu people (manusia), planet (alam atau lingkungan), dan profit (keuntungan).  Aktivitas ekonomi, khususnya industrialisasi yang hanya memperhatikan aspek profit semata tanpa mengindahkan aspek people and planet bukanlah aktivitas ekonomi yang berkesinambungan tetapi merupakan aktivitas eksploitasi (manusia dan alam) untuk memperoleh keuntungan (sebesar-besarnya) dalam jangka pendek.

 

Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Jawa Tengah, menimbulkan polemik tersendiri.  Ancaman kehancuran alam dan potensi pemcemaran lingkungan akan menganggu keseimbangan alam.  Bukan hanya itu, ribuan manusia yang mengantungkan hidup dari tanah dan air Pegunungan Kendeng akan terancam tergusur bahkan terusir dari tanah kelahirannya. Sebuah ancaman bagi manusia dan alam yang kentara di depan mata atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.  Mendahulukan kepentingan ekonomi jangka pendek dengan menghancurkan kemanusiaan dan lestarinya alam.  Pegungungan Kendeng dan Anak-Anak Kendeng laksana menjadi tumbal untuk pembangunan di tempat-tempat lain.

 

 

 

TRIPLE BOTTOM LINE

 

Triple Bottom Line dikemukakan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, Elkington (1997) mengembangkan konsep Triple Bottom Line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice. Perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memerhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

 

Konsep Tripple Bottom Line (People, Planet, and Profit) merupakan konsep bisnis dan aktivitas ekonomi yang berbeda.  Konsep yang mengedepankan kepentingan jangka panjang (going concern concept) dari aktivitas ekonomi secara makro dan entitas ekonomi secara mikro.  Konsep yang mengedepankan bukan pada pencarian keuntungan (profit) yang hanya bersifat jangka pendek. Konsep yang menjadikan keuntungan (profit) sebagai dampak dari pemberdayaan masyarakat dan karyawan (people) dan pelestarian alam (planet). 

 


 

Aspek-aspek yang terdapat dalam Triple Bottom Line adalah sebagai berikut (Wibisono, 2007).

 

1. People

Masyarakat di sekitar perusahaan adalah salah satu stakeholder penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan sehingga perusahaan akan selalu berupaya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat. Operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak bagi masyarakat sekitar, sehingga perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Secara ringkas, jika perusahaan ingin tetap mempertahankan usahanya, perusahaan juga harus menyertakan tanggung jawab yang bersifat sosial.

Aspek manusia (people) mengedepankan konsep pemberdayaan masyarakat baik karyawan, konsumen, maupun masyarakat secara umum. Konsep yang menjadikan entitas ekonomi berorientasi untuk mengedukasi dan memberdayakan manusia sebagai factor utama menjaga pertumbuhan dan kelanjutan usaha yang manusiawi. Bila masyarakat teredukasi dengan produk yang berkualitas apalagi dengan harga terjangkau, dijamin kesetiaan konsumen pada produk dan perusahaan akan terjaga.  Di sisi lain, karyawan yang teredukasi dengan baik akan menciptakan tenaga kerja yang mumpuni untuk memproduksi produk yang bermutu sekaligus efisien dalam biaya. 

 

2. Planet

Selain aspek people, perusahaan juga harus memperhatikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis, kerapkali sebagian besar perusahaan tidak terlalu memperhatikan hal yang berhubungan dengan lingkungan, karena tidak ada keuntungan langsung. Dengan melestarikan lingkungan, perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kenyamanan dan ketersediaan sumber daya yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

Aspek alam dan lingkungan (planet) bagi entitas ekonomi menjadikan kelestarian alam sebagai dasar untuk bukan hanya menjaga keberlanjutan bahan baku dan energy, tetapi benar-benar menjaga lestarinya planet Bumi sebagai satu-satunya tempat hidup manusia.  Bahan baku dan energy yang lestari akan menjamin kelangsungan usaha entitas ekonomi dalam jangka panjang sekaligus menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang nyaman dan asri.  Bukan hanya memperhatikan bahan baku dan energy, tetapi polusi dan sampah yang dihasilkan oleh perusahaan hendaknya ramah lingkungan dan memiliki dampak yang sangat kecil bagi lingkungan. 

 

3. Profit

Profit merupakan unsur penting dan menjadi tujuan dari setiap kegiatan usaha dan aktvitas ekonomi. Fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.

Sedangkan aspek keuntungn (profit) menyatakan bila manusia sudah berdaya dan planet tetap lestari, profit atau keuntungan akan datang dengan sendirinya baik keuntungan yang dinikmati oleh manajemen sebagai agen pengelola entitas maupun investor sebagai pemilik entitas ekonomi tersebut.  Jadi, keuntungan atau profit bukanlah menjadi tujuan pertama dan utama, tetapi menjadi dampak dari kinerja perusahaan yang baik dan bertanggung jawab.  Keuntungan yang akan bersifat jangka panjang dan berkesinambungan (going concern). 

POTENSI EKONOMI PEGUNUNGAN KENDENG

 

 

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2013/04/16/1626344p.jpg

 

Menurut data yang dihimpun oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), potensi ekonomi kawasan kendeng adalah sebagai berikut.

 

Mata air di pegunungan Kendeng merupakan sumber pengairan bagi 2.010 hektar sawah yang terletak di kaki pegunungan Kendeng Utara. Menghidupi 91.688 jiwa warga Kecamatan Sukolilo, 69.842 jiwa di Kecamatan Kayen dan 47.774 jiwa di Kecamatan Tambakromo. Dengan rata-rata tiap hektar menyerap 280 orang tenaga kerja. Jika pembangunan pabrik semen memanfaatkan 2.688 hektar lahan, maka dapat dipastikan sekitar 752.640 orang yang terserap di bidang pertanian kehilangan mata pencariannya.

Ratusan mata air mengalir sepanjang tahun di Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo. Dalam batasan rencana pembangunan pabarik semen PT SMS terdapat ratusan mata air yang mengalir sepanjang tahun (bukan musiman) dengan debit air rata-rata antara 0,06 liter/detik sampai 219 liter/detik.  Saat ini, jumlah penduduk semakin bertambah sehingga kebutuhan air semakin meningkat. Jika setiap 1 mɜ batu kapur mampu menyerap 96 liter air, maka masyarakat Kabupaten Pati akan kehilangan 768.000 liter air/hari bila penambangan 8.000 ton batu kapur akan dilakukan oleh PT SMS. Kondisi ini akan berdampak luas karena dari analisis morfologis, 75% wilayah Kabupaten Pati dialiri oleh sumber air dari Pegunungan Kendeng.  

Ekosistem di dalam mulut gua berair dan dihuni oleh kelelawar dalam jumlah besar. Terdapat penambangan fosfat dari kotoran kelelawar. Kelelawar berguna untuk kontrol hama dan kotoran kelelawar dapat dijadikan pupuk. Di area seluas 2.025 hektar hasil penelitian PT SMS hanya menemukan 24 mata air aktif dan 12 gua. Sedangkan hasil penelitian dari ASC dan JM-PPK menemukan 109 mata air dan 34 gua. Seluruh gua yang ditemukan berair yang artinya gua-gua tersebut merupakan sungai bawah tanah sebagai bagian sistem hidrologi tanah di atas gua masih ada.

Sedangkan data potensi ekonomi yang dikumpulkan oleh Ning Fitri (2014) Direktur Eksekutif WALHI Jawa Tengah adalah sebagai berikut.

 

Kondisi bentang alam Pegunungan Kendeng terdiri dari daratan tinggi dan daratan rendah, ketersediaan sumber air sangatlah bagus.  Hal ini menjadikan pola pemanfaatan alam oleh masyarakat Kendeng di sector kehutanan, perkebunan dan petanian tinggi. Masyarakat Kendeng hidup sangat tergantung dengan pemanfaatan sumber daya alam yang ada, baik dari pemanfaatan lahan untuk menanam tanaman produksi sebagai sumber ekonomi utama, maupun pemanfaatan sumber air untuk konsumsi air bersih guna pemenuhan kebutuhan domestik yaitu minum, mencuci dan mandi, serta irigasi dan untuk kebutuhan ternak.

 

Di Kecamatan Kayen dan Tambakromo pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan dengan komoditas utama adalah padi, jagung, kacang hijau dan ketela pohon. Dalam 1 tahun mampu menghasilkan 2 kali panen padi dan 1 kali panen palawija. Untuk daerah yang lebih rendah, air mengalir sepanjang tahun sehingga mampu 3 kali panen padi. Masyarakat juga memanfaatkan potensi alam yang lain yaitu potensi untuk sumber pakan ternak sapi, kambing dan ternak lainya. Lahan perhutani yang akan di pakai untuk areal tambang merupakan kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang selama ini di kelola oleh masyarakat yang tergabung dalam kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) untuk pertanian dengan sistem tumpang sari seperti jagung, kacang, ubi-ubian dan berbagai jenis palawija.  Sekitar 2.756 hektar lahan Perhutani yang saat ini dikelola oleh kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang sebagian besar masuk di wilayah yang akan menjadi lahan pertambangan PT SMS.

 

Jika diasumsikan bahwa setiap orang menggarap 0,5 hektar lahan, berarti ada 5.512 orang penggarap. Menurut perkiraan JM-PPK, dari 5.512 orang tersebut, 65% berada di lahan yang akan digunakan sebagai lahan tambang PT SMS. Maka, kurang lebih 3.582 petani anggota LMDH akan kehilangan pekerjaan. Belum lagi ditambah dengan berapa keluarga yang akan kehilangan lahan pertanian sawah, tegalan dan lain-lain yang juga belum tentu bisa mendapatkan pekerjaan lain sesuai harapan. Sementara itu, pihak pabrik semen hanya menyediakan lahan pekerjaan untuk 1.650 orang pada saat konstruksi dan hanya 800 orang untuk tahap operasi.

 

 

Data potensi ekonomi kawasan Pegunungan Kendeng lain yang ditabulasi oleh Poppy Ismalina (Akademisi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta) adalah sebagai berikut

 

Secara keseluruhan sumber daya alam di wilayah Pegunungan Kendeng telah memberikan kemanfaatan bagi 91. 688 jiwa di Kecamatan Sukolilo dan 73. 051 jiwa di Kecamatan Kayen. Mata air di pegunungan Kendeng merupakan sumber pengairan untuk 2.010 hektar sawah yang terletak di kaki Pegunung Kendeng Utara. Sistem irigasi sawah menggunakan irigasi teknis yang untuk di sebelah utara Sungai Juana II dan Sungai Juana I yang menggunakan sistem pompanisasi. Khusus Sedulur Sikep, tercatat ada 1.197 jiwa sedulur sikep yang menggarap lahan pertanian di wilayah Kecamatan Sukolilo, Baturejo, Gadudero, Kedumulyo dan Kasiyan.

Pembangunan pabrik semen dipusatkan di Desa Kedomulyo. Sedangkan Penambangan batu kapur di Pegunungan Kendeng meliputi Desa Sukolilo, Sumbersoko, Gadudero, Kedomulyo, dan Tempo gunung.  Penambangan tanah liat dilakukan di lahan pertanian Desa Gadudero, Desa Baturejo, dan Desa Kasihan.

 

Pada saat ini banyak lahan tegalan yang di tanami pohon jati, ternyata hasil produksinya juga tidak kalah dengan tanaman yang sifatnya musiman. 1 hektar tegalan yang  ditanami 600 pohon jati dalam jangka waktu 9 tahun bisa dipanen. Harga jual Rp40juta dikurangi biaya produksi (bibit dan perawatan) Rp2juta  akan memberikan hasil rata-rata Rp4,2juta/tahun.

 

Jumlah penduduk di Pegunungan Kendeng sebanyak 29.474  jiwa terdiri 5.894 Kepala Keluarga. Seperempat dari total Kepala Keluarga atau kurang lebih 1.473 KK bermata pencarian sebagai peternak sapi.  Setiap KK rata-rata memiliki 2 ekor ternak sapi atau 2.946 ekor sapi. Bila  harga rata–rata sapi sebesar Rp5juta, maka penghasilan total adalah sebesar Rp14,7milyar. Pendapatan total ini belum termasuk ternak kambing. Ternak sapi dan kambing merupakan pendapatan tahunan.  Pakan didapat dari jerami di saat masa panen dan rumput di saat tidak ada panen. Sehingga, untuk mendapatkan pakan, dibutuhkan lahan sawah dan air yang mengalir sepanjang tahun.

 

Terdapat 79 mata air yang mengalir sepanjang tahun di Kecamatan Sukolilo. Walaupun yang masuk dalam batasan yang ditetapkan oleh pabrik semen ada 42 mata air yang mengalir sepanjang tahun (bukan musiman). Debit mata air tersebut paling kecil 0,06 liter/detik dan paling besar 178 liter/detik. Total debit yang merupakan sisa tersebut 1.009.6 liter/detik.  Perhiitungan debit air tersebut hanya merupakan sisa dari debit total dikurangi oleh masyarakat.  Mata air itu tersebar dari wilayah yang paling tinggi sampai yang paling rendah di Kecamatan Sukolilo. Dari analisis morfologis, 75% wilayah Kabupaten Pati dialiri oleh sumber air dari Pegunungan Kendeng.

 

 

PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN

 

Kawasan Pegunungan Kendeng yang kaya akan kapur menjadi daya tarik investasi perusahaan-perusahaan semen di Indonesia, mulai perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sampai perusahaan swasta.  Pada tahun 2009, PT Semen Gresik Tbk yang akan membangun pabrik semen di Desa Kedumulo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati berhasil dibatalkan oleh sedulur-sedulur yang tergabung di JMPPK dengan Omah Kendeng-nya.  Tetapi beberapa saat kemudian, di akhir tahun 2010 masuk PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk melalui perusahaan anaknya PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), perusahaan semen swasta berusaha masuk dan membangun pabrik semen yang sedang berlangsung dan mendapat perlawanan sampai hari ini (Effendi, 2013).

 

Dengan alasan potensi bahan baku semen yang melimpah di Pegunungan Kendeng, perusahaan semen berlomba-lomba untuk membangun pabrik semen di Kendeng.  Dengan potensi pemanfaatan bahan baku untuk produksi selama 55 tahun dengan kapasitas produksi 3,84 juta ton untuk 5 tahun pertama dan menjadi 7,68 juta ton untuk 50 tahun selanjutnya.  Sumberdaya yang listrik yang dipergunakan sebesar 120 Megawatt pertahun dengan bahan bakar batubara dan bahan bakar material alternatif lainnya.  Diperkirakan tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 1.650 orang selama masa konstruksi dan 800 orang tenaga kerja saat operasioal.  Investasi yang dibutuhkan sebesar Rp4 Trilyun sampai dengan Rp5 Trilyun.  Lokasi pabrik akan menempati 11 desa di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo memerlukan luas kawasan pabrik seluas 180 hektar.  Luasan kawasan bahan baku untuk batu kapur dibutuhkan luasan seluas 2.025 hektar dan untuk tanah liat seluas 663 hektar yang meliputi tanah Negara, kas desa, perhutani, dan tanah rakyat yang berada di 5 Kabupaten, yaitu Kabupaten Pati, Rembang, Kudus, Grobogan, dan Blora (Fitri, 2013).

 

Studi Kelayakan pembangunan yang dilakukan PT SMS dapat dirangkum sebagai berikut (Poppy Ismalina).

1.    Kebutuhan tenaga kerja pembangunan pabrik semen selama masa kontruksi 1.650 orang dan pada saat operasi sebanyak 800 orang tenaga kerja.  Tenaga kerja yang dibutuhkan meliputi: (1) tenaga kerja internal perusahaan, dan (2) tenaga kerja eksternal untuk keperluan jasa angkutan semen, jasa kontruksi, dan lain-lainnya.

2.    Kebutuhan lahan untuk pabrik semen (1) Sawah seluas  kurang lebih 639 hektar, (2) Tegalan seluas kurang lebih 794 hektar sehingga dibutuhkan total 1.433 hektar lahan.

3.    Kebutuhan bahan baku untuk produksi sebesar 2,5 juta ton semen/tahun atau 8.000 ton semen/hari adalah: (1) batu kapur sebanyak   kurangl lebih 11.700 ton/hari; (2) tanah liat sebanyak  kurang lebih 2.600 ton/hari; (3) PB dan PS sebanyak kurang lebih 120 ton/hari; dan (4) Gipsum sebanyak kurang lebih 320 ton/hari.

4.    Kebutuhan Energi (1) Listrik sebesar sekitar 105 Kwh/ton semen; dan (2) Batubara untuk pembangkit tenaga listrik sebesar sekitar 1.200 ton/hari.

5.    Kapasitas Produksi yang dihasilkan pada tahun pertama sampai keempat sebesar 8.000 ton/hari. Sedangkan mulai tahun kelima sampai tahun kelima belas akan bertambah dua kali lipat menjadi 16.000 ton/hari.

6.    Biaya investasi yang dibuthkan sekitar  Rp4,5trilyun.

 

PT SMS berbekal berbagai Surat Rekomendasi dan Perijinan seperti (1) Izin lokasi pendirian pabrik No. 591/021 tahun 2011 dan IUP terbaru No. 591/608/2014, (2) ijin kegiatan penambangan batu kapur dengan IUP No. 545/002/2011 dan yang terbaru No 545/002/2014 serta, (3) penambangan tanah liat dengan IUP No. 545/001/2011 dan IUP terbaru No. 545/001/2014, yang dikeluarkan oleh kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Pati melakukan aktivitas pembangunan parbik semen.  Padahal, di lokasi pabrik semen banyak ditemukan mulut gua dan sumber air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat di kelima kabutapen tersebut.  Bahkan, keberdaan gua yang banyak dihuni oleh kelelawar bermanfaat sebagai pengendali hama pertanian masyarakat setempat.  Bahkan, Gua Wareh, Gua Lowo, dan Gua Pancur telah berkembang menjadi tempat pariwisata (Fitri, 2013).

 

Menurut hasil survey dan penelitian dari Yayasan Acintyacunyata (1997) dan Semarang Caver Association (SCA), Acintyacunyata Speleogical Club (ASC), dan JMPPK Pati (2012) menyatakan bahwa Pegunungan Kendeng adalah kawasan Karst.  Tetapi, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalaui Surat Keputusan Nomer 0398 K/40/MEM/2005 tentang penetapan Kawasan Karst Sukolilo, dan Nomer 2641 K/40/MEM/2014 tentang penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo, menetapkan kawasan Pegunungan Kendeng tidak masuk menjadi Kawasan Karst Sukolilo, sekalipun posisi kawasan ini tidak terpisah dari kawasan yang tetapkan sebagai kawasan karst tersebut (Fitri, 2013).

 

 

ANALISIS TRIPLE BOTTOM LINE

 

Studi kelayakan pabrik semen PT SMS  hanya memuat perhitungan ekonomi dan produksi (pendapatan dari produksi dikurangi biaya produksi yang akan menghasilkan laba).  Analisis mengenai dampak-dampak negatif diserahkan pada Studi AMDAL.  Pada studi kelayakan tidak secara rinci menjelaskan biaya-biaya apa saja yang dibutuhkan dalam pembangunan pabrik semen PT SMS tersebut. Di sisi lain, keuntungan produksi tidak memiliki dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Studi kelayakan tidak pula memberikan nilai ekonomi dari dampak-dampak terhadap lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya dari rencana pembangunan pabrk semen tersebut.  Studi AMDAL yang dilakukan hanya sebatas formalitas dan tidak memiliki kekuatan penegakan hukum. Seringkali tidak memasukkan seluruh dampak-dampak lingkungan yang mungkin muncul.

 

Analisis Aspek Manusia (People)

1.    Terjadi perpindahan tempat tinggal karena rumah dan tanahnya sudah terbeli.

2.    Hilangnya mata pencaharian karena lahan pertanian dan peternakan yang terbeli.

3.    Pengangguran dalam jumlah besar karena hanya sebagian kecil tenaga kerja yang terserap di pabrik semen (karena alasan pendidikan dan ketrampilan).

4.    Hilangnya semangat kekeluargaan dan kebersamaan karena terpencar.

5.    Rusaknya tatanan sosial dan budaya.

6.    Terjadi gegar budaya karena berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industry, dari petani yang bekerja untuk dirinya sendiri menjadi buruh yang bekerja untuk orang lain.

7.    Muncul konflik horizontal antara kelompok pendukung dan kelompok penolak pembangunan pabrik semen.

Analisis Aspek Lingkungan (Planet)

1.    Perubahan fungsi lahan-lahan pertanian menajdi kawasan tambang.

2.    Perubahan fungsi sumber mata air dan tingginya pencemaran akibat termanfaatkan untuk kebutuhan pabrik semen.

3.    Perubahan ekosistem pada lingkungan sekitar karena pertambangan.

4.    Hilangnya sumber mata air karena daerah resapan dan daerah penyimpanan habis tergerus ditambang untuk bahan baku semen.

5.    Terjadinya Polusi udara, suara, dan zat-zat limbah berbahaya lainnya.

6.    Tergerusnya Karst sebagai tangkapan dan penyimpanan air.

7.    Perubahan suhu udara menjadi lebih panas.

Analisis Aspek Ekonomi (Profit)

Analisi ekonomi melalui studi kelayakan hanya mengedepankan aspek ekonomi tanpa memasukan eksternalitis atau dampak negative dari pendirian pabrik semen.  Dampak-dampak negatif yang akan timbul, seperti dampak lingkungan dan sosial budaya dalam Studi Kelayakan Ekonomi tidak muncul sama sekali. Sehingga, dampak negative dan eksternalitis dari pembangunan pabrik semen harus memunculkan nilai rupiah untuk dapat dijadikan dasar pertimbangan ekonomis.

 

 

Pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng hanya mementingkan satu aspek, yaitu aspek profit dan bukan saja tidak mengindahkan tetapi benar-benar menisbihkan aspek people apalagi planet.  Pembangunan pabrik semen mengancam kelestarian alam dan menghancurkan lingkungan yang akan menghilangkan potensi pertanian di Kecamatan Kayen dan Tambakromo.  Pertanian yang mampu menghasilkan 2 kali panen padi dan 1 kali panen palawija setiap tahun, bahkan untuk daerah yang lebih ke utara mampu menghasilkan 3 kali panen padi akan terancam mati karena pasokan air dari Pegunungan Kendeng yang menyusut, hilangnya predator alami hama pertanian karena kelelawar tidak ada lagi, dan pencemaran akibat aktivitas pabrik semen.  Belum lagi peternakan sapi, kambing, dan ternak-ternak lain juga akan kesulitan untuk hidup dan berkembang biak. Pada akhirnya, cita-cita akan Ketahanan Pangan apalagi Kedaulatan Pangan bukan hanya terancam gagal tetapi malah dimatikan sendiri oleh penguasa birokrasi dan peguasa modal.

 

Kawasan hutan yang terancam oleh keberadaan pabrik semen ada yang masuk lahan Perhutani yang dimanfaatkan sebabagi kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) juga yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) untuk pertanian tumpang sari dan palawija.  Kawasan Perhutani yang dikelola oleh LMDH seluas 2.756 hektar yang sebagian besar akan masuk lahan tambang PT SMS.  Bila diasumsikan setiap kepala keluarga mengelola 0,5 hektar (asumsi JMPPK) maka petani pengelola sebanyak 5.512 orang dan 65%-nya berada di kawasan tambang maka ada 3.582 kepala keluarga akan kehilangan kehidupannya (Fitri, 2013).  Walaupun pabrik semen menjanjikan pekerjaan untuk 1.650 orang dimasa kontruksi dan 800 orang saat produksi tentu tidak sebanding dengan 3.000 sampai 5.000 orang yang kehilangan pekerjaan sebagai petani.  Belum lagi, budaya sebagai petani yang bekerja untuk diri sendiri dan berubah menjadi buruh bukanlah perkara muda dan pasti akan terjadi gegar budaya.  Demikian juga budaya agraris yang akan hilang dan digantikan dengan budaya industry yang pasti akan mengakibatkan gegar budaya.

 

Permasalahan lain yang ditimbul dari aspek manusia (people), bukan hanya ancaman terhadap kehidupan social berupa konflik horizontal.  Adanya kelompok yang menolak dan kelompok yang menerima pembangunan pabrik semen menjadi masalah baru yang menganggu keharmonisan dan kegotongroyongan masyarakat di Kawasan Kendeng.  Kelompok yang mendukung pembangunan parbik semen adalah kelompok yang menerima keuntungan dari masa pembangunan dan operasional pabrik, khususnya aparat desa dan kuasa birokrasi lainnya. Sedangkan penolak pembangunan pabrik adalah petani yang terancam kehidupannya.  Masuknya pihak luar seperti aparat pemerintahan kabupaten, aparat kemanan, dan bahkan preman malah memperkeruh keadaan.  Tentu saja, kampanye hitam dan bahkan intimidasi pada para penentang pembangunan pabrik semen sudah menjadi modus operandi lazim (Fitri, 2013). Keberadaan pembangunan pabrik semen bukan menyejahterakan rakyat malah menyengsarakan rakyat Pegunungan Kendeng.  Pihak yang diuntungkan bukanlah rakyat setempat tetapi malah dari luar kawasan Pegunungan Kendeng, sedangkan rakyat setempat bukan saja dirugikan tetapi akan terancam kehidupannya bukan saja untuk saat ini tetapi sampai 55 tahun mendatang dan bahkan akan mungkin menjadi semakin hancur setelah masa itu karena Pegunungan Kendeng telah benar-benar hancur dan pabrik semen berhenti beroperasi.

 

 

 

 

REFLEKSI

 

Aktivitas ekonomi dan bisnis bukan semata mencari keuntungan sebesar-besarnya dalam jangka pendek, tetapi seharusnya bersifat jangka panjang dan berkelanjutan.  Aspek keuntungan (profit) tidak mungkin dihilangkan dari aktivitas ekonomi dan bisnis, tetapi ada aspek lain yang tidak bisa diabaikan apalagi diabaikan, yaitu aspek manusia (people) dan aspek alam atau lingkungan (planet).  Tanpa manusia yang terbangun dan terberdayakan, niscaya pembangunan ekonomi dan aktvitas bisnis akan mandek dalam waktu singkat.  Aspek manusia bukan hanya sebagai sumberdaya manusia yang bekerja tetapi juga sebagai pasar penyerap aktivitas ekonomi dan bisnis. Tentu saja bila kehidupan social dan budaya tidak tercerabut karena adanya aktivitas bisnis dan ekonomi.  Demikian pula dengan aspek alam dan lingkungan, bila alam sebagai penyedia sumberdaya hancur akan terjadi kelangkaaan yang mengakibatkan mahalnya aktivitas ekonomi dan bisnis. Selain itu, bila alam telah hancur manusia juga tidak akan bisa hidup, dan bila kehidupan telah hancur maka hancurlah semuanya apalagi cuman aktivitas bisnis dan ekonomi.

 

Berkaca pada kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, nampak jelas hanya aspek profit yang dikedepankan dan dijadikan satu-satunya alasan.  Bukan saja mengabaikan tetapi telah menisbihkan aspek manusia (people) yang seharusnya menjadi subyek pembangunan ekonomi dan aktivitas bisnis.  Bahkan aspek alam dan lingkungan (planet) yang menjadi daya dukung utama kehidupan manusia malah menjadi obyek penghancuran besar-besaran.  Ancaman terhadap kehancuran alam dan kerusakan lingkungan yang pada ujungnya menjadi penghancur kehidupan Nampak jelas di depan mata.

 

Perlawanan rakyat telah dilakukan, kawan-kawan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) melalui Omah Kendeng telah berlangsung sekian lama.  Mereka bukanlah anti terhadap pembangunan, tetapi mereka dipaksa untuk mempertahankan diri dari ancaman kerusakan.  Bukan hanya kerusakan alam yang akan dihadapinya tetapi hancurnya kehidupan yang dicegah.  Perlawanan dalam berbagai cara telah dilakukan, perlawanan budaya, perlawanan social, perlawanan hukum, sampai perlawanan politik telah dilakukan.  Tetapi, seperti diberbagai tempat yang lain, bila kuasa modal telah meninggi libido kerakusannya dan berkelindan dengan kuasa birokrasi yang syahwat untuk menggeruk keuntungan sedang memuncak, perlawanan rakyat seakan menabrak tembok besar nan kokoh.

 

 

Surabaya, 12 Juni 2015

Dipersembahkan untuk sedulur-sedulur di Kendeng.

 


 

REFERENSI

 

Effendi, M. N., & Wibowo, M. A. 18 Agustus  2013. Merajut Kisah di Sepanjang Kendeng. Suara Merdeka.

 

Effendi, M. N. 18 Agustus  2013. Metamorfosis Lumbung Pangan. Suara Merdeka.

 

Elkington, J. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Oxford: Capstone Publishing.

 

Fitri, N. 2014. Rencana Pembangunan Pabrik Semen, Penambangan Batu Kapur dan Tanah Liat Oleh PT Indocement di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Direktur Eksekutif WALHI Jawa Tengah.

 

https://geoenviron.wordpress.com/2011/12/26/geologi-pegunungan-kendeng/

 

Ismalina, P….. Valuasi Ekonomi Kawasan Pegunungan Kendeng. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

 

Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) ….. Rencana Pembangunan Pabrik Semen PT SMS: Catatan Kritis Masyarakat Kendeng

 

Sanyotohadi, H. 2000. Perjuangan Masyarakat Samin untuk Hak Asasi Manusia dan Demokrasi. Majalah Ilmiah Humaniora PRANATA, Vol XII No. 1. Hal. 34—44. ISSN 082-0887.

 

Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility. Gresik: Fascho Publishing

 

Widi, H. 16 April 2013. Naga Tidur, Penjaga Keseimbangan Kendeng.  http://tanahair.kompas.com/read/2013/04/16/16285419/Naga.Tidur.Penjaga.Keseimbangan.Kendeng.

 

 

  

Tidak ada komentar: