Kamis, 09 Maret 2023

MELAWAN KUASA KORPORASI: WARGA WOTGALIH, YOSOWILANGUN, LUMAJANG MENGHADANG ANTAM

 Kabar Dari Lumajang: “Refleksi Perjuangan Warga Wotgalih Menolak Tambang”

Selamatkanbumi.com - Af | On 24, Peb 2013

Kabar Dari Lumajang: “Refleksi Perjuangan Warga Wotgalih Menolak Tambang”

Oleh A.M. RIDWAN (Petani Wotgalih, Lumajang)
Wotgalih, 22 Januari 2013

Tidak terasa sudah hampir 3 tahun lamanya warga Wotgalih berjuang mempertahankan lingkungannya dari ulah tangan jahil manusia yang ingin merusak lingkungan dengan cara mengeksploitasi alam alias penambangan. Sumber daya alam(SDA) di Wotgalih yang kita ketahui adalah limpahan pasir besi yang tak terbaharukan.

Sang penambang/perusak lingkungan, dengan berbagai cara mereka memaksakan diri untuk bisa mengambil SDA yang ada diwilayah pesisir selatan pantai. Perusahaan pertambangan atau korporasi banyak mengumbar janji dengan dalih tambang untuk kesejahteraan rakyat, jika selesai ditambang akan memperbaiki lingkungan,dan masih banyak lagi buaian yang mereka iming-imingkan kepada warga, tapi beruntung karena warga punya iman dan mereka tahu jika SDA tersebut tak tebaharukan alias tidak bisa diganti dengan apapun dan sifatnya habis.

Yang paling penting adalah bahwa warga menolak karena pasir tersebut dibuat Tuhan sebagai peredam dan benteng pemukiman penduduk dari ganasnya ombak laut selatan, terutama warga nantinya tidak mau mewariskan lingkungan yang rusak kepada anak cucunya kelak, bisa-bisa cepat atau lambat jika alam dirusak maka yang terjadi lambat laun justru bencana dan malapetaka yang datang.

Korporasi mempunyai kekuatan financial yang lebih, dengan demikian mereka bisa berbuat apa saja yang mereka mau, bahkan pemerintah/penguasa yang seharusnya melindungi serta mengayomi rakyatnya, justru mereka melindungi dan mendukung pada pengusaha atau korporasi untuk merusak lingkungan dengan cara menambang untuk kepentingan sesaat dan mereka tidak berfikir bagaimana kehidupan masyarakat selanjutnya.

Sudah menjadi pemandangan umum dinegeri ini jika ada masalah seperti ini, masyarakat mengadu untuk menyampaikan aspirasi dengan cara apapun kepada pemerintah/penguasa tetapi mereka tidak memberikan solusi dan penyelesaian sama sekali kepada rakyatnya.

Dimana-mana diwilayah negeri tercinta ini, seperti saudara-saudara di Kebumen, Kulonprogo, Porong/Sidoarjo, Bima dan sebagainya. Begitu pula upaya yang dilakukan masyarakat Wotgalih. Justru korporasi dan penguasa bekerjasama dengan segala cara agar penambangan bisa lolos antara lain warga dipecah belah, menggunakan preman, menggunakan aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi dan mengayomi warga.

Disinilah timbul ketidakadilan kepada rakyat utamanya rakyat kecil. Contoh banyak terjadi kriminalisasi, bahkan tindakan reperesif aparat sampai jatuh korban jiwa dan banyak contoh kejadian-kejadian lainnya. Beginilah Hak-hak masyarakat dirampas dan merasa terjajah serta terinjak-injak harga dirinya.

Kapankah negeri ini bebas dari penjajahan kapitalis? Kapankah pemerintah/penguasa baik eksekutif, legislatif dan yudikatif berlaku adil, mengayomi, memperhatikan serta melindungi rakyatnya? Tapi kami akan tetap tidak akan menyerah dan terus berusaha menolak tambang pasir besi sekuat tenaga juga memanjatkan do’a kepada sang pencipta alam semesta”lidungi dan selamatkan kami dari orang-orang yang merusak alam ciptaanmu sebagai tempat tinggal kami, jauhkan kami dari orang yang berjiwa serakah, sadarkan bagi orang yang merusak alam ciptaanmu.

Merusak alam/mengeksploitasi SDA yang tak terbaharukan sama dengan merusak tempat tinggal kita sendiri& juga merusak diri kita sendiri. Mari rawat alam kita dengan baik sebagai tempat tinggal kita dan warisan untuk anak cucu kita kedepan, mari kita perangi dan cegah perusakan alam seperti penambangan, karena bila tidak maka bencana/adzab dari Tuhan yang datang. Bencana datang bukan dari Tuhan tapi datang dari sifat ulah keserakahan manusia itu sendiri .

Maka dari itu kita ingat masa perjuangan nenek moyang kita mempersatukan diri melawan kolonialis, dengan semangat proklamasi kemerdekaan akhirnya bangsa kita indonesia ini bisa merdeka. Begitu pula saat sekarang ini kita menghadapi penjajahan kapitalis, maka jika ingin menang kita harus bersatu dalam menghadapi kaum serakah kapitalis.

”BERSATU KITA TEGUH BERCERAI KITA RUNTUH/RAWE-RAWE RANTAS MALANG-MALANG PUTUNG”.

 

 

KRONOLOGI

LumajangZone.Blogspot.com - Rabu, 02 Maret 2011

PRO KONTRA PASIR WOTGALIH - LUMAJANG


Lokasi tambang pasir besi di wilayah Desa Wotgalih Kec. Yosowilangun, yang saat ini masih menjadi pro-kontra warga sekitar, kemungkinan akan dikelola oleh pihak lain. Semula, rencana penambangan akan dilakukan oleh PT Antam. Namun, karena timbul pro-kontra terhadap rencana penambangan oleh PT Antam tersebut, maka terbuka peluang bagi pihak lain untuk mengelolanya. Sejauh ini, dikabarkan pihak TNI Angkatan Udara bermaksud menyewa dan mengelola lokasi tambang pasir besi di wilayah Wotgalih tersebut. Demikian keterangan Humas PT (Persero) Perhutani Lumajang, Gatot.

PT. Antam sendiri, belum meneruskan kegiatan penambangan, karena masih timbul pro-kontra. Persoalannya, adalah ijin lingkungan dan amdal yang dimilikinya, tidak melibatkan seluruh warga masyarakat di sekitar lokasi. Sehingga, di masyarakat tidak ada kesatuan paham di dalam penambangan yang dilakukan oleh PT Antam. Bahkan, pro-kontra itu, telah jauh terseret ke ranah hukum.

Rencana pengelolaan tambang pasir besi di wilayah Desa Wotgalih oleh pihak TNI AU, kata Gatot, akan bekerjasama dengan sebuah PT yang sudah berpengalaman. Hanya saja, pengelolaannya tetap harus melalui prosedur yang berlaku. Ijin rekomendasi wilayah, misalnya, harus diurus terlebih dahulu ke Kementerian Kehutanan. Sedangkan ijin penambangan merupakan kewenangan Kementerian ESDA.

Di sisi yang lain, Gatot mengungkapkan, wilayah Perhutani yang mengandung potensi tambang pasir besi di Kab. Lumajang luasnya mencapai ratusan hektar. Di luar Wotgalih saja, luasnya kurang lebih 250 hektar. Di lokasi luar Wotgalih itu, sudah ada pihak PT yang bermunat mengelolanya. Proses ijinnya tengah berjalan di Kementerian. Wilayah Perhutani tersebut, kini, sebagian dikelola sebagai lahan pertanian. Dan sebagian merupakan kawasan pantai.
[Lumajang.go.id]

 

Lumajang - Warga Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur,  masih trauma dengan keberadaan PT Aneka Tambang yang berencana melakukan penambangan pasir besi kembali di pesisir Pantai Selatan desa itu.  Hal ini dikatakan Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Lumajang, Rochani, yang juga bekas camat Yosowilangun.

Rochani mengatakan kepada pers di Lumajang, hari Minggu 11 Juli 2010, trauma tersebut dirasakan warga Wotgalih akibat kegiatan penambangan yang sebelumnya pernah dilakukan PT Antam. "Trauma ini masih melekat karena sosialisasi yang dilakukan PT Antam atas rencana penambangan pasir besi kembali dirasa kurang mengena," tutur Rochani yang baru bulan Juli 2010 menjabat sebagai Kepala Bakesbangpol Linmas Kabupaten Lumajang.

Dia menuturkan, kegiatan PT Antam yang dulu tidak memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat. "Sebagian besar masyarakat belum merasakan kontribusi langsung PT Antam," katanya, sehingga saat ini situasinya menjadi berbeda dengan sebelumnya.

"Dulu peran pemerintah daerah dan masyarakat sangat kecil dalam menentukan jadi tidaknya operasi sebuah perusahaan pemerintah di daerah. Namun, sekarang ini andil pemeritah daerah dan masyarakat cukup besar atas jadi tidaknya kegiatan penambangan pasir besi di sana," kata Rochani.

Menurut dia, PT Antam sendiri berencana untuk memberikan kontribusi dengan penambangan pasir besi yang akan kembali dilakukan. "Informasinya Rp 3 ribu per ton pasir besi," kata Rochani. Hanya saja, kontribusi itu tampaknya kurang disosialisasikan. Berbeda dengan pihak yang kontra terhadap PT Antam yang selalu menyuarakan dampak negatif yang ditimbulkan.

Rochani mencontohkan, penggalangan opini untuk menolak PT Antam itu dilakukan secara sistematis melalui pengajian-pengajian di desa setempat. "Dan, ini tidak diimbangi oleh PT Antam atau masyarakat yang pro PT Antam," katanya. Karena itu, opini penolakan PT Antam yang beredar di kalangan masyarakat saat ini sulit dibendung.

 

foto

 

"Pendekatan kepada kelompok-kelompok kecil masyarakat belum dilakukan, sudah berani mengumpulkan seluruh masyarakat," katanya. Akibatnya, situasi saat ini tengah memanas.

Ketua Komisi Amdal Kabupaten Lumajang, Ninis Herawati, mengatakan bahwa potensi kerusakan lingkungan yang diakibatkan penambangan pasir besi oleh PT Antam sejauh ini belum perlu dikhawatirkan. "Dampak negatifnya masih bisa dikelola," kata Ninis. Pihaknya saat ini msaih terus menyidangkandraftpengajuan perpanjangan Amdal yang dilakukan PT Antam. Ninis tidak mau mengomentari penolakan masyarakat terhadap PT Antam. "Bedakan penolakan masyarakat dengan pembahasan Amdal," katanya.

 

 

Akhirnya...Rekomendasi Komnas HAM Kisruh Wotgalih Keluar

http://pedomannusantara.com/berita-akhirnyarekomendasi-komnas-ham-kisruh-wotgalih-keluar.html

http://pedomannusantara.com/foto_berita/85demo.jpg

Keterangan Foto :

Reporter : Babun Wahyudi


Lumajang (suaranusantara.com)-Konflik tambang pasir besi Wotgalih nampaknya akan segera menemui titik terang. Paslnya surat rekomendasi dari komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah di keluarkan, jum'at (08/07/2011).

Rekomendasi Komnas HAM tertuang dalam surat yang bernomor 1.755/K/PMT/VII/2011, perihal kasus penolakan tambang pasir besi di Desa Wotgalih< Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang. Surat rekomendasi ini di tujukan kepada Bupati Lumajang, Kapolres Lumajang, Direktur PT Aneka Tambang (Antam), dengan tembusan Ketua Komnas HAM, Menteri Dalam Negeri, Menteri BUMN RI, Menteri ESDM, Kadiv Propam Polri, Gubernur Jawa Timur, Kapolda Jawa Timur, Kepala Dinas Pertambangan
Provinsi Jawa Timur dan Foswot.

Komnas HAM dalam surat ini memberi rekomendasi kepada Bupati Lumajang, Kepolisian Resor Lumajang dan Direktur PT Aneka Tambang. Untuk Bupati Lumajang komnas HAM merekomendasikan 5 aitem. Di sebutkan dalam item D, Meminta Bupati Lumajanguntuk mengevaluasi kembali proses pertambangan yang telah dilakukan PT Aneka Tambang pada periode pertama tahun 1998 s/d 2008 dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat khusus masyarakat Desa Wotgalih.

Rekomendasi Untuk Polres Lumajang berisi 5 aitem. disebutkan dalam item B, Menghindari tindakan yang bersifat yang intimidatif maupun represifdalam menghadapi terjadinya perbedaan pendapat di masyarakat Desa Wotgalih dan Tetap menjaga sikapnetralitas aparat kepolisian.

Sedangkan untuk Direktur PT Aneka Tambang juga Ada 5 aitem. Dalam item C disebutkan, Tidak melakukan aktifitas penambangan selama masih adanya penolakan dari warga Desa Wotgalih untuk menjaga tidak terjadinnya bentrok maupun konflik horisontal antara warga masyarakat yang menolak pertambangan dengan perusahaan.


Dalam masing-masing aitem akhir disebutkan, Bupati LUmajang, Polres Lumajang dan PT Aneka Tambang untuk menyampaikan perkembangan permasalahannya ke Komnas HAM RI Sebagai bahan pertimbangan Komnas HAM Mengingatkan kepada semua pihak untuk tetap memperhatikan Pasal 14 ayat (1) dan (2), Pasal 30, Pasal 8, Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dimana pada Pasal 30 disebutkan " Setiap orang  berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatau".

Rekomendasi Komnas HAM ini didasrkan pada Data, Informasi dan Fakta Temuan yang dilakukan pemantauan Pada tanggal 11 s/d 16 Juni 2011 di Kabupaten Lumajang. Langkah yang di tempuh dengan melkukan pertemuan dengan Pemerintah Kabupeten Lumajang, Polres Lumajang dan Warga Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangan-Kabupaten Lumajang.

Menurut Gufron Aktifis tambang di Lumajang, dengan terbitnya Rekomendasi Komnas HAM ini, harus dihormati dan laksanakan oleh semua pihak. BAik pemerintah, Kepolisian dan pihak PT Aneka Tambang.

"Rekomendasi ini harus dilaksanakan oleh semua pihak", ujar pria yang getol memperjuangkan penolakan pertambangan pasir besi di Wotgalih di Lumajang. (yud/red)

 

 

[Lingk] Lumajang: Konflik Berawal dari Desa Wotgalih

Written By Celoteh Remaja on Selasa, 13 Oktober 2015 | 09.39

KONFLIK TAMBANG
Konflik Berawal dari Desa Wotgalih
Ikon konten premium Cetak | 13 Oktober 2015 Ikon jumlah hit 265 dibaca Ikon komentar 0 komentar

Konflik tambang pasir besi di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, terjadi sejak PT Aneka Tambang menambang pasir besi di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, tahun 1998-2004. Aktivitas tambang pasir besi di Wotgalih itu menimbulkan konflik antara warga yang pro dan kontra tambang.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Tosan (48), petani penolak tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Senin (12/10), dipin- dahkan dari ruang ICU Rumah Sakit Saiful Anwar Malang ke ruang pemulihan. Kondisi Tosan membaik. Ia berharap perjuangan menolak penambangan pasir yang dinilai merusak alam berlanjut. Ia mengajak generasi muda untuk turut menjaga alam dan tidak merusaknya."

Pengangkutan pasir besi hasil tambang juga merusak jalan, bahkan merusak bangunan rumah warga," kata Abdul Majid Ridwan, Ketua Forum Tolak Tambang Desa Wotgalih.

Saat harga pasir besi turun pada 2004, PT Aneka Tambang menghentikan penambangan. Ketika pasir besi pantai Wotgalih akan ditambang lagi pada 2011, ungkap Ridwan, warga kembali berbeda pendapat. Sejumlah aksi kekerasan terjadi di antara sesama warga.

"Pada 2011, empat warga penolak tambang dikriminalisasi dan dipenjara 5 bulan 2 hari karena menolak pengambilan sampel pasir besi Wotgalih. Dua warga pro tambang juga dipenjara karena menganiaya warga penolak," kata Ridwan.

Ia menyatakan, kasus tewasnya Salim tidak bisa dilihat sebagai kasus pembunuhan semata. Konflik tambang pasir besi di Lumajang bukan kasus baru, termasuk konflik di Desa Selok Awar-Awar. Sejak 2014, Salim dan warga Selok Awar-Awar berkali-kali berunjuk rasa menolak tambang pasir besi, mengadu kepada DPRD Lumajang, dan polisi. Berbagai lembaga negara sudah lama mengetahui konflik tambang Lumajang, tetapi tak membereskannya.

Artiwan, warga Wotgalih yang pernah dikriminalisasi dengan delik perbuatan tidak menyenangkan karena penolakan tambang, menyatakan, dari pengalaman advokasi konflik penambangan di desanya, aparat pemerintah cenderung memihak pelaku tambang.

"Belajar dari pengalaman saya dipenjara karena menolak tambang, kasus pembunuhan Salim hanya bisa dituntaskan jika oknum aparat pemerintah juga diusut. Tambang adalah aktivitas besar, setiap hari melibatkan ratusan truk yang melintas dan merusak di jalan-jalan di Kabupaten Lumajang. Setiap orang mengetahui, protes warga berulang terjadi. Namun, warga yang menolak tambang cenderung dikorbankan," katanya.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Jawa Timur Dewi J Putriatmi juga menyatakan, aktivitas pertambangan ilegal di Selok Awar-Awar ada sejak 2014 dan telah dilaporkan ke polisi. Lokasi tambang di lokasi itu bagian dari wilayah izin usaha pertambangan PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS) yang berhenti beroperasi pada 2014 karena belum memenuhi persyaratan pengolahan hasil tambang untuk ekspor.

Kekosongan kegiatan pertambangan itulah yang dimanfaatkan Kepala Desa Selok Awar- Awar Hariyono untuk menambang pasir besi di desanya. "Pada 12 Desember 2014, IMMS melaporkan aktivitas pertambangan ilegal ke Polres Lumajang," ujar Dewi.

Indikasi pengabaian praktik penambangan ilegal dan pengabaian konflik tambang terlihat pula pada kasus pembunuhan Salim Kancil dan percobaan pembunuhan atas Tosan. Pada 10 September, Tosan melaporkan ancaman pembunuhan ke Polres Lumajang.

Dalam pengaduan ke polisi itu, Tosan menyebutkan identitas delapan warga pendukung penambangan pasir besi di Desa Selok Awar-Awar yang mengancamnya. Orang yang diadukan mengancam Tosan belakangan ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan Salim Kancil dan percobaan pembunuhan Tosan.

Merusak Batur

Persoalan tambang galian C juga terjadi di Bali. Bentang alam Batur di Kintamani, Kabupaten Bangli, yang dikukuhkan sebagai taman bumi (geopark) bagian dari Jaringan Taman Bumi Global, merupakan andalan pariwisata Bangli dan Bali secara umum. Namun, kelestarian kawasan Taman Bumi Batur dikhawatirkan tergerus aktivitas usaha pertambangan bahan galian golongan C tak berizin di kawasan Batur, yang dikelola sebagian masyarakat.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangli I Wayan Adnyana, yang dihubungi, Jumat (9/10), menyatakan, bentang alam Batur merupakan daya tarik wisata andalan Bangli. Kunjungan wisatawan ke Bangli, yang mencapai 700.000 orang setahun, banyak ke Kintamani, terutama menyaksikan panorama alam Batur.

Keberadaan Taman Bumi Batur dikhawatirkan tergerus usaha pertambangan galian C.  Batur di Kintamani dikenal sebagai daerah pemasok pasir dan batu di Bali selain Karangasem dan Klungkung.

Mudita, warga Desa Songan, Batur, Kecamatan Kintamani, Kamis (8/10), mengatakan, usaha pertambangan galian C di Batur berkembang pada 1990-an. Terdapat puluhan lokasi tambang galian C di Batur.  Setiap hari, menurut Mudita, tak kurang dari 200 truk pengangkut galian C, terutama pasir, bertolak dari lokasi galian C di Batur. Setiap truk pengangkut dikenai pungutan atau iuran.

Terkait itu, Kepala Polda Bali Inspektur Jenderal Sugeng Priyanto menyatakan, jajarannya turut memberikan perhatian terhadap keberadaan pertambangan galian C ilegal di Bali. Polisi akan menindaklanjuti jika mendapat laporan terkait keberadaan pertambangan galian C liar. "Kami mengantisipasi agar di Bali jangan sampai terjadi kasus seperti di Lumajang," kata Sugeng di Gianyar, Kamis.

Aktivitas penambangan pasir dan batu yang tidak terkendali juga telah lama berlangsung di kawasan Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Penambangan itu menimbulkan berbagai dampak buruk yang merugikan masyarakat banyak. Menyikapi hal itu, warga berniat melapor ke Polda Jawa Tengah.

Sugiyono, warga Desa Keningar, Kecamatan Dukun, Senin, mengatakan, kasus penambangan itu sepatutnya dilaporkan ke polda karena telah menimbulkan beragam dampak kerugian, termasuk perusakan terhadap fasilitas umum, seperti saluran irigasi dan jalan desa. Aktivitas penambangan juga merusak, menggerus lahan pertanian warga, merusak bibir sungai, dan mengurangi debit atau bahkan mematikan mata air.

Di Jakarta, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot mengatakan, tercatat lebih dari 4.000 izin usaha pertambangan (IUP) di sektor mineral dan batubara di Indonesia bermasalah karena belum berstatus clear and clean (CNC). Pemerintah mengimbau kepala daerah menertibkan IUP sampai akhir tahun ini.

Kriteria berstatus CNC antara lain izin tidak tumpang tindih, memiliki kelengkapan laporan eksplorasi, studi kelayakan, dan analisis dampak lingkungan, serta kewajiban membayar royalti dan iuran tetap.

Lebih baik

Kondisi berbeda dirasakan masyarakat pesisir selatan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Mereka kini menikmati hidup lebih baik setelah aktivitas penambangan pasir besi dihentikan pertengahan 2014. Sektor perikanan, konservasi alam, perkebunan, hingga kerukunan antarwarga kembali hidup.

Endang Kuspendi, warga Cipatujah, Tasikmalaya, Senin, mengatakan, setelah penambangan pasir besi dihentikan, dirinya dapat menanam pohon laut di pesisir Pantai Cipatujah. Beragam pohon seperti bakau atau butun yang tak bisa ditanam karena lahan di lokasi penambangan kini tumbuh subur.

"Dulu, pohon-pohon laut ini banyak menyelamatkan warga saat gempa bumi dan tsunami 2006. Namun, saat ada penambangan, satu per satu ditebang. Saya berharap suatu saat nanti pohon laut itu kembali menyelamatkan warga," katanya.

Sektor perikanan juga bergairah kembali. Jajang, nelayan Cikalong, Tasikmalaya, kini kembali leluasa mencari ikan. "Pesisir Pantai Cipatujah dan Cikalong sempat tercemar sisa pencucian pasir besi. Air bekas cucian merusak habitat ikan di pantai," ujarnya.

Kondisi jalan yang lebih baik juga disyukuri warga. Latief, warga Pancatengah, Tasikmalaya, mengatakan, saat ini sudah terbangun jalan selatan dari Sukabumi ke Pangandaran melintasi Tasikmalaya. Jalan mulus dibuat dari beton cor itu tidak mungkin dinikmati jika aktivitas penambangan pasir besi masih berjalan. "Dulu, jalan itu sangat rusak karena kerap dilintasi truk bertonase di luar aturan, dan semakin parah saat musim hujan datang," katanya.  Tanpa tambang yang merusak, hidup warga kini jauh lebih baik.

(dia/nik/ryo/cok/egi/apo/che)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Oktober 2015, di halaman 23 dengan judul "Konflik Berawal dari Desa Wotgalih".

 

 

Jejak IMMS, perusahaan tambang pasir Lumajang

Oleh : Yandi Mohammad

14:53 WIB - Selasa , 06 Oktober 2015

http://beritagar.id/artikel/berita/jejak-imms-perusahaan-tambang-pasir-lumajangPenambangan pasir di Lumajang, 24 Maret 2013

Penambangan pasir di Lumajang, 24 Maret 2013 © Abdi Purmono /TEMPO

Kasus pembunuhan dan penganiayaan petani Salim Kancil di lokasi tambang pasir Lumajang, Jawa Timur, terus bergulir. Polisi telah menetapkan 33 tersangka dari kasus penganiayaan dan penambangan ilegal pasir. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mensinyalir ada perusahaan besar di balik kasus Salim Kancil ini.

Tambang pasir di Lumajang merupakan lahan konsesi PT Indo Modern Minning Sejahtera (IMMS) yang merupakan konsorsium perusahaan finansial Hani Group dan Siberian Mining Group, keduanya bermarkas di Hong Kong.

Kemunculan IMMS sejak 2010 telah mendapat sorotan dari masyarakat karena potensi kerusakan lingkungan. Tapi IMMS tetap mendapatkan izin dan kemudian beroperasi pada 2012. Direktur Utama IMMS, Lam Chong San menjadi tersangka dengan tuduhan gratifikasi terkait amdal.

Berikut jejak perusahaan IMMS di Lumajang:

2010

PT Indo Modern Minning Sejahtera (IMMS) mengajukan rancangan studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) untuk eksploitasi pasir besi di pantai Wotgalih, Lumajang. Rencana ekspoitasi ini ditentang sejumlah masyarakat. Tempo.co melaporkan, aktivis lingkungan di Kabupaten Lumajang mengatakan wilayah yang akan dieksplorasi IMMS merupakan milik Perhutani.

2012

Detik.com melaporkan ratusan orang warga Wotgalih menggeruduk acara konsultasi Amdal IMMS. Mereka menolak penambangan pasir oleh IMMS karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan.

Meski mendapat banyak penolakan, proses izin tambang jalan terus. Direktur Utama PT IMMS Lam Chong Sam menjanjikan investasi Rp 2 triliun. Bupati Lumajang Sjahrazad Masdar, ketika itu, akhirnya menerbitkan izin menambang untuk IMMS mulai 2012-2022. Perusahaan ini memiliki lahan konsesi terbesar, seluas 2.744 hektare di enam kecamatan dan 872,6 hektare di satu kecamatan.

2013

- Warga Desa Bades yang berdemo karena program kompensasi dalam bentuk uang tidak dijalankan selama enam bulan 29 Januari 2013. Sejumlah fasilitas yang dijanjikan IMMS seperti sekolah, masjid, puskesmas dan lain-lain juga tak terwujud. Warga merusak dan membakar kantor IMMS.

- Maret 2013, Perhutani mengatakan 280 hektare lahan miliknya telah menjadi wilayah tambang. Padahal, dikutip wartalumajang, tak ada perusahaan tambang yang mendapat izin dari Perhutani.

- Oktober 2013, DPRD Lumajang menggelar inspeksi mendadak di lokasi tambang PT IMMS. Kubangan besar bekas tambang dibiarkan menganga. Padahal program reklamasi termasuk tanggung jawab perusahaan. Pemerintah Lumajang memanggil pengelola perusahaan IMMS.

2014

- Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mulai berlaku pada 2014 serta melarang ekspor mineral mentah. Perusahaan pertambangan mineral diwajibkan untuk memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri dengan membangun instalasi pengolahan dan pemurnian hasil tambang (smelter). IMMS vakum karena belum membangun smelter

- Kejaksaan Tinggi Jawa Timur meminta keterangan terhadap 12 pejabat Kabupaten Lumajang terkait pengelolaan tambang pasir besi di Lumajang, Februari 2014.

- Maret 2014, polisi melakukan penyidikan pengelolaan tambang pasir sebagai tindak lanjut laporan dari Perhutani.

2015

- Februari 2015, Sekretaris Komisi Penilai Amdal dan Ketua Tim Teknis Dokumen Amdal Pemkab Lumajang yang belakangan bekerja PT IMMS, Abdul Ghafur ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pasir besi di Lumajang.

- Maret 2015, Direktur Utama PT IMMS, Lam Chong San ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan gratifikasi terkait amdal.

- 12 Maret 2015, Tim Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyita sejumlah aset milik PT Indo Modern Minning Sejahtera (IMMS) yang berada di Lumajang dan Jember.

- Agustus 2015, Direktur Utama PT IMMS, Lam Chong San mengajukan gugatan pra peradilan.

- 21 September 2015, Pengadilan menolak gugatan pra peradilan Lam Chong San. Pengadilan mencekal Chong San pulang ke negaranya, Korea Selatan, sebelum proses hukum selesai.

- 26 September 2015, Tambang pasir di Lumajang menjadi sorotan ketika Salim Kancil dan Tosan dianiaya. Salim meninggal dan Tosan luka parah.

- Hingga Selasa, 6 Oktober 2015, Polda Jawa Timur telah menetapkan 33 orang sebagai tersangka, terkait 2 kasus berbeda dalam penganiayaan dan pembunuhan aktivis antitambang di Lumajang, Jawa Timur, Salim Kancil dan penganiayaan Tosan. Para tersangka itu di antaranya 24 orang untuk kasus pembunuhan dan pengeroyokan terhadap Salim Kancil dan Tosan. Serta 9 tersangka lainnya terkait kasus penambangan ilegal di Desa Selok Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar: