Senin, 06 Maret 2023

Home Workers Network South East Asia (HomeNet SEA) Sub Regional Meeting, Vientiane-Laos, 08—12 Desember 2008

 Pengantar

Sistem di Laos sebagai Negara sosialis, lembaga yang melakukan pendampingan terhadap rakyat (termasuk di dalamnya adalah Homenet Laos sebagai pendamping pekerja rumahan atau pengrajin) merupakan organisasi yang dibentuk pemerintah dan di bawah Kementerian Sosial Laos.  Homenet Laos merupakan lembaga pendamping pekerja rumahan atau pengrajin atau produsen tingkat rumah tangga.  Merupakan lembaga pendamping sebagai bagian dari Kementerian Sosial yang beranggotakan akademisi dan pakar, insinyur dan pelaku usaha.  Melakukan pendampingan baik pengorganisasian, edukasi, manajerial, produksi, dan penguasaan teknologi.  Sepenuhnya mendapat pendaaan dari pemerintah serta dapat mengakses dana donor internasional seijin dari pemerintah.

Lembaga Pemberdayaan Perempuan Laos (Lao Development Women Department) merupakan lembaga pemerintah yang bekerja untuk menurunkan kemiskinan dengan berprinsip pada economic solidarity.  Dengan melaksanakan poyek-proyek pemberdayaan dan pembangunan ekonomi pada perempuan.  Saat ini menjalankan 16 proyek pembangunan sosio-ekonomi dan pemberdayaan.  Berbasis pada pengorganisasian dan pemberdayaan di tingkat basis, diharapkan pengembangan kapasitas perempuan untuk membangun perekonomian nasional dan mengurangi kemiskinan dapat dilakukan.

Ke enambelas proyek tersebut telah diimplementasikan di 5 provinsi yang ada di Laos.  Berfokus pada pembangunan kapasitas dan pengetahuan perempuan, juga ada aktivitas dana bergulir (revolving fund), membangun jejaring pasar, dan pengembangan komunitas (community development).  Selain itu juga melakukan edukasi untuk ketrampilan dan vokasional, peningkatan pendapatan, dan konservasi lingkungan.

Keberhasilan dari program-program yang dilaksanakan oleh Homenet Laos dikarenakan program yang ada sejalan dengan program pemerintah untuk pekerja rumahan.  Sehingga, secara sosio ekonomi lebih dapat berkontribusi.  Peran sebagai pendamping dan konsultan sejalan dengan program pemerintah yang menjadikan aktivitas pengorganisasian dan pendampingan berjalan dengan baik.

 

Pengantar dari Koordinator Homenet South East Asia

Pertemuan tahun ini adalah pertemuan kesekian kalinya dari pertemuan rutin tahunan Homenet Asia Tenggara (HNSEA) yang beranggotakan Homent Filipina, Indonesia, Thailand, Kamboja, dan Laos.  Pertemuan sebelumnya, pada tahun 2005 di Bangkok yang membahas mengenai isu perlindungan social.  Pertemuan tahun 2006 di Manila yang membahas isu megenai fair trade.  Pada tahun 2007 pertemuan dilaksanakan di Bangkok dengan isu kesehatan dan keselamatan kerja.  Sedangkan pada tahun 2008 ini dilangsungkan di Vientiane dengan isu yang dibahas mengenai economic solidarity.  Pertemuan selanjutnya pada tahun 2009 akan dilaksanakan di SEWA India untuk belajar mengenai koperasi.  Pada tahun 2010 akan dilangsungkan di Yogyakarta dengan isu manajemen risiko bencana dan perspektiv gender.  Sedangkan tahun 2011 akan dilaksanakan di Kamboja dengan isu yang akan ditentukan kemudian.

Krisis global yang terjadi pada tahun 1997 dan 2008 menyebabkan jumlah pekerja informal meningkat di seluruh dunia.  Belum lagi permasalahan ekonomi, khususnya masalah kemiskinan teratasi, masalah kelangkaan pangan, lingkungan, dan perubahan iklim menjadi ancaman yang semakin serius.  Masalah perlindungan social menjadi semakin tinggi, aktivitas produksi menjadi semakin tinggi yang mengakibatkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja juga semakin tinggi.

Permasalahan global pekerja informal, khususnya pekerja rumahan, pedagang kaki lima, dan pemulung semakin tinggi.  Harus ada konsolidasi dan gerakan bersama secara local, nasional, regional, maupun internasional.  Gerakan yang menjadikan pekerja informal terlihat (visibility), terdengar (voice), dan dikenali (recognize).  Gerakan yang teroganisir dan terdidik dengan prinsip terpercaya (trust), transformasi atau perubahan (transformations), dan berkelanjutan (sustainability).

Tujuan gerakan global pekerja informal adalah memperoleh keadilan (justice) bagi pekerja informasl sedunia.  Gerakan yang telah diawali dan diperkenalkan oleh OXFAM.  Gerakan yang dekat dengan gerakan perempuan, khususnya isu gender, isu pekerja, dan anti human trafficking.  Selain itu juga didukung oleh FNV yang bekerja untuk isu ekualitas dan peningkatan pendapatan pekerja rumahan.

 

Sistem Bank Desa di Laos

Aktivitas ekonomi yang baik membutuhkan peran kepemimpinan yang baik pula.  Kepemimpinan yang  baik akan menjadi dasar dari pengaorganisasian aktivitas ekonomi yang baik.  Kepemimpinan yang baik belajar dari keseharian, belajar dari pengalaman (learning by doing), keteladanan (leason learned), dan penguatan (empowerment).  Ketiganya merupakan dasar bagi pemberdayaan masyarakat bidang ekonomi di Laos, aktivitas pemberdayaan dengan target menciptakan pemimpin-pemimpin local melalui Bank Desa.

Bank Desa bukan saja menjadi sarana pembangunan ekonomi pedesaan tetapi juga menjadi sarana pendidikan calon-calon pemimpin local di bidang ekonomi.  Sealin itu Bank Desa berperan sebagai fasilitator dan katalitasor untuk masuk ke pasar, baik pasar domestic maupun pasar intenasional (ekspor).  Membangun jaringan pasar, bahkan sampai ke pasar ekspor dilakukan oleh Bank Desa melaui berbagai peran.  Selain membangun system yang berkelanjutan, Bank Desa harus mampu mempersiapkan struktur keuangan yang kuat bagi pelakuk usaha desa, selalu berusaha untuk menciptakan layanan baru, berbagi ide, dalam proses-proses kerja yang demokratis.

Isu-isu ekonomi terbaru yang juga diserap oleh Bank Desa seperti membership based organization (MBO), fair trade, perlindungan social, kesehatan dan keselamatan kerja, perspektif gender, partisipasi rakyat dalam pembangunan, masalah lingkungan, dan keanekaragaman hayati juga telah mulai dikerjakan.  Bank Desa di Laos diarahkan untuk menjadi sarana perlindungan ekonomi rakyat desa.  Selain itu menjadi lembaga yang menjamin perlindungan social dan juga memperhatikan isu kesetaraan gender.

 

Bank dan Koperasi Wanita SEWA – India

Merupakan lembaga yang bekerja untuk pekerja informal perempuan.  Bertujuan untuk menciptakan kemandirian (self reliance) dan swadaya (self employment) bagi perempuan pekerja informal.  Bercita-cita megangkat perempuan dan keluarga dari kemiskinan.  Bukan saja sebagai lembaga keuangan tetapi juga melaksanakan fungsi sosio ekonomi dan membangun kemandirian seutuhnya bagi perempuan.

Aktivitas pelayanan yang diberikan oleh SEWA Bank adalah simpanan, pinjaman, asuransi, pelayanan keuangan dari rumah ke rumah, konsultasi keuangan, Anjungan Tunai Mandiri, dan dana pension.  Program utama dari Bank SEWA adalah mengangkat perempuan pekerja informal dari kemiskinan dan jeratan utang.  Untuk mengatasi utang dari rentenis, Bank SEWA menyediakan utang untuk pelunasan dan utang untuk produksi.  Selama berutang akan mendapat pendampingan dan pemberdayaan, baik produksi maupun manajerial.  Selama berutang, selain membayar cicilan pokok dan bunga yang sangat kecil juga termasuk tabungan dalam angsurannya.  Diharapkan setelah berjalannya waktu, nasabah terbebas dari utang dan memiliki tabungan.  Semakin tinggi tabungan, semakin tinggi kredit usaha yang bisa diambil.  Semakin tinggi kredit usaha, diharapkan semakin tinggi pula produksi dan kondisi keuangan yang membaik.  Sehingga, angsuran bukan hanya pembayaran utang dan tabungan tetapi didalamnya sudah ada pula asuransi.  Bahkan pada tingkatan selanjutnya bukan hanya tabungan dan asuransi, tetapi juga tabungan untuk dana pension.  Prinsip Bank SEWA yang berkelanjutan.

Proyek lain dari Bank SEWA adalah Proyek URBA investasi bidang energy yang diinisiasi perempuan.  Membuka akses energy (listrik) dengan membangun pembangkit tenaga listrik serta mendistribusikan pada keluarga miskin.  Sarana pemberdayaan dan juga mendapatkan pemasukan.

Tantangan yang harus dihadapi oleh Bank SEWA adalah masalah lebarnya jurang (gap) antara permintaan dengan keberadaan penawaran.  Selain itu pengayaan atau memperbanyak pelayanan keuangan bagi kaum miskin tidaklah mudah.  Juga masih besarnya pengaruh dari agama dan budaya yang membelenggu.  Belum lagi volatile (tidak stabil) tingkat suku bunga.  Belum lagi permasalahan berfokus pada pemberian kredit atau pelayanan yang terintegrasi.

Pembelajaran yang dapat diperoleh dari Bank SEWA adalah membangun keluarga bersama lingkungan sekitarnya.  Juga bagaimana membangkitkan kemandirian berbasis kekuatan diri sendiri dan rasa percaya diri sendiri yang kuat.  Serta kecepatan dan ketangguhan menghadapi berbagai bencana dan krisis.  Pembelajaran lain adalah memberikan kesempatan dan kepercayaan pada perempuan miskin untuk mengelola keuangannya.  Contohnya adalah mengelolah utang macet dengan kepercayaan dan manajemen yang baik.  Tidak ada persyaratan apapun untuk menjadi anggota SEWA dan menjadi nasabah Bank SEWA kecuali perempuan dan miskin.  SEWA melayani lebih dari sekedar uang, membangun perempuan dan keluarga menjadi yang utama.  Mengurangi pengeluaran dan meningkatkan tabungan adalah pemberdayaan yang paling utama.  Serta kepemimpinan dan kemampuan teknis melalui pemberdayaan adalah kunci kesuksesan.

 

AAC Cambodia

AAC Cambodia telah mengadopsi prinsip-prinsip fair trade dalam aktivitas usaha para pengrajin (artisan) dan telah menjadikan social economy sebagai implementasi solidarity economic.  Kunci sukses dari pelaksanaan fair trade dan solidarity economic di Kamboja adalah serikat buruh (trade union) yang kuat serta jaminan hak-hak normative buruh oleh pemerintah.  Hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik, gaji yang layak, transparansi pelaku usaha, dan tidak adanya diskriminasi menjadi kunci sukses ekonomi solidaritas di Kamboja.

AAC merupakan lembaga jaringan yang beranggotakan 41 organisasi, 1.989 pengrajin, dan 70% anggaotanya adalah perempuan.  Misi AAC adalah membangun usaha social (social enterprises) ban membangun kapasitas pendamping dan pelaku usaha untuk menjadi pelaku-pelaku ekonomi yang mandiri.

Tantangan yang harus dihadapi oleh AAC adalah keterbatasan pasar, sehingga harus membangun jejaring internasional yang kuat.  Serta, kurangnya pengalaman dalam melakukan penetrasi pasar.

 

PATAMABA Filipina

Organisasi pekerja rumahan yang saat ini sedang berkonsentrasi untuk melakukan pendekatan keuangan mikro.  Menggunakan semangat koperasi dan non kapitalistik dan nilai-nilai ekonomi solidaritas yang dibalut dengan system dan nilai serta kearifan local.  Metoda yang dipergunakan adalah pemberdayaan dan perubahan social.

Koperasi yang bernama TARLAC Women Cooperative berusaha membantu pekerja rumahan lain yang sedang menbutuhkan.  Mengunakan semangat fair trade dan pasar social dalam melakukan produksi dan pemasarannya.  Memiliki gabungan nilai dari koperasi dan korporasi dengan mengedepankan kemampuan wirausaha, perbaikan lingkungan keluarga, memperjuangkan hak adat, dan melakukan advokasi ketahanan pangan dan kesehatan reproduksi perempuan.

Aktivitas edukasi dan advokasi yang ditunjang dengan kemampuan lobby dan Advokasi, pembangunan kapasitas pendamping dan dampingan, kerjasama dan jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan lain.  Berprinsip pada Magna Carta untuk perempuan dan pekerja rumahan.

 

Lao Women Center Saving Group

Merupakan kelompok dampingan dari Lao Women Union, didirikan pada o1 Juni 1997 yang memiliki anggota kurang lebih 29.000 orang.  Para anggota tersebar di 285 village saving group dan 57 homeworkers saving group.  Pada tahun 2002 menjalin kerjasama dengan Thai Women Union.   Selain tabungan juga menjalankan dana bergulir.

Praktik tabungan yang telah menyebar di 6 provinsi di seluruh Laos telah berhasil menurunkan ketergantungan perempuan pada rentenir (money rente).  Hal ini dikarenakan setiap anggota wajib memiliki tabungan sebelum mengambil utang dari Bank Desa tersebut.  Dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan social (social welfare).  Saat ini untuk memperbesar peran Bank Desa, diperkenankan untuk melakukan transaksi dalam mata uang asing (khususnya untuk daerah wisata) dan memperlengkapi diri dengan kendaraan operasional bila dibutuhkan khususnya untuk transportasi hasil pertanian seperti beras dan juga hasil kerajinan.

Tingkat pengembalian (bunga) yang disyaratkan oleh Bank Desa relative kecil.  Demikian pula dana yang disalurkan bersifat bertahap sesuai dengan perkembangan usaha dan perekonomian nasabah tersebut.  Pengorganisasian terus dilakukan untuk meminimalisir rentenir.  Metoda dengan menabung dulu sebelum meminjam, mengikuti pelatihan-pelatihan, serta taat pada dana bergulir menjadi cara yang cukup ampuh mengatasi ikatan rentenir yang bunganya bisa mencapai 40% perbulan.

Pendidikan berbasis perspektif gender diutamankan di Bank Desa.  Pengelola dan aktivis Bank Desa hamper semuanya perempuan.  Masyarakat, khususnya lelaki, mendukung gerakan Bank Desa dan banyak berperan menjadi pengawas.  Kesejahteraan social sebagai tujuan utama Bank Desa dilakukan dengan mengatasi permasalahan social dengan menciptakan jaminan social baik pribadi maupun komunitas.  Laba yang diperoleh oleh Bank Desa diputar kembali menjadi dana bergulir, kebutuhan administrasi, dan dana abadi organisasi.

Pemerintah Laos dangat mendukung keberadaan Bank Desa.  Pemerintah Laos bukan saja menjadi pengawas tetapi juga memberikan pendampingan melalui Lao Women Union (LWU).  Posisi LWU yang ada di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Parlemen menjadikan nilai tawar LWU kuat.

Manajemen dan aturan di Bank Desa tidak seragam tetapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing desa.  Jaminan dan garansi tetap ada walau kecil.  Proposal dan rencana penggunaan uang tetap dimintakan pada nasabah pribadi maupun kelompok.  Nilai utang tergantung dari nilai tabungan yang dimiliki.  Semakin besar tabungan, semakin besar kredit yang bisa diperoleh, walaupun ada batas maksimal pinjaman.

Di Laos, pekerja perempuan didukung oleh Bank Desa, tetapi di Laos tidak ada koperasi.  Aktivitas pasar dilaksanakan pula oleh Bank Desa.  Produksi utama adalah bahan-bahan dari bamboo (seperti besek, tusuk sate, batang dupa, dan lain sebagainya) yang diekspor ke Thailand.

 

Homenet Exco Meeting

Proyek Bill and Melinda Gates Foundation (BMGF): Inclusive Urban Planning Project dikoordinir oleh HNSA sedangkan HNSEA menjadi salah satu rekanan.  Pendampingan manajemen keuangan oleh KPMG Internasional.  Sehingga, dokumen harus lengkap dan administrasi harus rapi.

Akan dilakukan pertemuan untuk membuat proyek aksi yang berkelanjutan (direncanakan pada September 2009).  Setiap Negara wajib membuat laporan yang langsung diserahkan ke secretariat HNSA dan tembusan ke sekretariat HNSEA sebagai konsultan pendamping.  Laporan terstandar sesuai dengan arahan dari HNSA dan KPMG.

Dibutuhkan pekerja penuh waktu untuk (1) coordinator program/proyek; (2) administrative dan keuangan.  Selain tentu saja pendamping lapangan.  Total anggran untuk staf dan proyek dan pendamping maksimal 30% dari nilai proyek total.

 

Sub Regional Assembly

Diikuti oleh 5 orang dari masing-masing Negara anggota HNSEA.  Dilaksanakan untuk memilih Executive Committee yang terdiri dari (1) HNSEA Coordinator; (2) Secretary; (3) Treasury; (4) Internal Auditor.

Syarat menjadi anggota Exco adalah tidak memiliki konflik kepentingan, khususnya dengan coordinator proyek-proyek HNSEA.  Proyek-proyek HNSEA diserahkan pada professional.  Khusus untuk proyek BMGF, koordinasi harus stabil yang ditunjukkan dengan secretariat Homenet yang tetap, baik untuk HNSEA maupun Homenet di masing-masing Negara.

Struktur Organisasi HNSEA

Pertemuan Anggota (General Assembly) yang diwakili oleh 5 orang setiap Negara.

GA memilih Sub Regional Council (berjumlah 15 orang, 3 orang dari masing-masing negara).

GA memilih Executive Committee (Exco) yang terdiri dari: (1) Regional Cordinator; (2) Co-Coordinator; (3) Secreatry (IEC); (4) Treasurer; (5) Internal Auditor (independent and not member of council).

 

Hasil pertemuan:

1.      Wakil Koordinator (setiap Negara terwakili), sehingga berjumlah 5 orang.

2.      Internal auditor ditiadakan karena fungsinya telah dijalankan oleh Auditor Eksternal dari proyek BMGF.

3.      Kamboja dan Laos tidak bisa mengirim wakil dari pekerja rumahan dalam Komite Eksekutif karena belum teredukasinya pekerja rumahan.  Catatan: melaksanakan prinsip fair trade tetapi tidak ada pekerja rumahan yang teredukasi? 

4.      Rencana kerja HNSEA disesuaikan dengan Proyek BMGF.

(1)  Penguatan members based organization (MBO).

(2)  Pembangunan kapasitas (kepemimpinan) pekerja rumahan.

a.       Pelatihan organisasi dan manajemen keuangan.

b.      Advokasi

c.       Pengembangan usaha.

d.      Fair trade dan pemasaran social.

e.       Kesehatan dan keselamatan kerja.

(3)  Bekerja dengan pembuat kebijakan nasional dan kelompok pekerja informal lain.

(4)  Avokasi untuk ratifikasi ILC177.

(5)  Advokasi untuk ratifikasi ILC Asisten Rumah Tangga.

(6)  Peningkatan akses perlindungan social bagi pekerja rumahan.

(7)  Peningkatan partisipasi pekerja rumahan dalam pengambilan kebijakan public.

(8)  Pendokumentasian praktik-praktik baik edukasi dan advokasi pekerja rumahan dalam bisang kesehatan dan keselamatan kerja, manajemen kebencanaan, ketahanan pangan, perlindungan social, dan berbagai kegiatan lainnya.

(9)  Meningkatkan kerjasama dan semangat berbagi antar homenet melalui majalah, situs, video, dan berbagai sarana teknologi informasi dan komunikasi.

(10)         Bersuara lebih keras pada pemerintah ASEAN.

(11)          Membangun kerjasama internasional dengan serikat buruh, dan organisasi internasional lainnya, sebagai contoh aktif dalam ASEAN Sosial Forum.

 

Forward Foundation Thai (Bonsoom – Thailand)

Didirikan 10 tahun yang lalu dibantu oleh JAICA Japan.  Bergerak untuk mendampingi pekerja formal.  Pendanaan jangka panjang membuka usaha jual beli kebutuhan anggota dan komunitas.  Melakukan pengorganisasian dan pelatihan pada pekerja formal di sekitar secretariat yayasan.  Melakukan edukasi kesehatan baik untuk perumahan dan lingkungan.  Mendampingi pekerja rumahan yang mendapatkan subkontrak dari perusahaan dan mengelolah limbah perusahaan.  Bekerja bersama komunitas membangun rumah layak huni dan lingkungan yang sehat, kurang lebih telah membangun untuk 1.500 keluarga.  Staf dibayar dengan menggunakan bantuan dari Global Fund.  Dana dari pemerintah minim dan hanya untuk aktivitas harian tetapi dengan persyaratan dan harapan yang sangat tinggi.  Staf pendamping dibayar berdasarkan proyek yang diperoleh.

 

Simpulan dan Refleksi

1.      Apa yang akan terjadi pada gerakan Homenet dengan adanya proyek BMGF?  Sistem baru, tujuan baru, dan harus diadopsi.

2.      Apa yang dimaksud dengan Member Based Organization (MBO)?  Bagaimana peran pekerja rumahan sendiri menghadapi dominasi pendamping dan NGO?

3.      Bagaimana dengan pekerja rumahan di Laos dan Kambodia yang dalam kendali dan pengawasan Negara melalui lembaga-lembaga pendamping?

4.      Bagaimana nasib fair trade di Kamboja yang hanya mendampingi pekerja rumahan mandiri?

5.      Apa maksud social enterprise dan social welfare?  Siapa yang akan mengelola social enterprise, pekerja rumahan ataukah pengusaha rumahan?

6.      Bagaimana hubungan lebih lanjut antara HNSA dan HNSEA? Dominasi HNSA, khususnya di proyek BMGF kuat.  Siapa nanti yang akan berkuasa saat akan menjadi HomeNet International?

7.      Bagaimana nasib HomeNet Indonesia? Apakah mau berubah menjadi MBO? Bagaimana peran pendamping yang sangat dominan?  Apalagi dengan adanya proyek besar berjangka panjang dari BMGF. 

8.      Kemana pekerja rumahan yang sesungguhnya di Indonesia? Bukankah seharusnya maju ke depan dan memimpin?

9.      Bagaimana posisi pekerja informal pada umumnya? Bagaimana tanggapan pekerja formal melalui serikat buruh? Bagaimana pemerintah menyikapi tuntutan dari para pekerja, baik formal maupun informal?

 

  

Tidak ada komentar: