Kamis, 09 Maret 2023

BUKAN SEKEDAR PENCINTA ALAM BIASA

Pencinta alam adalah diksi yang benar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan bukan Pecinta Alam.  Arti kata Pencinta adalah orang atau kelompok orang yang sangat suka dengan sesuatu, sedangkan Alam adalah segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit.  Jadi, Pecinta Alam adalah seseorang atau sekelompok orang yang sangat suka dengan segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit.

Berangkat dari arti katanya, Pencinta Alam merupakan seseorang atau sekolompok orang yang benar-benar suka dan benar-benar dekat dengan alam, orang atau sekelompok orang yang akan menjaga alam agar tetap lestari sehingga selalu dapat bercengkerama dan hidup selaras dengan alam.  Tetapi, pada perkembangannya Pencinta Alam telah berkembang membias.  Pencinta Alam bukan hanya menjadi sekolompok orang yang bercengkerama akrab dengan alam tetapi berkembang menjadi kelompok hobi, baik hobi olahraga alam seperti mendaki, tracking, rafting, offroading, panjat tebing, dan berbagai hobi olahraga yang memanfaatkan alam sebagai sarananya.  Selain itu, ada juga bias lain yang menjadikan alam sebagai sarana untuk berpetualang dan mengadu nyali.  Berpetualang menyusuri hutan, mendaki gunung untuk menaklukkannya, atau sekedar camping menikmati indahnya alam.  Sedangkan esensi sesungguhnya, cinta akan alam seringkali hilang dan terabaikan karena lebih mengedepankan hobi dan kesenangan ketimbang mencintai alam dengan benar.

Bias arti kata pencinta alam bukan saja mengakibatkan alam hanya dijadikan obyek kesenangan semata bahkan seringkali malah merusak alam itu sendiri.  Aktivitas yang bukannya melestarikan alam tetapi malah menghancurkannya tanpa merasa bersalah dan bahkan menjadi kebanggaan semu.  Bahkan, motto Pencinta Alam yang telah disepakati seperti “tidak meninggalkan apapun kecuali jejak, tidak mengambil apapun kecuali gambar/foto, dan tidak membunuh apapun kecuali waktu” hanya menjadi slogan semata bagi para pencinta-pencinta alam palsu.  Alam bukan dilestarikan tetapi malah dieksploitasi atas nama kesenangan, bahkan menjadi ajang bisnis yang hanya mencari keuntungan semata. 

Belum lagi, Pencinta Alam menjadi ajang proyek bagi sebagian orang atau pemahaman tentang pelestarian alam yang lazim disebut dengan kata konservasi.  Pemikiran yang parsial dalam melakukan pelestarian atau konservasi dengan mengatasnamakan focus atau konsentrasi, tetapi sebenarnya alasan isu seksi yang menjadi dasarnya.  Ada banyak kasus seperti penghijauan, hanya menanami lagi hutan tanpa melihat sejarah ekologinya, menjadikan penghijauan menjadi ajang intriduksi vegetasi asing yang akan merubah habitat secara keseluruhan.  Ada juga organisasi yang berfokus pada penyelamatan satu jenis satwa saja, padahal hutan tidak dihuni oleh satu jenis satwa saja, akibatnya ekosistem hutan tidak dipandang sebagai satu kesatuan tetapi terpilah-pilah.  Fokus tidak salah, kalau memang diperlukan, tetapi kalau hanya berfokus pada satu satwa saja, bagaimana dengan nasib satwa-satwa lainnya.

Mari kita renungkan bersama-sama, bias-bias yang terjadi dari arti kata Pencinta Alam yang sesungguhnya.  Apakah hobi berolahraga dan berpetualang di alam yang hanya untuk memuaskan ego sebagai motivasi kita? Apakah dengan melakukan penghijauan tanpa memperhatikan keanekaragaman hayati dan ekosistem menjadi tujuan kita?  Apakah hanya dengan menyelematkan satu satwa cukup untuk menyelamatkan hutan dan seisinya?

 

 

 

Olahraga, Petualangan, dan Konservasi

Olahraga alam saat ini telah menjadi salah satu kegiatan olahraga yang banyak diminati orang.  Baik olahraga alam yang menggunakan alam sebagai obyeknya ataupun olahraga luar ruangan (outdoor) yang menggunakan fasilitas buatan yang dibuat semirip mungkin dengan alam.  Berkembang pesatnya outbound, tracking, camping,  rafting, hiking, offroading baik itu sepeda, motor trail, maupun jeep, juga menyelam dan berbagai olahraga alam dan luar ruangan menjadi hobi banyak orang saat ini.  Walaupun tidaklah murah, tetapi hobi olahraga alam dan ruangan tetap berkembang dan semakin berkembang.  Tetapi apakah mereka dapat disebut Pencinta Alam?  Jawabannya belum tentu.  Karena, tidak sedikit para penghobi olahraga ini bukan saja tidak mengabaikan kaidah-kaidah pelestarian alam, tetapi malah dengan sengaja merusak alam demi kenyamanan hobinya.  Kita akan coba lihat satu persatu.

Outbound sebagai salah satu hobi yang paling merebak saat ini, bukan hanya dimanfaatkan oleh perusahaan bahkan sekolah dan bahkan kelompok ibu-ibu PKKpun memanfaatkannya.  Apakah ada yang salah dengan outbound? Tentu saja tidak, bila tetap mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam.  Seringkali, operator outbound dengan sengaja merubah kontur tanah, memotong pohon di alam, atau menandai batu di sungai dengan cat untuk menandai aktivitas outbound yang sedang dioperasikannya.  Belum lagi selesai acara, pemahaman mengenai membawa pulang sampah anorganik diabaikan, sehingga peserta outbound membuang sampah seenaknya.  Tentu saja berbeda dengan yang dilakukan oleh P-WEC, bukan hanya kenyamanan dan keselamatan tetapi kaidah konservasi selalu masuk dalam kegiatan outbound yang dioperasikannya.

Tracking atau dalam bentuk yang lebih mudah disebut dengan hash, aktivitas jalan-jalan di alam.  Apa yang terjadi? Ya sekadar jalan-jalan.  Menelusuri jalan pedesaan, terkadang juga masuk ke hutan, bahkan susur pantaipun ada.  Bukannya menikmati dan menjaga alam supaya tetap indah dan lestari, berapa banyak ranting yang dipatahkan untuk menjadi penunjuk jalan? Berapa banyak kertas dan bahkan penanda lain seperti tali rafia atau cat semprot di pohon dan batu atau penanda dengan bahan anorganik lain yang dijadikan penanda bagi peserta hash atau tracking?  Benarkah itu ciri-ciri dari Pencinta Alam?

Demikian pula dengan camping, aktivitas berdiam di alam untuk beberapa saat menikmati indahnya alam.  Kegiatan camping baik yang dihelat oleh organisasi tertentu ataupun yang dilaksanakan secara mandiri seharusnya menyatu dengan alam dan belajar dari alam.  Tetapi apa yang terjadi?  Seringkali dan bahkan teramat sering, camping malah merusak alam.  Bukan saja saat camping dengan mandi di sungai atau danau dekat camping ground yang menjadi tempat mandi-cuci-kakus raksaksa, tetapi setelah camping selesai, arena yang ada menjadi tempat sampah raksaksa pula.  Belum lagi berbatang-batang pohon harus ditebangi dahan-dahannya karena api unggun yang dinyalakan selama acara.

Belum lagi hiking, naik gunung yang menjadi ritual wajib para kelompok Pecinta Alam.  Semeru contohnya, berapa banyak sampah yang tidak dibawah turun oleh para manusia yang menyebut dirinya pendaki?  Belum pula offroading yang hanya untuk gagah-gagahan dan memompa adrenalin tanpa kesadaran untuk merawat alam.  Walau tidak semua tentunya, karena ada beberapa organisasi atau kelompok offroader yang sangat perhatian pada kelestarian alam, contohnya dengan selalu membawa kantong plastic untuk membawa pulang sampah dan tidak melakukan offroad di Taman Nasional.  Tetapi tidak bisa dipungkiri, berapa banyak yang saat offroad membuang sampah sembarangan dan memasuki Taman Nasional karena rutenya menantang.

Kalau menajdikan olahraga alam hanya sebagai hobi semata dan tidak merawat alam apalagi tidak mengindahkan pelestarian alam, apatah mereka pantas disebut sebagai Pencinta Alam?  Kalau hanya untuk gagah-gagahan dan sekedar memompa adrenalin tetapi merusak alam, apatah pantas kalau mereka disebut sebagai Pencinta Alam?  Kalau hanya ingin mengeruk untung dengan menjadi operator olahraga alam dan malah merusak alam, apatah pantas mereka disebut sebagai Pencinta Alam?     

 

 

Petualangan, sebuah aktivitas menantang ganasnya alam dengan hidup selaras dengan alam.  Pertualangan akhir-akhir ini telah menjadi aktivitas yang lazim.  Bila di jaman dulu, orang berpetualang untuk mencari ilmu atau pengalaman batin, pada saat ini petualang telah tereduksi menjadi aktivitas untuk mencari tantangan baru dan ajang pembuktian diri bagi manusia-manusia modern.  Petualangan bukan lagi sarana untuk mencari ilmu dan pengalaman batin, tetapi petualangan telah menjadi ajang untuk melepaskan diri dari rutinitas dan tropi bagi diri sendiri karena telah mencapai sesuatu yang berbeda dan tidak banyak orang bisa melakukannya,  Bahkan, petualangan telah menjadi ajang bisnis bagi beberapa operator yang menawarkan petualangan sebagai sarana wisata lain, dan tentu saja dengan biaya yang tidaklah murah.  Contoh, tidak sedikit paket-paket wisata yang menawarkan petualangan menyelam, mendaki gunung, berkemah di hutan, atau tinggal dan berkemah di dalam Taman Nasional.  Bahkan beberapa tempat wisata alam artifisial seperti Taman Safari menawarkan petualangan tracking tengah malam diantara kandang-kandang satwa raksaksanya.

Apakah petulang dan petualangannya adalah Pencinta Alam?  Belum tentu.  Petualang sejati adalah Pencinta Alam sejati, mereka pasti akan memperhatikan kelestarian alam bukan hanya menikmati alam semata.  Petualangan yang dibalut dengan paket-paket wisata telah banyak ditawarkan, menjadikan petualangan bukan suatu ritual bercengerama dengan alam lagi.  Petulangan akan dipermudah dengan berbagai fasilitas, jalan disiapkan, kemah tempat bermalam telah siap, bahkan untuk urusan buang airpun disiapkan, tentu saja dengan peralatan artifisial dan modern.  Bila petualangan sudah sedemkian mudah dan sudah demikian enak, maka kekusyukkan cengkerama dengan alam pasti akan memudar dan berganti dengan senda gurau para peserta paket petualangan.  Hilang sudah makna dan arti petualangan berganti dengan cerita tentang wisata di alam.  Tentu saja, alat-alat artifisial dan tempat-tempat menginap yang dipersiapkan telah merubah wajah alam menjadi terbuka dan tidak alami lagi.

Demikian pula dengan konservasi, konservasi yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti  pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian”.  Jadi, konservasi alam merupakan usaha memelihara dan melindungi alam untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan, dengan jalan melestarikannya.  Kata kerja yang memiliki makna dalam, karena memelihara dan melilndungi memiliki arti tanggungjawaab untuk menjaga lestarinya alam baik dengan berbagai cara.  Memeilihara memiliki makna yang lembut, sedangkan melindungi memiliki makna yang tegar dan agresif, demi lestarinya alam agar terhindar dari kerusakan apalagi kemusnahan.  Tentu saja untuk memelihara dan melindungi butuh yang namanya kesungguhan dan ketulusan.  Sayangnya, makna konservasi telah juga mengalami bias.  Bias bukan saja karena dijadikan proyek untuk mengeruk keuntungan bagi beberapa orang atau kelompok orang, terbukti banyak organisasi, komunitas, bahkan pribadi yang mencari uang dengan mengatasnamakan konservasi.  Dimana ketulusannya? Dimana kesungguhannya? Patutlah dipertanyakan.  Selain itu, banyak pula perusahaan dan korporasi perusak alam baik dengan melakukan eksploitasi dan juga melakukan pencemaran alam memanfaatkan program-program dan proyek-proyek yang nama konservasi untuk ajang “membayar” dosa dan kesalahannya.  Dengan mengucurkan sejumlah uang, yang tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkannya, seakan-akan dosa dan kesalahannya terhadap alam bisa dihapuskan dengan sekejap mata.  Tentu saja dengan memanfaatkan pribadi atau organisasi konservasi abal-abal.  Sebuah kolaborasi maut, dari para perusak alam.

Konservasi: Penghijauan, Perlindungan Satwa, dan Kelestarian Hutan dan Isinya

Konservasi adalah kegiatan mulia, aktivitas yang memiliki tujuan yang sangat baik.  Di luar bias-bias yang terjadi, bias yang dilakukan oleh anasir-anasir pencari keuntungan, masih banyak pribadi dan organisasi juga komunitas yang melakukan aktivitas konservasi dengan sepenuh hati dan dengan sungguh-sungguh melakukannya.  Sayangnya, sekali lagi, karena ketakfahaman akan arti dan makna konservasi alam secara utuh banyak pribadi, komunitas, dan organisasi yang melakukan konservasi secara parsial, sebagian-sebagian dan tidaklah utuh.  Ada kegiatan konservasi yang hanya mengedepankan penghijauan, menanam dan terus menanam, melakukan introduksi flora besar-besaran tanpa mengindahkan fauna dan segenap ekosistemnya.  Ada pula kegiatan konservasi yang hanya memperhatikan perlindungan terhadap satu spesies satwa tanpa peduli pada satwa yang lain apalagi hutan tempat tinggalnya, ujung-ujungnya menyisakan masalah yang tidak kecil.  Padahal, kalau kita kembali pada arti kata Konservasi Alam, hanya dengan merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia saja, jelas diterangkan bahwa konservasi alam itu haruslah bersifat holistic, melindungi seluruh ekosistem, hutan dan isinya termasuk juga manusia yang berada di dekatnya, bahkan seluruh planet dan seluruh penghuninya tanpa terkecuali.

Penghijauan adalah baik, karena akan menjadikan hutan dan kawasan yang gundul kembali menghijau.  Bukan saja menjadi sumber oksigen yang besar, bukan pula menjadikan sumber mata air kembali mengalir, bukan pula menadi pencegah bahaya banjir dan longsor, tetapi dapat juga sebagai lumbung makanan untuk mempersiapkan ketahanan pangan bagi manusia.  Tetapi, hutan tetaplah hutan, hutan bukan saja tumbuhan, tetapi hutan harus berpenghuni, dan penghuni hutan adalah satwa, binatang liar.  Kalau penghijauan hanya berupa tumbuhan, apalagi tumbuhannya adalah tumbuhan produksi, maka dapat dipastikan penghuni hutan hasil penghijauan tadi bukanlah satwa atau binatang liar, tetapi akan berpenghuni manusia.  Bila hal itu yang terjadi, penghijauan (reboisasi) atau penghutanan kembali (reforestasi) gagal mencapai tujuan.  Karena bukan hutan yang jadi tetapi menjadi perkampungan dan hunian baru bagi manusia.  Kemana satwanya? Kemana binatang liar penghuni asli hutan? Lari tunggang langgang karena hanya akan diusir oleh manusia, difitnah sebagai hama.  Apalagi kalau kemudian penghijauan dan penghutanan kembali dilakukan atas nama hutan produksi alias perkebunan monokultur.  Akibatnya pasti lebih para lagi.

Demikian pula dengan aktivitas konservasi yang hanya mengatasnamakan penyelamatan satwa saja, apalagi cuman berfokus pada satu spesies saja.  Tanpa memperhatikan habitatnya, tanpa memperhatikan hutan atau lautan atau angkasa tempat tinggal satwa-satwa tersebut, sama juga artinya dengan menciptakan kehancuran alam.  Ekstrimnya, tidak masalah hutan rusak, tidak masalah lautan hancur, tidak masalah angkasa porak poranda asal sang satwa menjadi fokusnya selamat.  Pertanyaan selanjutnya, mau ditaruh dimana satwa-satwa itu? Apakah harus dibuatkan sangtuari tersendiri, tempat tinggal artifisial yang terjaga? Jangan-jangan malah menjadi tempat hiburan baru?  Sebagus-bagusnya tempat tinggal baru yang dibuatkan manusia, pasti tidak akan sebaik dan senyaman hutan tempat tinggal asli satwa-satwa tersebut.

Konservasi alam bukan parsial terpisah-pisah, penghijauan atau penghutanan kembali saja, bukan pula penyelamatan satwa saja apalagi cuman satu spesies.  Konservasi alam adalah upaya menjaga dan melilndungi alam secara keseluruhan, menjaga dan melindungi lestarinya kehidupan.  Bukan hanya tumbuhan dan hutan, bukan pula lautan, bukan pula satwa sebagai penghuninya, tetapi juga manusia yang ada di sekitar hutan dan manusia-manusia lain yang hidup dalam satu ekosistem besar, ekosistem planet bumi.  Konservasi alam seharusnya melibatkan perlindungan dan penyelamatan tumbuhan, hutan, dan lautan beserta satwa sebagai penguhinya, termasuk juga manusia.  Ekosistem besar, habitat besar yang bernama BUMI.

 


 

Profauna Indonesia: Bukan Sekedar Pencinta Alam Biasa

Profauna Indonesia, organisasi konservasi alam yang berawal dari organisasi kecil bernama Konservasi Satwa Bagi Kehidupan (KSBK) yang berdiri sejak tahun 1994, telah melihat visi jauh ke depan.  Sebagai kelompok atau organisasi yang berangkat dari Pencinta Alam, melihat bahwa aktivitas Pencinta Alam bukanlah sekedar olahraga luar ruangan atau hobi berpetualang tetapi Pencinta Alam yang mengedepankan Konservasi Alam sebagai basis kegiatannya.  Terlihat dari nama yang mengedepankan kata “Konservasi” dan “Bagi Kehidupan”, berfokus pada “Satwa” tetapi juga memperhatikan habitat (hutan) dan seluruh ekosistem bumi.  Walau kemudian berubah nama menjadi “Profauna Indonesia” semangat awal untuk melakukan “konservasi” pada “satwa” dan ditujukan untuk lestarinya “kehidupan” tidak pernah luntur ataupun bergeser.

KSBK yang bermetamorfosis menjadi Profauna, laksana metamorphosis dari ulat menjadi kepompong dan akhirnya menjadi kupu-kupu.  Semakin indah dan semakin memberi warna bagi konservasi alam di Indonesia.  Tetapi Profauna tidaklah menutup mata dan menjadikan para supporter-nya militant yang tanpa pengetahuan dan keterampilan yang tidak memadai.  Setiap Supporter Profauna pasti dibekali kemampuan dan keterampilan untuk “survive” di alam dengan kaidah-kaidah Pencinta Alam yang sebenarnya.  Olahraga alam ataupun luar ruangan bukan saja biasa diadakan dalam setiap pertemuan, bukan pula hanya sebagai peserta saja, tetapi setiap supporter punya kesempatan untuk berkembang menjadi fasilitator outbound, tinggal bersukarela menjadi relawan (voulenteer) di P-WEC, kesempatan berolahraga alam sekaligus belajar lebih jauh lagi sampai menjadi fasilitator terbuka lebar.  Hobi tersalurkan, pengetahuan dan keterampilan bertambah, bahkan bila mumpuni dapat menjadi bekal untuk ditularkan pada kawan atau tempat yang lain.  Kesempatan yang mahal yang tidak banyak ditawarkan oleh organisasi atau komunitas lain.

Petualangan? Bukan hal aneh di Profauna.  Petualangan yang ditawarkanpun mulai dari yang sangat mudah, murah, dan meriah seeperti Back to Nature (BTN), petualangan menikmati alam sekaligus melakukan aktivitas konservasi seperti pengetahuan tentang membawa pulang sampah sampai bersih-bersih sampah di lokasi.  Sedikit lebih berat tetapi menyenangkan dan sarat dengan edukasi konservasi seperti Wild Animal Watching (WAW), berpetualang singkat, identifikasi satwa dan habitatnya, edukasi ke masyarakat sekitar, petualangan dengan makna mendalam.  Belum lagi bila ada ekspedisi-ekspedisi untuk identifikasi dan pendataan seperti raptor watch dan berbagai program yang lain, menawarkan petualangan jangka panjang tetapi sarat dengan muatan edukasi dan advokasi konservasi.  Organisasi mana lagi yang menawarkan kesempatan berpetualangan sekaligus belajar dan juga advokasi?

Di Profuana, pengetahuan dan keterampilan yang diberikan pada para supporter bukan hanya urusan olahraga alam tetapi juga kemampuan bertahan hidup (survival) di alam.  Pengetahuan buka tenda, berkemah yang aman bagi alam, dan dasar-dasar kepencinta alaman lain juga diberikan.  Melalui Profauna Camp pendidikan dan pelatihan dasar-dasar survival diberikan bersamaan dengan pengetahuan dan keterampilan Bird and Animal Watching, juga dasar-dasar advokasi dan edukasi konservasi.  Pengetahuan dan keterampilan yang akan terus berkembang bila sang supporter terlibat aktif dalam setiap kegiatan Profauna.  Bahkan pada tingkatan lebih lanjut, pengetahuan dan keterampilan sebagai ranger, mulai dari beladiri, rafting¸offroading trail, dan berbagai keterampilan lain akan diberikan pada para supporter yang benar-benar berkomitmen pada konservasi alam.  Belum lagi pengetahuan lain yang mendukung kerja-kerja konservasi seperti jurnalistik, fotografi, bahkan manajemen aksi (kampanye) diberikan dengan cuma-Cuma pada para supporter.  Belum lagi kesempatan untuk membantu korban bencana, dengan merawat hewan ternaknya. Organisasi mana yang memperlengkapi supporter-nya dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan konservasi alam selengkap Profauna?  Lebih aneh (baca: hebat) lagi, semua diberikan nyaris gratis.    

 


 

Profauna Indonesia: Bukan Sekedar Konservasi tetapi Menjaga Lestarinya Hutan dan Isinya

Hari-hari ini, banyak sekali komunitas dan organisasi yang bekerja di bidang konservasi, tetapi cakupan kerjanya tidaklah menyeluruh.  Ada komunitas dan organisasi yang bekerja hanya menfokuskan pada penghijauan atau penghutanan kembali, ada pula yang bekerja dengan hanya melakukan penyelamatan satwa spesies tertentu saja, da nada pula yang cukup luas cakupannya seperti menjaga dan melindungi hutan tetapi tidak mengikutsertakan masyarakat seputar hutan.  Berbeda dengan organisasi dan komunitas konservasi kebankayan, Profauna Indonesia merupakan organisasi konservasi alam yang sebenarnya.  Profauna Indonesia bukan saja menyerukan dan mengusahakan lestarinya hutan, tetapi juga satwa penghuni hutannya, bahkan lebih jauh lagi dengan melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat seputar hutan, dan bahkan melangkah lebih jauh lagi karena mengadvokasi dan mengedukasi masyarakat secara luas tentang arti penting lestarinya hutan dan satwa bagi kehidupan manusia.  Sebuah konservasi alam yang universal dan holistic, karena menjadikan seluruh planet bumi menjadi satu ekosistem dan habitat yang utuh.

Walau bernama Profauna, bukan berarti yang menjadi perhatian hanya Fauna saja.  Sejak dari awal berdiri, Profauna memiliki perhatian pada konservasi alam secara holistic, konservasi alam secara menyeluruh.  Dengan menjadikan satwa sebagai titik berangkatnya, Profauna juga memperhatikan hutan sebagai habitat satwa yang harus turut dilestarikan.  Kesadaran yang terbangun dari pemikiran dan perenungan yang mendalam, tidaklah mungkin perlindungan dan penyelematan satwa tanpa menyelamatkan habitat hidupnya.  Melalui Motto “Lebih Indah Di Alam”, jelas-jelas Profauna bukan hanya sekedar melakukan konservasi satwa, dan kemudian memindahkannya ke suatu tempat yang aman, tetapi konservasi satwa beserta hutan sebagai habitatnya.  Pemikiran dan perenungan yang melintasi batas di masa awal berdiri, sementara organisasi memfokuskan cakupan kerjanya hanya pada perlindungan dan penyelematan satwa saja atau pada hutan saja, Profauna sudah jauh lebih maju dengan melakukan konservasi satwa dan hutan.

Bukan hanya sampai disitu saja, Profauna memiliki visi yang lebih jauh lagi.  Konservasi satwa (dan hutan) adalah untuk kesejahteraan umat manusia juga.  Terbukti, nama awal Profauna adalah Konservasi Satwa Bagi Kehidupan (KSBK).  Tentu saja disini bukan hanya lestarinya kehidupan satwa dan hutan, tetapi lestari dan sejahteranya kehidupan umat manusia.  Kesadaran yang jauh lebih tinggi ketimbang yang dimiliki oleh organisasi-organisasi konservasi lingkungan lainnya.  Kesadaran yang berasal dari pemahaman yang mendalam, bahwa manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa keberadaan satwa (fauna) dan hutan (flora).  Bumi bukanlah milik manusia sendiri, bumi merupakan tempat hidup dan berkembang biak satwa dan tumbuhan, dan satu dengan yang lain saling terkait satu dengan yang lain.  Musnahnya satwa dan rusaknya hutan, pasti akan menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri.  Sehingga, konservasi alam (satwa dan hutan) ditujukan bukan semata untuk para satwa dan hutan itu semata, tetapi ditujukan pada lestari dan sejahteranya kehidupan manusia.  Kesadaran akan bumi yang satu, bumi yang menjadi tempat tinggal seluruh makhluk hidup.

Jadi, profauna bukanlah organisasi yang cuma sayang binatang atau menjaga lestarinya satwa untuk kepentingan satwa itu sendiri.  Profauna adalah organisasi yang melakukan konservasi satwa beserta hutan sebagai habitat tempat tinggal dan berkembang biak satwa.  Lebih jauh lagi, Profauna adalah konservasi satwa dan hutan demi kesejahteraan seluruh umat manusia.  Profauna adalah organisasi yang melakukan konservasi alam seutuhnya, melindungi dan menjaga lestarinya alam secara menyeluruh.  Konservasi untuk lestari dan sejahteranya satwa (fauna), hutan (flora), dan manusia.  Konservasi untuk seluruh planet bumi beserta seluruh makhluk hidup dan seluruh isinya.  Adakah organisasi konservasi lingkungan atau konservasi alam lain yang seholistik dan sevisioner seperti Profauna?    

 

 


 

Refleksi

Menginjak usianya yang ke 20 tahun, Profauna bukan berjalan dengan mulus dan lempang.  Ada berbagai bahan tantangan dan hantaman bahkan pengkhianatan.  Tetapi, bila menilik usia yang menginjak 2 dekade telah membuktikan Prafauna mampu menjadi organisasi konservasi alam yang kuat dan tangguh serta konsisten.  Terbukti, dari tahun ke tahun, supporter yang menjadi kekuatan Profauna tidaklah menyusut tetapi malah semakin bertambah banyak, semakin beragam, dan semakin tersebar ke seantero nusantara, bahkan sampai ke beberapa manca Negara.

Usia yang semakin panjang dan anggota yang semakin banyak bukanlah ukuran utama dari keberhasilan sebuah organisasi.  Konsistensi yang teguh dan kontribusi yang semakin besar kepada sejahternya kehidupan merupakan ukuran utamanya. Dan ternyata, Proafuna telah mampu meraih seluruhnya, baik prestasi utama berupa konsistensi dan kontribusi maupun prestasi usia dan banyaknya supporter.  Tantangan ke depan, bukan saja mempertahankan prestasi-prestasi besar ini tetapi memberpesar lagi prestasi yang harus diraih.  Prestasi yang ditujukan bukan untuk kepentingan pendiri, pengurus, atau organisasi, tetapi kepada kehidupan.  Bukan hanya menjaga lestarinya satwa dan hutan, tetapi juga untuk kehidupan manusia, untuk menciptakan kesejahteraan seluruh makhluk dan planet bumi.

Selamat ulang tahun Profauna, tetap semangat, selalu konsisten, dan semakin banyak berkarya bagi lestarinya alam, lestarinya satwa dan hutan untuk kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia.  Dirgahayu….. Memayu Hayuning Bawana……..

 

 

 

Tidak ada komentar: