Kamis, 09 Maret 2023

SEKILAS PINTAS CATATAN ORIENTATION BASED ON REFELCTION (OBOR) 4: Sejarah Pemikiran

 Vihara Dharma Mitra Malang, 27—31 Juli 2015


Pengantar

Orientation Based on Reflection (OBOR) merupakan sarana pengenalan (orientation) dari cerminan atau permenungan (reflection) guna penghayatan nilai dan otokritik.  Dilaksanakan untuk membangun: (1) potensi dan minat diri untuk membangun jiwa kepemimpinan; (2) keberagaman, inklusifitas, dan kesalehan sosial; (3) analisis budaya, politik, ekonomi, dan sosial; (4) sejarah pemikiran.  Pembelajaran yang berpijak pada kaidah-kaidah filsafat, berfikir secara bebas dan kritis.

Pada OBOR IV kali ini akan dibahas mengenai: (1) dinamika sosial, tatanan sosial, dan modernitas; (2) sejarah pemikiran barat, pertengahan, dan modern (renaisance); (3) sejarah pemikiran timur dan perbandingan pemikiran barat dan timur; (4) tantangan keilmuan, dan filsafat kritis dalam dinamika sosial; (5) kesalehan sosial dalam dunia modern.  

 

Dinamika Sosial (Disampaikan oleh M. Nurudin – Direktur Asosiasi Petani Indonesia)

Asosiasi Petani Indonesia (API) merupakan organisasi payung petani Indonesia yang telah berdiri di 70 Kabupaten/Kota yang berada di 14 Provinsi di Indonesia.  Aktivitas utama API adalah: (1) pemasaran bersama dan kewirausahaan sosial petani berbasis koperasi; (2) advokasi petani tas tanah dan pangan; (3) advokasi dampak-dampak liberalisasi kebijakan pertanian seperti pencabutan subsidi pertanian, liberalisasi air, arsitektur keuangan global, dan lain lainnya.

Salah satu permasalahan petani adalah sistem BAWON, sistem bagi hasil antara tuan tanah dan petani pengelola yang menggunakan subssistem tebasan dan ceblokan.  Sistem yang mengguremkan petani.  Belum lagi permasalahan ekologi, seperti perubahan karena faktor lingkungan.  Ditingkahi lagi oleh permasalahan involusi pertanian (sharing poverty) karena pertanian dan petani saling makan memakan satu dengan yang lain.  Kebijakan peninggalan Orde Baru (Orba) menjadi akselerator bagi hancurnya sistem pertanian.  Pembatasan kepemillikan lahan dan revolusi  hijau adalah beberapa kebijakan yang merusak sistem pertanian hingga saat ini.

Sejarahnya, padi pertama kali ditemukan di tepian Sungai Huangho pada kurang lebih 50.000 tahun sebelum masehi.  Padi varietas asli (lokal) hanya membutuhkan sedikit air dan sedikit pupuk (cukup dipebuhi dengan pupuk kandang) walaupun hasilnya moderat.  Sedangkan Padi Hibrida (hasil dari GMO) membutuhkan banyak air dan banyak pupuk plus pestisida walaupun produksi tinggi.  Monsanto (1994) menyatakan “siapa yang menguasoi benih akan menguasai pasar dan akan menguasai manusia yang artinya menguasai politik dan ekonomi.”  Intinya siapa yang menguasai benih akan menguasai dunia.  Apalagi saat jumlah luasan lahan pertanian semakin menyempit karena pengalihan lahan pertanian dari tahun ke tahun yang sudah dikawatirkan oleh Plezer sejak tahun 1948.

Revolusi Hijau, berdasarkan teori adaptasi dan difusi: teknologi baru, bibit, pupuk, dan pestisida baru.  Terjadi stagnasi teknologi karena kepadatan penduduk dan lahan yang semakin menyempit serta tenaga kerja menggunakan sistem sewa. Catatan: Indonesia melakukan transfer teknologi sedangkan China mencuri teknologi.  Semakin kaya petani semakin tidak menjadi petani karena hanya menjadi tuan tanah dan memperkerjakan buruh tani.   Semakin miskin petani semakin menjadi petani karena bekerja sebagai buruh tani atau penggarap.

Terjadi skenario liberalisasi perdagangan pangan.  Terbitnya Bretton wood (07/1946) serta dilanjutkan dengan Putaran Uruguay (1986) dan yang terakhir Putaran Doha (2006) secara jelas mengatur liberalisasi pangan.  Secara tradisional sudah terjadi di Indonesia.  Sistem ijon yang membeli hasil panen petani sebelum musim panen.  Tengkulak yang menebas habis panen petani.  Sistem ceblokan sistem kerja lepas bagi buruh tani (cash and carry) merupakan sistem-sistem liberalisasi pertanian tradisional yang memiskinka petani.  Selain itu tentu saja feminisasi kemisknan dengan meminggirkan peran perempuan.

 

Filsafat Timur (Disampaikan oleh Bhikku Dammasubo MT)

Alam raya bagai orang tua da orang tua bagai alam raya.

Negara akan kuat bila tidak meninggalkan sejarah dan sastra budaya bangsanya.

Kondisi kekinian, ahli teknologi dan ganti budaya.

George Washington adalah Pemimpin Serikat Buruh saat akan mendirikan Amerika Serikat.  Beliau belajar filsafat dan etika dari Nusantara.  Tetapi saat ini, filsafat dan etika Nusantara malah meluntur.  Walau peradaban Nusantara dibangun berdasar peradaban India tetapi masih mempertahanankan filsafat dan etika aslinya.

India terdiri dari 2 (dua) suku bangsa besar.  Bangsa Arya (Sakya) yang berkulit  terang, berfilsafat, dan berpengetahuan) dan Bangsa Angsa (Dravida) yang berkulit gelap bekerja sebagai petani, berkebun, dan beternak.  Suku Bangsa Arya yang pertama-tama membangun kerajaan-kerajaan di Utara Pulau Jawa (Kelet dan Keling) yang menurunkan Kerajaan Kalingga denga Ratu Shima yang terkenal kejujuran dan keadilannya yang ternyata berasal dari India Tenggara.  Kerajaan Kalingga berhubungan dengan Raja Ashoka (200 SM) merupakan pusat perkembagan Buddhisma.  Bhante Mahinda (Anak Raja Ashoka) adalah penyebar Buddhisme yang gigih dan sudah memiliki relasi yang baik dengan Yunani di Barat, Tiongkok di Utara dan Srilangka di Selatan.

Filsafat menentukan arah bangsa tetapi tidak menarik bagi banyak orang. Filsafat akan menarik bila disajikan denga kesusastraan.  Di Srilangka (migrasi ke selatan), ada Pohon Bodi yang ditanam sejak 200 SM sebagai tanda.  Nusantara adalah tujuan migrasi di Timur, sejak 200 SM telah masuk Nusantara, di Kutai Timur (Kalimantan) sebagai gelombang pertama.  Sedangkan gelombang kedua mendarat di Pulau Jawa, tepatnya di Jepara, pada 100 SM.  Ditandai dengan munculnya susastra berkonteks lokal, Tahun Saka.  Huruf Palawa merupakan penggabungan Bahasa Pali dan Bahasa Jawa Kuno.  Di Nusantara, sebelum ada migrasi dari India pada abab kedua dan kesatu sebelum masehi telah ada suku bangsa yang berdiam, yaitu Suku Kalam.  Saat ini, budaya peradaban Nusantara merupakan turunan dari Budaya Sakya dan Davida, budaya yang telah mapan sejak 500 SM, Upanisad adalah buktinya.

Upanisad, terdiri dari kata Upa yang berarti dekat dan Nisad yang artinya bersiap.  Upanisad memiliki arti berserah diri.  Untuk kaum pria nama ajarannya adalah Upasaka sedangkan untuk wanita bernama Upasika. Sedangkan Upajaya untuk kaum yang terbaik seperti Guru.  Upanisad merupakan pembelajaran dengan berdasar pada Bahasa Lisan (15%), Bahasa Simbol (15%), dan Bahasa Tubuh (70%).  Bahasa Lisan terdiri dari diksi (pilihan kata), intonasi (nada kata), dan artikulasi.

Spiritualitas dipergunakan untuk mempertahankan yang paling ideal selama mungkin.  Belajar dengan tatap muka (lisan, simbol, dan tubuh).  Sedangkan keilmuan bertugas untuk melakukan inovasi dan keterbaruan, walau arus informasi yang ada tidak mengharuskan saling bertemu, cukup dengan bahasa lisan dan simbol.  Menimbulka reduksi hanya hingga menyisakan 30% saja dari makna.  Bahkan hari-hari ini, tersisa hanya simbol dalam komunikasi di dunia maya.

Filsafat dan budaya berbeda dengan sains dan teknologi yang bersifat linier (ada awal dan akhir) dan bersifat pasti/eksak (ada ukuran).  Filsafat, budaya, dan seni apalagi spiritualitas bersifat kualitatif (indah, baik, dan lain sebagainya) yang ukurannya sangat subyektif.  Filsafat Sakya merupakan perpaduan antara spiritualitas dengan filsafat dengan Iptek yang seimbang (bajik dan bijak).

Budaya Jawa yang dipengaruhi oleh Budaya India bertaham selama 17 abad (200 SM sampai abad ke 15), mulai berubah dan bergeser saat masuknya budaya dan filsafat Islam serta ditingkahi oleh kolonialisme pada abad 15.  Perubahan dan pergeseran terjadi bersamaan dengan hegemoni ekonomi dan politik.  Hegemoni ekonomi dan politik dilakukan dengan merubah paradigma budaya dan sosial serta filsafat dan spriritual.

Filsafat berbasis pada spiritualitas.  Tenang, sadar diri, dan merenung untuk menemukan nilai dan membaca tanda-tanda alam.  Filsafat Shidartta merupakan filsafat jalan tengah yang terdiri dari 8 unsur.  Filsafat tmur bersifat sirkuler, tidak berawal dan tidak berakhir, kelahiran kembali yang berulang-ulang (jata mapala)

Filsafat, Agama, dan Dharma

Agama berkembang dan tumbuh bersama dengan busaya dan tradisi lokal.  Filsafat berkembang dari perenungan dan bersekutu dengan budaya dan tradisi lokal.  Sugih tanpa banda, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake.” Merupakan contoh dari filsafat lokal yang selaras dengan tradisi lokal dan juga ajaran agama manapun.

Agama adalah perpaduan antara filsafat dan spiritualltas.  Dharma adalah gabungan dari agama + filsafat + spiritualitas + ilmu (akal budi + pengalaman + empirisma).

Dalam Dharma (Buddhisma), hidup itu: (1) menanggung (gerak, tumbuh, dan bergerak), (2) penderitaan yang berasal dari keinginan, (3) hilangny penderitaan beriring dengan hilangnya keinginan, (4) melalui 8 unsur jalan tengah utama (harmoni dan serasi).

Catatan: Sila untuk awan ada 5 sila, sedangkan untuk Bhikku ada 227 sila.

 

Perbandinan (Dialog) Filsafat Barat dan Timur (Disampaikan oleh Bhikku Dammavijato MT)

Pola fikir barat dan timur secara esensi sama.  Filsafat bukan untuk diteorikan tetapi sebagai jalan hidup (way of life) yang terbaik.  Filsafat yang terpenting untuk diaplikasikan (laku).  Filsafat ada untuk mencapai kebahagiaan hidup, karena sumber masalah hidup adalah ketakbahagiaan. Sedangkan ketakbahagiaan berasal dari keserakahan + kebencian + kebodohan (kegelapan batin).  Ketakbahagiaan diatasi dengan pengendalian diri: (1) pandai (ucapan yang baik dan bijaksana serta benar).  A-gama berarti tidak mengacaukan, Agama hadir untuk membawa kedamaian dan kebahagiaan.  (2) Kusala Kama Kaya (tingkah laku yang baik), terletak pada pola pikir setiap individu.

Ketakdamaian dan ketakbahagiaan diakibatkan oleh manajemen pola pikr yang salah.  Seperti menggunakan energi pikiran untuk hal-hal yang di luar diri kita. Bila belum dapat menenangkan pikiran kedamaian dan kebahagiaan belum dapat diperoleh.  Meditasi (hening dan damai) adalah teknik atau metoda untuk menenangkan pikiran (sadar – damai).

Energi pikiran selalu bergerak aktif setiap saat.  Harus ada konsep dan pedoman untuk mengendalikan energi pikiran untuk memperoleh kebaikan dan kebijaksanan serta kedamaian.  Dengan menentukan aktivitas dan kegiatan keseharian untuk kebermanfaatan dan kedamaian.

Barat dan timur tidak berbeda, tergantung pada masing-masing individu.  Kebermanfaatan dan kedamaian lebih penting.

Catatan: Gelombang Pikiran, dibawah 10 pangkat 50 adalah pikiran negatif yang mengarah pada kegelapan batin yang menghasilkan karma buruk. 10 pangkat 50 sampai dengan 10 pangat 200 adalah netral.  Sedangkan diatas 10 pangkat 200 adalah pikiran positif yang mengarah pada kedamaian dan kebaikan yang menghasilkan karma baik.

 

Tantangan Keilmuan (Romo Armada – Rektor STFT Widya Sasana)

Filsafat barat berbasis rasio (gerak pikir) sedangkan filsafat timur berbasis rasa (gerak hati). 

Catatan dari Kitab Yehezkhiel: Manusia di hadapan Allah, seperti (1) sapi (memamah biak); (2) singa (keteguhan hati); (3) manusia (kelemah lembutan); (4) elang (bermata tajam).  Manusia bermata elang artinya memiliki kemampuan untuk melihat secara tajam (baik dan buruk) yaitu hati nurani (kesadaran).

Pondasi keilmuan adalah untuk melestarikan dan menyejahterakan kehidupan manusia.  Keilmuan (rasio) di abad pertengahan banyak mengalir dari biara.  Contoh: Gregol Mendell penemu Teori Persilangan; Copernicus yang mencetuskan Helio Centris.

Keilmuan kait mengait dengan bahasa.  Berguna untuk menata hidup manusia.  Renaisance: keilmuan dan keindahan yang diukur dengan “manusia”.  Keilmuan berfondasi/berpusat pada manusia dan kemanusiaan (humanisma).

Modernitas: Renee Dercarts (Cartisius) merumuskan buku filsafat pertama.  Merumuskan “apa itu berfikir?”  Berfilsafat diawali dengan pertanyaan “Mengapa?” dan “Apa?” sesuai rumusan Socrates.  Tentu saja bertujuan untuk kehidupan yang lebih baik.  Descartes merumuskan “Apa itu berfikir?”  Berfikir sama dengan bertanya, seperti anak kecil yang selalu ingin tahu.

Ilmu pengetahuan melintasi (menyeberangi) agama.  Gua Plato adalah salah satu metoda atau cara berfikir.  Api à panggung pertunjukkan à orang à bayangan.  Esensi dari sinar matahri à difusi sinar matahari à bayangan.  Melihat bayangan seperti melihat realitas.  Tidak berfilsafat tidak bisa melihat realitas.

Aristoteles menyampaikan, ilmu pengetahuan berawal dari penglihatan (indra).  Plato menyampaikan, ketika melihat realitas seakan-akan melihat kebenaran padahal hanya bayangan.  Realitas tidak hanya sekedar yang dapat dilihat atau dirasakan oleh indra, karena indra manusia terbatas.  Harus berfilsafat atau melakukan perenungan.

Filsafat Hindu menyatakan, di dalam diri manusia ada atman yang memancarkan keluhuran manusia, bukan realitas tubuh manusia.  Atman adalah kesejatian manusia.  Penguasa yang buta, yang tak melihat manusia sebagai manusia, adalah manusia yang sudah kehilangan atman-nya, kehilangan keluhurannya.

Filsafat modern tidak hanya bertanya tetapi sekaligus menjawab.  Sebuah kesadaran akan realitas. Jawaban yang muncul akan menjadi ilmu pengetahuan.  Newton saat ejatuhan apel, saat melihat ke atas bukan melihat apel tetapi juga melihat bulan.  Newton bertanya, mengapa apel jatuh ke bumi sedangkan bulan tidak?  Muncullah Teori Gravitasi (polling force).  Filsafat modern mengatasi keterbatasan indra (filsafat Aristoteles).  Contoh: udara tidak terlihat tetapi mampu merambatkan suara dan bau.

Ilmu pengetahuan direduksi menjadi eksperiman laboratorium.  Unsur awal: air, tanah, api, dan udara yang oleh Leonardo Da Vinci dikembangkan menjadi berbagai elemen yang lain.  Cara kerja ilmu pengetahuan adalah eksperimental yang akan memunculkan produk-produk ilmu pengetahuan.  Infratruktur rasional belajar dari ilmu pengetahuan untuk menemukan inovasi. 

Sindrom modernitas, salah satunya adalah industrialisasi, saat manusia melayani mesin.  Merupakan perkembangan modernitas yang menghamba pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian dimasalkan dengan industrialisasi yang berasaskan pasar yang pada akhirnya menciptakan konsumerisme.  Ukuran keberhasilanpun berganti pada kekayaan (materialisma).  Ilmu pengetahuan dan teknologi bergeser menjadi alat kekuasaan (knowledge is power).  Ambuguitas ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan harus mengabdi pada manusia, dan bukan sebaliknya.  Amartya Sen berujar, pembangunan ekonomi yang baik adalah ekonomi yang menyejahterahkan mannusia seluruhnya.  Bukan untuk keuntungan kelompok apalagi keuntungan pribadi.  Kesadaran ilmu pengetahuan adalah kesadaran untuk pemenuhan kebutuhan manusia yang berkontribusi terhadap kesejahteraan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh adanya lembaga-lembaga eksperimen (riset dan penelitian).  Mencari penemuan-penemuan baru yang dapat menyejahterakan manusia.  Riset mempersiapkan infrastruktur rasional.

Abad pertengahan (media vale), saat pusatt peradaban (filsafat dan pengetahuan) dikuasai dan dihegemoni oleh Gereja.  Sedangkan masa renaisance adalah masa kembalinya filasafat Yunani menjadi dasar berfikir, saat manusia kembali memuja keindahan (romantisma).  Manusia mengandalkan gerak hati (rasa) ketimbang akal budi (rasio).

Nitzche berujar, sang pembunuh tuhan adalah orang gila yang bernama Zarathustra.  Membunuh tuhan untuk meruntuhkan yang baik dan benar (norma-norma agama).  Runtuhnya norma-norma agama akan membawa tindakan manusia hanya didasarkan pada “apa yang ingin dikerjakan” dan “apa yang tidak ingin dikerjakan”.  Meruntuhkan konsepsi yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan manusia adalah karena tuhan.  Konsepsi yang membawa manusia untuk terus menerus mencari makna dan arti kehidupan.  Konsepsi yang dibuat untuk mengritik “kekristenan” yang selalu menjadikan tuhan sebagai alasan manusia bertindak dan surga sebagai tujuan akhir.  Nitzche mengakhiri masa modernitas dengan menjadikan seni sebagai pengganti dari peraturan dan berbagai ukuran kebahagiaan.  Ukuran baik dan buruk bukan dosa tetapi hidup yang baik.  Hidup dinikmati laksana pesta, layaknya hidup bersana Dewa Dionesius.  Nitsche tidak berbicara tentang akal budi (rasio) tetapi kehendak (will) atau rasa.  Tulisan-tulisan Nitzche diterbitkan oleh kakaknya setelah Nitzche meninggal.  Pemikiran dan tulisan yang mengawali munculnya filsafat eksistensialisma (keberadaan manusia).

Filsafat eksistensialisma berkembang menjadi filsafat posmodernisma, filsafat yang tidak mau tunduk terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya dan yang ada di jamannya.  Postmodernisma  menolak ilmu pengetahuan, agama, dan ideologi. Ketiganya hanya dijadikan narasi besar yang hanya hidup untuk menghidupi kemunafikan.  Posmodernisma merevisi cara berilmu, beragama, dan berideologi menjadi lebih praksis yang kongkrit, menjadi lebih humanis.

Isma (pemikiran) memengaruhi sosial, politik, dan budaya.  Faham atau aliran filsafat politik membentuk ideologi yang menjadi tata atau sistem kehidupan bersama.  Ideologi selalu saling bersaing dan tak bisa dipertemukan.  Bukan hanya filsafat, agamapun bila masuk rana politik akan berubah menjadi ideologi.  Para cendikia berposisi kritis terhadap kekuasaan.  Sertifikasi dan tunjangan guru merupakan usulan Gerwani sedangkan 20% APBN untuk pendidikan adalah usulan PKI.  Pemikiran yang sudah melampaui jamannya. Realitas bergantung pada informasi, data, dan fakta.  Pendidikanpun ditentukan oleh hegemoni kekuasaan.

 

Filsafat Kritis: Membedah Pemikiran Marx (Akhol Firdaus, IAIN Tulung Agung)

Neo Marxisme (Filsafat Kritis) yang dikembangkan oleh Hoffenheimer, Ardono, Marcuse, dan kawan-kawan berakar dari pemikiran Marx yang dianggap teorinya gagal.  Dikembangkan kembali melalui filsafat Jerman yang dibangun oleh Imannuel Kant (filsafat kritisisma) dan GW Hegel (filsafat idealisma).

Filsafat Marx terbagi dalam dua pemikiran.  Marx muda yang tertuang pada German Ideology berisikan ideologi dan kesadaran sebagai supra struktur.  Sedangkan Marx tua yang tertuang pada Das Kapital adalah infrastruktur.  Pemikiran Marx didasarkan pada perkembangan (sejarah) manusia.  Pada awalnya manusia berkehidupan nomaden sampai kemudian menetap dan menjadi masyarakat yang feodal (feodalisma).  Kemudian berkembang menjadi masyarakat yang kapitalistik (kapitalisma) karena melakukan kapitalisasi terhadap apapun, dan pada akhirnya saat kesadaran mencapai puncaknya manusia akan hidup sebagai masyarakat yang komunal (komunisma).  Sehingga, sejarah manusia adalah sejarah perjuangan kelas, sejarah hegemoni dan penindasan.  Faktanya, selalu muncul ketimpangan dan penghisapan.

Analisis Marx menyatakan bahwa manusia gagal melihat dan menyadari fakta sejarah (hegemoni dan ketimpangan).  Kegagalan manusia untuk melihat ketimpangan dan perjuangan kelas adalah kebebalan yang harus diberantas.  Tumpulnya kesadaran dikarenakan ilmu pengetahuan hadir menjadi penyelubung dan pembenar terjadinya ketimpanga sosial, terutama ilmu tradisional (positivisma dan empirisma).  Ilmu yang didasarkan pada pancra indra yang dikembangkan oleh August Comte melalui ilmu sosiologi (fisika sosial).

Empirisma atau positivisma merupakan bentuk saintifikasi ilmu sosial.  Ilmu sosial disamakan dengan ilmu alam.  Metoda menggunakan observasi dan masyarakat (organisma) sebagai obyek, kekonsistenan hasil akan menjadi teori, hukum, atau dalil.

Buku Course of Positive Philosophy yang terdiri dari 6 jilid merupakan “kitab suci” bagi positivisma/empirisma, buku yang mengguji 5 ilmu fundamental (Matematika à  Astronomi à Fisika à Kimia à Biologi).  Sosiologi menjadi ilmu fundamental yang ke 6 yang pada perkembangan keilmuan terakhir lahirlah ilmu ekonomi pada awal abad 20.  Muncul karena perkembangan masyarakat (teologis à magis à positivistik).

Perkembangan ilmu pertama kali muncul dirumuskan oleh Pitagoras (500SM), yaitu ilmu matematika.  Selanjutnya lahir ilmu astronomi, kemudian ilmu fisika, selanjutnya ilmu kimia, dan akhirnya ilmu biologi.  Dengan menggunakan pendekatan yang sama yaitu observasi pada obyek sosial dan didukung oleh statistik, lahirlah ilmu sosiologi sebagai ilmu fundamental keenam dan yang terakhir adalah ilmu ekonomi.  Perkembagan ilmu ini terjadi karena perkembagan masyarakat, dimulai dari masyarakat teologis yang berfikiran generalisasi yang mutlak, dari permulaan peradaban sampai 1300SM.  Selanjutnya, masayrakat berkembang menjadi masyarakat magis atau metafisikas yang berkembang dari abad 13 sampai abad 18.  Selanjutnya dari Abad 18 sampai hari ini berkembang masyarakat positivistik yang spesifik dan empirik dengan kebenaran yang bersifat nisbi (relatif dan terbuka).

Potivistik atau empirisma yang dikembankan oleh August Comte hanya menggunakan metoda observasi sebagai satu-satunya metoda yang dipakai dalam semua ilmu dan matematika (termasuk statistika) menjadi satu-satunya alat analisis yang paling benar dan paling tepat untuk semua ilmu.  Positivisma mengedepankan pendekatan ilmiah dan obyektif.  Sehingga, metoda baku dan prosedural sebagai logical point of view dan pendekatan theoritical point of view yang bersifat doktrinal dan nisbi.

Ilmu sosial yang menyoroti kondisi masyarakat dan menemukan ketimpangan sebagai fakta sosial dianggap sebagai kondisi yang alamiah (natural).  Bahkan, akar masalah, aktor, dan struktur sosial dihilangkan.  Positivisma adalah ilmu yang menjadi “roh” dari kapitalisma.

Maka, kelompok (filsafat) kritis melawan kapitalisma.  Pembangunan kesadaran dan melawan selubung pelindungnya, yaitu positivisma.  Salah satu yang menjadi alat indoktrinasi adalah persekolahan sebagai sistem pendidikan tunggal.  Indoktrinasi hegemoni kapitalisma.  Seorang individu dikepung indoktrinasi kapitalisma, negara dan modal melakukan indoktrinasi melalui sistem (order) dan hegenoni pasar, hukum sebagai aparatus ideologis dan persekolahan sebagai tempat menimba ilmu bersifat positif dan empiris.  Sehingga, Gramscy mengatakan bahwa negara yang terdiri dari represive state apparatus (birokrat, polisi, dan militer) serta ideological state apparatus (pendidikan, agama, hukum, dan media) telah menjadi alat hegemoni kapitalisma.

 

 

Kesalehan Sosial (Pendeta Chrysta – GKJW)

Modernisma mendewakan efektivitas dan efisiensi.  Keduanya merupakan dasar dari era industrialisma, karena hasil dari efektivitas dan efisiensi adalah laba (komersialisasi).  Sistem yang menciptakan ketimpangan sosial.  Industrialisma memicu produksi keinginan (wants) yang melebihi kebutuan (needs) manusia.

Radikalisma adalah antitesis dari industrialisma, karena industrialisma menciptakan ketimpangan sosial yang kemudian memicu radikalisma.  Tetapi, radikalisma masalah menjadi tunggangan dari kapitalisma.  Terbukti dengan komersialisasi acara-acara agama.

Radikalisma yang berakar pada sikap eksklusif (menutup diri) dan pemikiran apologetik (merasa yang paling benar sendiri) harus dilunakkan dengan pemikiran inklusivisma (ajaran agamanya sendiri sebagai proyeksi) dan pemikiran pluralisma (semua agama baik dan bersifat khas).

Pembentukan karakter berkesalahan sosial didasarkan pada pendekatan tubuh – jiwa – roh atau kognisi – afeksi – psikomotorik atau intelektual – emosional – spiritual atau juga fisiologis – psikologis – etis atau menurut Freud melalui id – ego – super ego. Pendidikan yang tidak bisa bersifat instan karena menyangkut nafsu – akal – kesadaran.

Faktor bawaan seperti 4 karakter Hipokrates (sanguin, melankolik, flekmatik, dan .....) atau teori kecerdasan ganda dari Gardner (9 kecerdasan) ataupun psikologi Jawa dengan Wetonnya sangat berpengaruh pada pembentukan karakter seseorang.

Setiap manusia memililiki orientasi egoistik (aku sebagai pusat) bahkan sejak dari bayi.  Bayi tidak akan membiarkan orang lain merebut puting susu ibunya ataupun botol susunya tanpa perlawanan.  Sedangkan orientasi altruistik (aku harus bermanfaat bagi orang lain) harus didikkan dan diajarkan. Orientasi alttruistik inilah pendorong kesalahan sosial, berkorban untuk kepentingan orang banyak.

Religiositas yang dikembangkan oleh Romo Mangun mengajarkan pada setiap orang untuk memiliki kepekaan hati, bersikap luhur, dan selalu mencari kualitas hidup yang muncul dari intimitas jiwa dan totalitas kedalaman pribadi (independensi eksistensial).  Pendidikan kesalehan sosial yang tidak diajarkan tetapi melalui peragaan hidup (laku) atau peneladanan.

Pada saat ini, Indonesia dalan kondisi tuna religiositas bangsa.  Ritual agama dan bahkan fanatisma tinggi tetapi religiusitas rendah.  Dibuktikan dengan semakin naiknya utang negara karena ketidakmapuan menahan diri dari keinginan sehingga harus bergantung hidup pada orang lain.  Kondisi yang menjadikan Indonesia tersandera secara finansial, mental, moral, spiritual oleh hegemoni neo imperialisma dan kapitalisma yang berkelindan dengan oportunisma pada elit.  Akibatnya, ketimpangan menjadi-jadi dan menjadi lahan subur tumbuhnya radikalsma.  Sayangnya. Tidak diatasi dengan mencabut akar masalahnya tetapi dengan pendekatan represif yang bersifat otoritarianisma dan militerisma.

Realitas sosial seperti kekerasan, ketidakadilan, ketimpangan, gerusan paradigma asing, penyalagunaan narkotika, seks bebas dan prostitusi juga HIV-AIDS, konsumerisma (simplisitis, instantif, dan oportunis), bencana alam, dan kemiskinan terjadi karena ketimpangan sosial yang muncul sebagai akibat industrialisasi. Konstruksi (tarikan sosial) dengan kasih (agape) sebagai dasar dari relasi eros (ragawi), philia (pertemanan), dan storge (kekeluargaan) telah semakin memudar.

Hambatan perkembangan dari egosentik menuju altruistik karena modernitas menawarkan altruistik semu, yaitu internet.  Altruistik yang menawarkan kepuasan individu.  Manusia tidak lagi hidup dalam realitas tetapi hidup dalam hiperrealitas.  Termasuk ajaran-ajaran agama yang dangkal yang hanya memuaskan telinga dan mimpi tentang surga.  Juga ilmu pengetahuan yang terjebak pada sistem pendidikan persekolahan yang hanya menawarkan ijasah.  Dibuktikan saat terjadi masalah sosial seperti bencana, banyak orang akan merasa puas hanya dengan mengirim bantuan tanpa perlu hadir dan berjumpa apalagi bekerja bersama dengan korban.  Saat tanggap darurat semuanya melimpah ruah, akan sangat menurun saat rehabilitasi dan rekonstruksi, dan akan hilang saat mitigasi bencana.  Karitatif sangat menarik, reformatif cukup menarik, tetapi transformatif kurang menarik banyak orang untuk terlibat.

Data dan fakta dari reaitas adalah fenomena sosial yang tampak dan dapat dianalisis dari sejarah kritis.  Tetapi tertutupi dan terselaputi oleh modernitas dan industrialisasi.  Sehingga, sistem dan kesadaran tidak antisipatif dan tidak dapat menyelesaikan masalah dari akar masalahanya.  Untuk menyelesaikan akar masalah harus keluar dari arus utama (positivisma dan empirisma) dan berpindah ke pemikiran kritis yang membangun kesadaran.  Dilanjutkan dengan melaukan aksi (laku) untuk melakukan counter hegemony melalui komunitas.  Sebagai contoh,  munculnya setra-sentra ekonomi pasti ekses (imbas).  Industri tambang pasti akan diikuti oleh munculnya prostitusi yang membawa HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual.  Counter Hegemony yang dapat dilakukan adalah dengan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat. 

Kenyataan di pesisir selatan Jawa, lebar jalan Trans Lintas Selatan Jawa yang mencapai 36 meter, padahal jalan raya terlebar di Jawa rata-rata 24 meter, kalau bukan untuk fasilitas transportasi tambang untuk apa jalan selebar itu.  Pengembangan potensi manusia merupakan perang hegemoni antara kedaulatan melawan pasar.  Pembangunan mental harus didulukan ketimbang pelatihan teknis.  Bila peltihan teknis yang didaulukan, manusia akan cenderung bermental inferior dan instantif, mental yang hanya mendahulukan keuntungan material.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            

Tidak ada komentar: