Kamis, 09 Maret 2023

MATERI BACAAN TENTANG ADVOKASI LINGKUNGAN

DEFINISI – DEFINISI ADVOKASI

SUMBER: https://mapalapmkunm.wordpress.com/materi-materi-pa/materi-advokasi-lingkungan/

“Advokasi adalah aksi strategis yang ditujukan untuk menciptakan kebijakan public yang bermanfaat bagi masyarakat atau mencegah munculnya kebijakan yang diperkirakan merugikan masyarakat.” (Socorro Reyes, Local Legislative Advocacy Manual, Philippines: The Center for Legislative Development, 1997).

“Advokasi terdiri atas sejumlah tindakan yang dirancang untuk menarik perhatian masyarakat pada suatu isu, dan mengontrol para pengambil kebijakan untuk mencari solusinya. Advokasi itu juga berisi aktifitas-aktifitas legal dan politis yang dapat

mempengaruhi bentuk dan praktik penerapan hukum. Inisiatif untuk melakukan

advokasi perlu diorganisir, digagas secara strategis, didukung informasi,

komunikasi, pendekatan, serta mobilisasi (Margaret Schuler, Human Rights Manual)

“Advokasi adalah aksi kolektif yang terencana untuk mengubah iklim politik yang

melibatkan semua pengemban kepentingan (stakeholder), yang diarahkan untuk

mengatasi isu-isu dan problem-problem spesifik melalui kebijakan publik.” (Laporan

Akhir tentang Central Asian NGOs Advocacy Training and Study Tour, March 1-12,1999,

The Philippines, The Center for Legislative Development)

“Advokasi melibatkan berbagai strategi yang ditujukan untuk mempengaruhi

pengambilan keputusan publik baik di tingkat lokal, nasional dan internasional;

dalam advokasi itu secara khusus harus memutuskan: siapa yang memiliki

kekuasaan dalam membuat keputusan; bagaimana cara mengambil keputusan itu;

dan bagaimana cara menerapkan dan menegakkan keputusan.” (Lisa VeneKlassen

and Valerie Miller, The Action Guide for Advocacy and Citizen Participation, Washington

D.C.: The Asia Foundation, 2002).

Advokasi adalah aksi yang strategis dan terpadu, oleh perorangan atau kelompok

masyarakat untuk memasukkan suatu masalah ke dalam agenda kebijakan, dan

mengontrol para pengambil keputusan untuk mengupayakan solusi bagi masalah

tersebut sekaligus membangun basis dukungan bagi penegakan dan penerapan

kebijakan publik yang di buat untuk mengatasi masalah tersebut. (Manual Advokasi

Kebijakan Strategis IDEA, Juli 2003)

Masyarakat madani berperan penting dalam melindungi lingkungan hidup. Ada beberapa cara bagaimana masyarakat madani mengadvokasi pelestarian lingkungan hidup.
erbicara advokasi, sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, yaitu:

  1. Usaha-usaha terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier).
  2. Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para penguasa bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja.
  3. Upaya terorganisir maupun aksi yang menggunakan sarana-sarana demokrasi untuk menyusun dan melaksanakan undang-undang dan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata (Institut Advokasi Washington DC).

Dari beberapa definisi di atas, setidaknya advokasi dapat difahami sebagai bentuk upaya melakukan pembelaan rakyat (masyarakat sipil) dengan cara yang sistematis dan terorganisir atas sikap, perilaku, dan kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan kenyataan.

 

Definisi lingkungan

Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human environment) atau dalam sehari-hari juga cukup disebut dengan “lingkungan” saja. Unsur-unsur lingkungan hidup itu sendiri biasa nya terdiri dari: manusia, hewan, tumbuhan, dll. Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan Millieu, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan I’environment.

 Berikut ini adalah pengertian dan definisi lingkungan hidup menurut para ahli:

 # PROF DR. IR. OTTO SOEMARWOTO

Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati  yang mempengaruhi kehidupan kita

 # S.J MCNAUGHTON & LARRY L. WOLF

Lingkungan hidup adalah semua faktor ekstrenal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengarui kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme

 # MICHAEL ALLABY

Lingkungan hidup diartikan sebagai: the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism.

 # PROF. DR. ST. MUNADJAT DANUSAPUTRO, SH

Lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.

 # SRI HAYATI

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan mahluk hidup. termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya

 # JONNY PURBA

Lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai

 

Advokasi: Alasan, Tujuan, dan Sasaran

Bagi sebagian orang yang telah berkecimpung dalam dunia advokasi, tentu mereka tidak akan menanyakan kembali mengapa mereka melakukan hal itu. Namun, bagi sebagian lainnya yang belum begitu memahami, atau bahkan belum pernah mengenal, seluk-beluk advokasi, jawaban atas pertanyaan “Mengapa beradvokasi?” menjadi cukup relevan dan urgen untuk dijawab.

Ada banyak sekali alasan mengapa seseorang harus, dan diharuskan, untuk melakukan kerja-kerja advokasi. Secara umum alasan-alasan tersebut antara lain adalah:

  1. Kita selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan kemanusiaan dan kemiskinan
  2. Perusakan dan kekejaman kebijakan selalu menghiasi kehidupan kita
  3. Keserakahan, kebodohan, dan kemunafikan semakin tumbuh subur pada lingkungan kita
  4. Yang kaya semakin gaya dan yang melarat semakin sekarat

Dari beberapa poin di atas ini kemudian melahirkan kesadaran untuk melakukan perubahan, perlawanan, dan pembelaan atas apa yang dirasakan olehnya. Salah satu bentuk perlawanan dan pembelaan yang “elegan” adalah advokasi.

Tujuan dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah kondisi yang tidak atau belum ideal sesuai dengan yang diharapkan. Secara lebih spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi banyak diarahkan pada sasaran tembak yaitu kebijakan publik yang dibuat oleh para penguasa.

Mengapa kebijakan publik? Kebijakan publik merupakan beberapa regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi para penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan mewajibkan warganya untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap kebijakan yang akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal serta diawasi agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif bagi warganya. Hal ini dikarenakan pemerintah ataupun penguasa tidak mungkin mewakili secara luas, sementara kekuasaannya cenderung sentralistik dan mereka selalu memainkan peranan dalam proses kebijakan.

 

Siapa Pelaku Advokasi?

Advokasi dilakukan oleh banyak orang, kelompok, atau organisasi yang dapat diklasfikan sebagai berikut:

  1. Mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan (PMII, HMI, KAMMI, FMN, LMND, dan lain-lain)
  2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau disebut juga organisasi non-pemerintah
  3. Komunitas masyarakat petani, nelayan, dan lain-lain
  4. Organisasi-organisasi masyarakat atau kelompok yang mewakili interest para anggotanya, termasuk organisasi akar rumput
  5. Organisasi masyarakat keagamaan (NU, Muhammadiyah, MUI, PHDI, PWI, PGI, Walubi, dan lain-lain)
  6. Asosiasi-asosiasi bisnis
  7. Media
  8. Komunitas-komunitas basis (termasuk klan dan asosiasi RT, Dukuh, Lurah, dan lain-lain). Contoh: FBR, Pandu, Apdesi, dan Polosoro
  9. Persatuan buruh dan kelompok-kelompok lain yang peduli akan perubahan menuju kebaikan

Kerja-kerja Advokasi: Tantangan dan Strategi

Advokasi selamnya menyangkut perubahan yang mengubah beberapa kebijakan, regulasi, dan cara badan-badan perwakilan melakukan kebijakan. Dalam melakukan perubahan kebijakan pun tidak semudah yang kita bayangkan; ada beberapa lapisan yang harus kita lewati untuk melakukan perubahan tersebut.

Lapisan pertama mencakup permintaan, tuntutan, atau desakan perubahan dalam praktik kelembagaan dan program-programnya. Contoh, sekelompok anak jalanan dan “gepeng” menolak Raperda yang telah dirancang kepada anggota dewan dan pejabat pemerintahan. Lapisan kedua, mengembangkan kemampuan individu para warga, ormas, dan LSM. Dengan penolakan dan penentangan adanya Raperda, anggota komunitas belajar bagaimana mengkomunikasikan pesan mereka pada segmentasi yang lebih luas untuk memperkuat basis dukungan kelembagaan mereka. Lapisan ketiga, menata kembali masyarakat. Kita mengubah pola pikir dan memberdayakan masyarakat marjinal (gepeng dan anjal) untuk berinisiatif melakukan perjuangan hak-haknya secara mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita mampu membuat komunitas kita lebih berdaya dan mampu meneriakkan aspirasinya sendiri.

Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang harus kita lakukan untuk memetakan dan mengawal jalannya sebuah kebijakan sebelum disahkan menjadi hukum formal, yaitu:

  1. Mengerti dan memahami isi dari kebijakan beserta konteksnya, yaitu dengan memeriksa kebijakan apa saja tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut
  2. Pelajari beberapa konsekuensi dari kebijakan tersebut. Siapa saja yang akan mendapat manfaat dari kebijakan tersebut
  3. Siapa yang akan dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan
  4. Siapa aktor-aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka
  5. Tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang diproses. Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite legislatif dan forum public hearing. Jaringan informal melalui komunikasi interpersonal dari individu-individu yang terlibat dalam proses pembentukan kebijakan
  6. Mencari tahu apa motivasi para aktor utama dan juga jaringan yang ada dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat

Perlu kita pahami bahwa advokasi tidak terjadi seketika. Advokasi butuh perencanaan yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi:

  1. Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya
  2. Mempererat kokmunikasi dan kerjasama dengan para pejabat dan beberapa partai politik yang berorientasi reformasi pada pemerintahan
  3. Melakukan lobi-lobi antar instansi, pejabat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan (NU dan Muhammadiyah)
  4. Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi
  5. Melewati aksi-akasi peradilan (litigasi, class action, dan  lain-lain)
  6. Menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi

 I. Kelompok-Kelompok Advokasi Pelestarian Lingkungan Hidup

Advokasi pelestarian lingkungan hidup selalu dibutuhkan. Prinsip dasarnya adalah: jangan biarkan pemerintah dan perusahaan bekerja sendiri, tanpa keterlibatan masyarakat.

Kegiatan-kegiatan advokasi untuk pelestarian lingkungan hidup termasuk advokasi kebijakan dan penegakan hukum, pendidikan umum dan pembelaan masyarakat.

Advokasi Masyarakat

Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan advokasi tersebut termasuk

a) Merubah kebijakan-kebijakan yang merusak lingkungan hidup;

b) Advokasi kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan baru yang menganjurkan pelestarian lingkungan;

c) Penegakan undang-undang lingkungan hidup dengan proses pengadilan;

UU No 23-1997 untuk sementara digunakan di Timor Lorosa’e. Proses pengadilan untuk menganjurkan hukum lingkungan hidup dapat dilakukan dengan memakai “legal standing” atau memakai “class action”. Saudari Weiweik Awiati akan membahas masalah tersebut secara lebih terinci dalam lokakarya mengenai hukum lingkungan hidup.

d) Pengawasan korupsi;

e) Pengawasan perusahaan.

 

Kesadaran Masyarakat

Peningkatan kesadaran masyarakat sangat penting untuk pelestarian lingkungan hidup. Peningkatan kesadaran masyarakat termasuk pendidikan umum mengenai lingkungan dan kampanye. Isu-isu yang penting termasuk pembuangan sampah dan pentingnya serta caranya untuk menyelamatkan binatang dan tumbuhan yang terancam punah.

Kelompok-kelompok advokasi lingkungan hidup berperan penting dalam gerakan-gerakan perlawanan. Ini termasuk bekerja dengan masyarakat lokal untuk melawan kerusakan lingkungan hidup. Kampanye yang mementingkan suatu isu di tingkat lokal sangat efektif. Pengelolaan lingkungan hidup yang ditingkatkan di tingkat dasar masyarakat dapat juga dilaksanakan oleh kelompok-kelompok lingkungan hidup.

 

2. Pendekatan terhadap Pelestarian Lingkungan Hidup

Organisasi biasanya mengambil pendekatan berdasarkan pelestarian/konservasi lingkungan hidup, atau pendekatan berdasarkan hak-hak.

 

Berdasarkan Pelestarian

Pendekatan berdasarkan pada konservasi mementingkan melindungi ekosistem, dan jenis-jenis binatang dan tumbuhan-tumbuhan yang terancam punah. Masalah-masalah tersebut dianggap lebih penting daripada manusia. Pendekatan lainnya ialah berdasarkan pada Keadilan Lingkungan Hidup menyangkut pelestarian lingkungan sambil memperjuangkan keadilan sosial, demokrasi dan hak asasi manusia. Biasanya kelompok lingkungan hidup di negara sedang berkembang seperti Indonesia dan Timor Lorosa’e memakai pendekatan kedua. Kelompok lingkungan hidup Indonesia, tempat kerja saya- WALHImengambil pendekatan kedua.

 

Berdasarkan Hak-Hak Masyarakat Asli

Pelestarian lingkungan hidup dapat juga diadvokasi dengan pendekatan berdasarkan hak masyarakat asli; dan seperti sudah dibicarakan, pendekatan Pengelolaan Lingkungan Hidup/Sumber Daya Alam oleh masyarakat setempat juga merupakan pendekatan yang sangat efektif.

 

3. Usulan saya untuk agenda di sini:

• Mengawasi pemerintah dalam kebijakan dan pembuatan undang-undang, baik yang dibuat UNTAET maupun pemerintahan baru hasil pemilu.

• Pengawasan Donor, seperti USAID, UNDP, ADB, WB, karena kelakuan mereka yang dapat menghancurkan lingkungan hidup kita.

• Membuat Undang-Undang Lingkungan Hidup yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan  yang mengakui hak-hak masyarakat asli.

• Pengelolaan Lingkungan Hidup oleh masyarakat – jangan biarkan hutan-hutan dikuasai oleh pengusaha. Masyarakat harus tetap memegang haknya untuk mengelola dan memiliki hutannya sendiri.

• Mengawasi investasi yang masuk. Jangan ulangi kesalahan Indonesia.

• Mengawasi korupsi, pemerintahan pasti korupsi.

• Memperjuangkan transparansi, tanggung gugat, dan partisipasi dalam proses demokrasi.

• Mendasarkan kebijakan-kebijakan baru pada adat dan kebiasaan lokal, jangan membuangkannya, tetapi menggabungkannya dengan sistem demokratik yang baik.

Lakukan sekarang juga, selagi pemerintah masih dekat dengan masyarakat- makin lama pemerintahan berkuasa, mereka makin jauh dari kita.

 

 


 

SUMBER: http://ilmu-perpustakaan.blogspot.co.id/2011/12/advokasi-lingkungan-menuju-kehidupan.html

 

ADVOKASI LINGKUNGAN MENUJU KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK

 

Oleh: WALHI Jakarta

 

Pengantar

 

Seiring perjalanan waktu, kondisi lingkungan hidup di Indonesia semakin mengalami keterpurukan, selama kurang lebih dari tiga dasawarsa, pemerintah telah terbukti tidak mampu melakukan pengamanan terhadap sumber daya alam di Indonesia. Pembangunan yang hanya didasarkan pada pertimbangan ekonomi telah mengakibatkan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh pemilik modal atas persetujuan pemerintah, terlebih di era globalisasi dengan pemaksaan paradigma pengelolaan lingkungan oleh negara-negara Utara terhadap negara-negara Selatan, yang pada gilirannya semakin membuat kehancuran lingkungan hidup.

 

Persoalan lingkungan hidup pada dasarnya adalah persoalan semua orang, dan sudah seyogyanya gerakan-gerakan kesadaran yang coba dibangun untuk memulihkan kondisi lingkungan ke arah yang lebih baik adalah satu keharusan, dengan mengambil peran apapun yang bisa dilakukan oleh semua pihak, antara lain peran yang dilakukan oleh aktivis-aktivis lingkungan dari berbagai elemen masyarakat yang melakukan kerja-kerja advokasi terhadap lingkungan.

 

Bicara soal lingkungan, ada lima kelompok yang memiliki kepentingan terhadap llingkungan, yakni negara, pemilik modal, rakyat, lembaga internasional dan lingkungan hidup itu sendiri. Yang semua kelompok tersebut harus memegang satu keharusan bahwa lingkungan hidup adalah hak semua orang dan bumi yang diciptakan hanya satu dan untuk semua generasi.

 

Yang kemudian menjadi Pertanyaan selanjutnya adalah apa makna dari gerakan advokasi itu sendiri, tujuan serta sejauhmana advokasi betul-betul bisa membawa perubahan lingkungan hidup ke arah yang lebih baik untuk keberlangsungan kehidupan makhluk.

 

Memahami advokasi

 

Advokasi sudah menjadi satu kosa kata baku dalam kamusnya organisasi-organisasi non pemerintah (ORNOP) di indonesia, dan bahkan di dunia, terutama selama lebih dari satu dasawarsa terakhir ini. namun demikian, ORNOP yang mengaku melakukan kegiatan advokasi juga memiliki berbagai pengertian beragam tentang apa yang mereka maksud dengan advokasi itu sendiri. Malah, pernah cukup lama ORNOP di indonesia mengartikan semata-mata sebagai kegiatan pembelaan kasus atau beracara di peradilan (litigasi). mungkin karena terpengaruh oleh padanan katanya dari bahawa Belanda; advocaat, advocateur, yang tiada lain memang berarti Pengacara hukum, pembela atau peguam.

 

Namun demikian jika kita mengadopsi padanannya dalam bahasa Inggris, kata 'advokasi ' berasal dari kata  'to advocate' tidak hanya berarti 'membela' tetapi juga bisa berarti 'memajukan' atau 'mengemukakan' (to promote) yang berarti juga berusaha menciptakan yang baru, makna lain juga adalah melakukan 'perubahan' (to change) secara terorganisir dan sistematis.

 

Pada rezim otoriter Orde baru kata advokasi pernah menjadi momok yang begitu menakutkan, kata yang paling diwaspadai oleh penguasa militer saat itu. Advokasi selalu diartikan sebagai usaha-usaha makar kaum dan kalangan anti kemapanan untuk merongrong pemerintahan yang sah. Oleh karena itu rezim militeristik Orde Baru menjadi sangat tidak toleran terhadap usaha-usaha advokasi. Mereka merasa sangat terhina jika ada organisasi non pemerintah berhasil memulai advokasi,meskipun hasinya tidak jelas,maka wajar pula jika jika sebagian kalangan ornop waktu itu diam-diam juga mempercayai bahwa advokasi adalah kegiatan ilegal dan berbahaya. Akibatnya sebagian besar dari mereka menjadi sangat ketakutan beraliansi dengan organisasi-organisasi yang melakukannya, dan berusaha sedemikian rupa untuk berkelit dan menolak mengintegrasikan program-programmereka kedalam sutau jaringan kerja advokasi.

 

Dari latar belakang tersebut kemudian lahirlah makna advokasi yang sempit sebagai kegiatan beracara di pengadilan, dan bahkan advokasi pun dianggap sebagai urusan dan monpoli organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktek hukum.

 

Advokasi, seperti halnya media atau cara lain nya yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, tidaklah seseram atau sehebat yang sering dibayangkan oleh banyak pelakunya selama ini. advokasi lebih merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju.

 

Dengan kata lain advokasi memang bukan merupakan 'revolusi' tapi lebih merupakan usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik danlegislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku, bahkan di Amerika serikat , advokasi telah menjadi lahan bisnis besar. Banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang lobby menyediakan jasa advokasi yang melayani organisasi-organisasi dan perusahaan-perusahaan besar, termasuk perusahaan multinasional untuk mempengaruhi kebijakan perdagangan dan ekonomi Amerika agar lebih menguntungkan kepentingan akumulasi kapital mereka. Jadi dalam pengertianmereka advokasi sama sekali tidak ada hubngannya dengan usaha-usaha perubahan sosial atau dalam menegakan 'social justice'. Advokasi yang mereka lakukan justru lebih untuk melanggengkan kekuatan dan kekuasaan mereka dan juga melanggengkan ketidak adilan sosial.

 

Oleh karena itu, diperlukan paradigma baru 'advokasi untuk keadilan sosial'. Yakni advokasi yang justru meletakkan korban kebijakan sebagai subjek utama. Kepentingan merekalah justru yangharus menjadi agenda pokok dan penentu arah suatu kegiatan advokasi. Hanya dengan demikian usaha advokasi tidak lagi menempatkan organisasi, misal Ornop menjadi para 'pahlawan' dan 'bintang'. Melainkan suatu proses yang menghubungkan antar berbagai unsur progresif dalam masyarakat warga (civil society), melalui terbentuknya aliansi-aliansi strategis yang memperjuangkan terciptanya keadilan sosial dengan cara mendesakkan terjadnya perubahan-perubahan kebijakan publik.


 

Advokasi keadilan sosial.

 

Banyak organisasi bercita-cita memperjuangkan keadilan sosial, namun mengingat kerumitan, luasnya dimensi dan aspek-aspek ketidak adilan sosial, selain fakta adanya kesulitan untuk memulai dari mana, maka banyak organisasi yang terjebak sebagai 'pengrajin sosial' semata. Yang lama kelamaan tidak mampu lagi keluar dari jebakan tersebut. Hal ini disebabkan karena mereka terlalu memandang ketidak adilan sosial dari kacamata pendekatan praktis tanpa mengaitkannya dnegan program strategis.

 

Disamping itu ada juga organisasi yang melihat ketidakadilan sosial dengan menanggapinya secara naif, yakni dengan menyalahkan korban ketidakadilan sosial itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa sistem dan struktur sosial yang ada selalu baik, tapi masyarakat nyalah yang tidak mampu menyesuaikan diri kedalam sistem dan struktur tersebut. Mereka beranggpan korban adalah orang atau kaum yanglemah, malas danjuga bodoh,karenanya mereka perlu diberdayakan lewat program-program 'pendampingan', 'pendidikan' dan bahkan 'pembinaan'. Kalangan ini tidak pernah mempersoalkan bentuk-bentuk ketidak adilan sistemik dan struktural yang sering kali tersembunyi dibalik kebijakan, undang-undang dan peraturan yang berlaku.

 

Maka jika kita ingin melakukan suatu advokasi sesungguhnya harus juga kita mempersoalkan hal-hal yan berada dibalik suatu kebijakan , secara tidak langsung mencurigai adanya bibit ketidak adilan yang tersembunyi dibalik suatu kebijakan resmi. Oleh karena dalam setiap kebijakan atau ketentuan hukum selalu ada aspek budaya hukum (culture o law), maka advokasi juga tidak harus menjadi monopoli para pakar , kaum profesional dan para aktivis belaka. Organisasi rakyat di akar rumput, yakni mereka yang selama ini menjadi korban utama dari suatu kebijakan publik tertentu, justru harus menjadi bagian terpenting dari suatu aliansi advoksi. Dengan kata lain, advokasi mestinya memungkinkan dipergunakan rakyat di tingkat akar rumpun untuk memperjuangkan nasibnya. Jadi sekali lagi advokasi menjadi alat siapa saja yang ingin memperjuangkan perubahan kebijakan untuk tegaknya keadilan sosial.

 

Dalam konteks lingkungan hidup, makna dari advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik.

 

Advokasi lingkungan hidup berawal dari kegelisahan orang terhadap kondisi kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia, kegagalan pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap sumber daya alam salah satu yang menjadi alasan untuk kemudian melakukan gerakan-gerakan advokasi terhadap lingkungan di Indonesia pada tahun 1980 an.

 

Adapun tujuan dari gerakan advokasi lingkungan yang dilakukan antara lain untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, mendorong perubahan prilaku aparatur negara dalam menyikapi persoalan lingkungan hidup serta yang paling utama adalah bagaimana mendorong gerakan masyarakat sipil (organisasi rakyat) untuk

melakukan perbaikan terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Pada dasarnya gerakan perjuangan yang paling riil dilakukan adalah gerakan ditingkatan rakyat sebagai sebuah kekuatan untuk melakukan perubahan. Ke arah yang tentu saja lebih baik dan berpihak terhadap lingkungan dan rakyat.

 

Dasar-Dasar Hukum Advokasi Lingkungan

1.   UUD 1945 yang pada pasal 1 secara jelas menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Jadi merupakan wewewnang rakyat untuk melakukan upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup di Indonesia. Ini artinya bahwa tindakan yang dilakukan untuk melakukan advokasi lingkungan dari kerusakan dibenarkan menurut UUD 1945.

2.  UU No. 23 Tahun 1997

Dalam undang-undang ini diatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang mengatur soal :

1.    Hak masal

2.    Kewajiban pemerintah

3.    Larangan

4.     Sangsi-sangsi

 

Nilai nilai dasar advokasi

Dalam melakukan kerja-kerja advokasi ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi yaitu:

§   Demokratis

§   Transparan

§   Anti kekerasan

§   Kesetaraan

§   Keadilan gender

§   Partisipatif

 

Bentuk - Bentuk advokasi

Ada beberapa bentuk advokasi yang secara garis besar dibagi pada advokasi lewat pengadilan atau advokasi non pengadilan, namun secara rinci advokasi bisa dilakukan antara lain dalam bentuk:

§   Litigasi : penyelesaian permasalahan lingkungan hidup melalui jalur pengadilan

§   Mediasi: ada beberapa kekurangan menyelesaikan kasus lingkungan lewat jalur pengadilan, disamping itu kredibilitas pengadilan yang memang sampai saat ini masih buruk, untuk itu mediasi atau jalur perundingan lebih dipilih dengan memakai mediator yang ditunjuk oleh dua belah pihak.

§   Legal drafting : Draft kebijakan

§   Negosiasi: Penyelesaian kasus-kasus lingkungan antara dua pihak

§   Pengorganisasian rakyat

 

Unsur-unsur dalam advokasi adalah:

§   Rakyat, dalam hal ini lebih banyak sebagai korban terutama yang bersentuhan langsung dengan kawasan dimana terjadi eksploitasi yang dilakukan oleh pihak pengusaha dan pemerintah. Dan kerap kali dalam terjadinya kerusakan lingkungan rakyat dituding sebagai kelompok perusak dan penjarah.

§   Lembaga pelaksana, dalam hal ini adalah lembaga yang melakukan kerja-kerja advokasi

§   Kebijakan, perundang-unangan yang merupakan produk yang dihasilkan oleh pemerintah yang sering kali bersifat eksploitatif.

§   Aliansi atau berjaringan, dalam melakukan kerja-kerja advokasi kita membutuhkan jaringan atau aliansi yang akan mendukung kerja-kerja advokasi

 

Prinsip dasar advokasi

1.    Suatu tindakan penyadaran dan pengorganisasian

2.    Sebuah proses bukan tujuan

3.    Alat pendidikan politik rakyat

 

ciri-ciri dasar advokasi

1.    Mempertanyakan sesuatu tentang individu, kelompok maupun lembaga / instansi tertentu

2.    Menuntut hal tertentu dengan prosedur politik yang ada

3.    Memunculkan isu tertenutu

4.    Menciptakan isu tertentu

5.    Menarik perhatian,yang akhirnya menarik perhatian orang atau pihak lain untuk bergabung

6.    Mencetuskan prakarsa atau ide-ide baru

 

Dalam melakukan advokasi dimana rakyat dimungkinkan melakukan perubahan atas kebijakan tertentu maka harus dalam pengertian:

1.    Mengadakan dari yang belum ada

2.    Memperbaiki

3.    Memperkuat yang ada- agar lebih fungsional dalam melindungi rakyat

4.    Mengubah yang ada

 

Karena advokasi merupakan sebuah proses, maka dalam menjalankan proses tersebut tahapan-tahapan pokok harus menjadi pegangan kita, yakni:

1.    Melihat/ mengkaji masalah yang dihadapi

2.    Merumuskan masalah untuk diambil tindakan

3.    Tindakan

4.    Hasil

 

Dalam melakukan langkah-langkah advokasi kita juga mesti memahami beberapa kaidah, yakni:

1.    Mulailah dengan berbaik sangka.

2.    Temukan kemenangan-kemenangan kecil

3.    Kerjakan apa yang telah direncanakan

4.    Tetap pada inti soal/ isu utama

5.    Bersedia berunding

6.    Jangan mau ditakut-takuti dan juga janan menakut nakuti

7.    Bersikaplah kreatif danselalu kreatif dalam menghadapi perubahan

 

Bentuk-bentuk kegiatan yang biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat antara lain:

1.    Temu warga/ temu kampung

2.    Dengar pendapat

3.    Petisi (pernyataan sikap atau dukungan)

4.    Membuat selebaran

5.    Mogok atau boikot sipil / massa

6.    Lobby

7.    Kampanye media massa

8.    Demonstrasi

 

Hambatan Dalam Advokasi

Dalam melakukan kerja-kerja advokasi tidak selamanya berjalan sesuai dengan harapan, bahkan kerap kali advokasi kita berhenti ditengah jalan atau bahkan menemui kegagalan. Terlebih pada masa orde baru dimana hegemoni negara sangat dominan terhadap pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yang berakibat terjadinya berbagai permasalahan, ketidakadilan, penindasan HAM dalam berbagai bentuk.

 

Ada beberapa hambatan dalam advokasi antara lain:

1.     Pemerintah yang otoriter, yang tidak pernah melibatkan rakyat dalam membuat kebijakan lingkungan hidup

2.     Pemerintah yang tidak pernah berpihak kepada rakyat

3.     Pemerintah yang hanya berkiblat pada kepentingan industri Dan pengembangan ekonomi (lebih berpihak pada pemodal)

 

Saat ini hambatan terbesar dalam advokasi adalah kepentingan globalisasi, dimana kepentingan kapitalisme yang telah berhasil “mengebiri” kekuatan negara, dalam hal ini lewat pemerintah yang telah menjual sumber daya alam kepada pemilik modal dinegara-negara utara, dan telah berhasil menjadikan “boneka imperialisme” untuk memenuhi kepentingan mereka, sehingga paradigma yang diciptakan oleh mereka telah menghancurkan lingkungan hidup dan keberlanjutannya.

 

Penutup

 

Advokasi lingkungan adalah satu keniscayaan yang harus dilakukan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kondisi lingkungan hidup yang semakin parah, dan adalah kewajiban semua orang yang masih mau menikmati kehidupan ini secara lebih baik guna tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.

 

Hari ini, esok adalah sebuah hitungan hari yang harus kita jalani untuk mencapai satu cita-cita besar dalam lingkungan hidup kita atau tidak sama sekali sampai menunggu kehancuran lingkungan dan alam raya beserta isinya tidak lagi bisa dirasakan oleh generasi kedepan.

 


 

SUMBER: http://www.beritasatu.com/blog/nasional-internasional/2080-catatan-kecil-advokasi-lingkungan-hidup-tahun-2012.html

 

Catatan Kecil Advokasi Lingkungan Hidup Tahun 2012

Selasa, 08 Januari 2013 | 10:26

Aturan lingkungan hidup di Indonesia lemah, dibandingkan dengan negara lain. Belum lagi penegakannya berat sebelah kala yang dihadapi korporasi atau rakyat kecil.

Contoh bukti lemahnya hukum lingkungan adalah penggunaan sianida yang sudah tak diperbolehkan di pertambangan Eropa, dan sulit ditetapkan di negeri Barat lainnya. Tapi di sini diperbolehkan. Perusahaan tambang emas Agincourt Resources di Sumatera Utara menggunakan sianida. Perusahaan tersebut berkonflik dengan warga Batang Toru sepanjang tahun 2012 yang menentang pembuangan limbah tambang ke sungai.

AMDAL perusahaan menyatakan sungai tidak diminum warga, tapi kenyataannya sungai tersebut diminum warga, dan menjadi sumber utama penghasil ikan sale. Pemberian informasi palsu (tidak benar) dalam AMDAL tergolong pelanggaran serius, tapi hingga akhir tahun 2012, tak ada penegakan hukum bagi perusahaan. Perusahaan  tambang terus berjalan didukung militansi Pjs Gubernur Sumatera Utara terbang dari Medan ke Batang Toru dan meminum air sungai sebagai pertunjukan air  sungai tak berbahaya diminum. Beranikah meminumnya saat tambang beroperasi penuh dan kontinyu?

Penegakan aturan lingkungan hidup dan kehutanan yang berat sebelah ini juga terjadi di Sulawesi. Penambangan di kawasan hutan lindung, bahkan berkategori cagar alam berlangsung di Cagar Alam Morowali, Sulawesi Tengah. Off side terhadap regulasi dibiarkan manakala pelaku adalah korporasi. Selanjutnya, tinggal menunggu waktu terjadi pemutihan pelanggaran lingkungan atau alih fungsi kawasan cagar alam menjadi memungkinkan untuk ditambang atau perkebunan.

Investasi modal memang menimbulkan anomali. Ekspansi massif pertambangan nikel di Sulawesi Tengah, direstui oleh Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai koridor pertambangan nikel.  Rencana ini pastilah berkontradiksi dengan program pencegahan pembabatan hutan dalam kerangka mitigasi perubahan iklim, khususnya UN REDD Programme Indonesia, Sulawesi Tengah.  Tapi pada akhirnya, semuanya akan bisa diatur agar investasi bisa terus mereproduksi diri.

Padahal, investasi pertambangan adalah jenis kegiatan yang paling berdampak besar terhadap lingkungan: rusaknya siklus karbon, siklus air, siklus metabolisme rakyat-sumber daya alam pada komunitas yang sangat tergantung pada alam sebagai sumber pangan, air, kesehatan, dan lain-lain.   

Kelemahan regulasi yang melindungi lingkungan juga tercermin dalam praktek pembuangan limbah tambang ke laut. Praktek ini tidak ada diterapkan di negara Australia, Selandia Baru, dan daratan utama Amerika Serikat. Sementara di Indonesia, diterapkan dengan dilangsungkannya pembuangan limbah tambang terbesar di dunia ke laut di Teluk Senunu.

Apa dampaknya terhadap ekosistem? Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tidak terlalu peduli dengan statemen salah satu stafnya menyatakan mungkin hanya dedemit yang hidup di dalam laut tersebut. Sementara Oseanografi LIPI, sebagai institusi negara yang fasilitasnya dibiayai pajak rakyat, misalnya lewat pajak saat membeli ikan di pasar/supermarket, tidak mau mengungkapkan hasil penelitian di bawah laut tersebut. Alasan penelitian dibiayai dan hak cipta jadi milik perusahaan tambang.

Kelemahan aturan lingkungan hidup yang ada disambung dengan pelemahan berikutnya. Rancanan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan Dumping, sepanjang tahun 2012 masih dalam proses dalam forum yang tertutup bagi organisasi lingkungan kritis, hendak mengubah kategori limbah tambang ke laut bukan sebagai bahan berbahaya dan beracun.

Veto Korporasi dan Veto Rakyat
Industri Migas tahun  2010 lewat Kementerian ESDM melakukan veto agar aturan baku mutu temperatur air buangan migas tidak diturunkan dari 45 derajad celcius. Alasannya, batasan tersebut sulit dicapai, dan mengancam produksi minyak. Pemerintah tunduk terhadap veto ini.

Sisi lain, masyarakat tidak punya kedaulatan dalam memilih jenis kegiatan ekonomi di wilayah mereka, terlebih bila kawasan tersebut mengandung bahan pertambangan. UUD 1945 Amandemen mengakui hak milik warga dan hak atas lingkungan hidup. Tapi banyak pemerintah daerah secara sepihak menetapkan kawasan kelola rakyat sebagai kawasan pertambangan. Sehingga konflik pun terjadi antara masyarakat dan industri penambangan pada tahun 2012, diantaranya Balaesang, Kabupaten Donggala-Sulteng, Kulopnprogo, Cileungsi, Lontar-Serang.

Harapan masyarakat sekitar tambang dan organisasi masyarakat sipil agar Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan veto rakyat atas wilayah pertambangan, agar proses penentuan pendapat masyarakat dalam penetapan wilayah pertambangan menjadi syarat mutlak, diterima setengah hati oleh MK.

MK menyatakan kekhawatiran masyarakat adalah beralasan atas hilangnya hak mereka dan ancaman atas hak lingkungan yang sehat dari penetapan wilayah pertambangan. Karenanya, MK berpendapat agar pemerintah memfasilitasi proses penentuan pendapat masyarakat secara riil. Namun, keputusannya menjadi tak bermanfaat langsung buat penyelesaian konflik di lapangan, karena MK menolak penetapan persetujuan masyarakat tersebut dilakukan secara tertulis.

Padahal, dalam praktek aktual yang telah dilakukan masyarakat, cara tertulis seperti pengumpulan tanda tangan penolakan telah menjadi kelajiman masyarakat, seperti masyarat Belitung mengumpulkan ribuan tanda tangan menolak tambang timah di laut karena mengancam tangkapan ikan nelayan. Apakah MK bisa setuju kalau penentuan pendapat masyarakat atas penetapan wilayah pertambangan bukan dilakukan secara tertulis, tapi lewat referendum lokal, seperti diterapkan di beberapa negara di Amerika Latin? Penulis tak optimis.

Penegakan Lingkungan yang Lemah VS Insentif PROPER
Hingga tahun 2012, penegakan hukum dalam bidang lingkungan hidup lemah, sehingga tidak banyak putusan pengadilan menjadi jurisprudensi yang mendorong perbaikan dan perlindungan lingkungan hidup. Saya berpendapat Indonesia tepat untuk kembali mendirikan badan pengawas lingkungan yang independen, seperti almahrum Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).

Lembaga  terebut sebaiknya memiliki fungsi seperti KPK dalam penyidikan tindak korupsi. Dan untuk proses peradilannya, diperlukan pengadilan khusus tindak pidana lingkungan. Sertifikasi hakim yang telah mulai dijalankan beberapa tahun terakhir nyata-nyatanya belum berhasil mendorong prinsip kehati-hatian (prinsip bersumber dari hasil KTT Bumi 1992) dalam penerapan teknologi yang berpotensi merusak lingkungan. Alih-alih, KLH dan peraadilan lebih mementingkan kepastian usaha bagi korporasi.

Hal ini tampak dalam diperbolehkannya perusahaan membuang limbah tambang ke laut Teluk Senunu oleh putusan PTUN Jakarta Pusat, dan tidak diprosesnya secara hukum oleh KLH berbagai tindakan kejahatan lingkungan hidup: Informasi AMDAL palsu, penimbunan limbah B3 dekat sawah di Kerawang, impor limbah B3, dll.

Di tengah aturan dan penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, Kementerian Lingkungan Hidup kembali pada tahun 2012 mengeluarkan PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan). Penilaian lebih banyak mengandalkan data swapantau perusahaan (Dokumen Rencana Pengelolaan-Pemantuan Lingkungan).

Ibarat surat keterangan berkelakuan baik dikeluarkan kepolisian, perusahaan perusak lingkungan mendapatkan peringkat baik (emas, hijau, biru) karena memang aturan mengatur kejatahan lingkungan lembah dan mengandalkan informasi sepihak pelaku yang dinilai. Dan bila masyarakat menggugat perusahaan atas tindak pengrusakan lingkungan, perusahaan akan menunjukkan surat keterangan berkelakukan baik atau PROPER tersebut untuk membungkam kritik.

Tahun 2012 diawali dengan penyerbuan aksi damai masyarakat menolak tambang di atas lahan pertanian dan hutan mereka di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Penghujung tahun 2012, diwarnai represi, sweeping, penahanan, kekerasan terhadap aksi masyarakat Batang Toru, Tapanuli Selatan, yang menolak sungai mereka dijadikan pembuangan limbah tambang (parahnya, menggunakan sianida).

Semoga perubahan ke arah lebih baik memang benar terjadi selama tahun 2012 tapi belum disadari, sehingga sulit menuliskannya. Berharap tahun 2013 lebih baik lagi.


 

SUMBER: http://inspirasikeanekaragamanhayati.blogspot.co.id/2013/12/advokasi-lingkungan.html

Inspirasi Keanekaragaman Hayati Bumi Pertiwi

Berbagi informasi mengenai Konservasi Flora, Fauna, Lingkungan Hidup, dan Iptek.

Kamis, 26 Desember 2013

ADVOKASI LINGKUNGAN

Advokasi Lingkungan baru-baru kali ini sering kita dengan. Latar belakangnya, yaitu bahwa untuk hidup tidak butuh hanya satu jenis saja. Hutan menyediakan keanekaragaman hayati yang dibutuhkan manusia, sampai saat ini penelitian-penelitian memberikan gambaran tentang keanekaragaman hayati sekitar 1,5-1,8 juta spesies yang diidentifikasi. Satu spesies yang mengontrol semuanya, yaitu manusia, tetapi bukan hanya manusia yang perlu diadvokasi tetapi lingkungan sekitarnya. Karena rasa saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lainya.

Dasarnya ada dua, yaitu saling ketergantungan dan komitmen. Daya dukung lingkungan menjadi dasar untuk melakukan advokasi, karena kebutuhan yang diperlukan antara yang satu dengan yang lainnya. Advokasi adalah proses mempengaruhi suatu keadaan agar lebih baik untuk masyarakat. Pengaruh secara umum yaitu kebijakan. Sebagai contoh di bidang kehutanan yaitu UU 41 tahun 1999. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan publik.

Advokasi sangat perlu melihat kebijakan untuk acuan. Alokasi sumberdaya yang tersedia yaitu sistem. Kohon (Amerika, 2001) advokasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara sengaja untuk menyuarakan isu. Menceritakan kepada orang lain tentang isu yang sedang terjadi saat ini, salah satunya tentang kejadian sehari-hari yang mereka alami. Sehingga terjadi hubungan antara satu permasalahan dengan permasalahan yang lain, maka timbul suatu kesadaran yang timbul untuk memperbaiki suatu keadaan. Maka biasa disebut sebagai salah satu bentuk advokasi.

 

Advokasi dibagi menjadi dua :

1.      Litigasi

Pembelaan melalui jalur hokum yaitu peradilan. Bisa dibilang berani untuk konfrontasi serta aksi-aksi massa, kampanye. Mereka memiliki ilmu hukum. Exp : Green Peace, WALHI,

2.      Non Litigasi

Lebih halus dan tidak konfrontasi, dilakukan dengan membangun pemahaman atau pendidikan. Exp : TNC (The Nature Conservacy)

Investigasi berkaitan :

a.      Tempat

b.      Waktu

c.       Sejarah kawasan dan kehidupan masyrakat

d.     Sebab akibat (input, output tahapan kegiatan)

e.      Jumlah dan luas kasus

f.        Kegiatan => gejala dan akibat yang ditimbulkan

g.      Jumlah, luas dan penyebaran kasus

h.      Kasus serupa ditempat yang lain

i.        Aturan perundangan tentang standar pengelolaan lingkungan.

 

Institusi yang terlibat di advokasi memiliki nilai tersendiri. Organisasi ini perlu membuat jaringan-jaringan.

Bentuk advokasi : rangkaian aksi yang dilakukan berkaitan issues untuk mengubah “apa itu” menjadi “apa yang seharusnya”, dimana “apa yang seharusnya” itu lebih dan lebih bereadilan (ib.2001). aksi-aksi tersebut berbeda bentuk pelaksanaannya untuk issues politik, ekonomi dan lingkungan social, walaupun poin kesamaan umum.

 

Poin kesamaan umum, seperti :

1.      Mempertanyakan proses penetapan usatu aturan perundangan

2.      Question the way policy is administrered

3.      Berperan dalam seting agenda sebagaimana mereka mengangkat suatu issu penting

4.      Menargetkan system politik “karena system itu tidak merespon kebutuhan masyrakat”

5.      Are inclusive and angaging

6.      Propose policy solution

7.      Open up space for public argumentation

 

Bentuk advokasi termasuk :

  1. Advokasi ideology atau kepercayaan
  2. Advokasi massa (petisi, demonstrasi)
  3. Interest group advokasi

 

Sesuatu hal yang susah dikerjakan yaitu kebijakan berjalan dengan kaku dan penuh dengan kekakuan (tidak fleksibel). Fakta seperti kasus TN Lorelindu, pal batas yang ada dikebun masyarakat. Negoisasi sangat susah dilakukan dengan orang yang memiliki jabatan atau kekuasaan.

 


 

SUMBER: http://www.mongabay.co.id/2014/10/31/advokasi-lingkungan-para-musisi-lewat-eco-defender/

 

Advokasi Lingkungan Para Musisi Lewat Eco Defender

October 31, 2014 Anton Muhajir, Bali

 

Pomade rambut, salah satu produk Ramble, yang tiap penjualan, disisihkan buat menyumbang advokasi Walhi Bali, pada isu-isu lingkungan. Foto: Aton Muhajir

Sebuah toko merchandise baru berdiri di antara keriuhan Jalan Teuku Umar Denpasar, Bali. Toko ini cabang Rumble, milik musisi I Gede Ary Astina alias Jerinx dan Gusti Ngurah Adi Wibawa alias Adi Hydrant. Ini cabang kelima Rumble. Berdiri pertama di Kuta, pada tahun 2010, cabang Rumble antara lain di Ubud, Batubulan, dan Yogyakarta.

RMBL, nama merek Rumble, menjadi salah satu produk fashion terkenal di kalangan anak muda Bali. Tak hanya produsen fashion, Rumble menyasar kepedulian anak-anak muda pada isu lingkungan. Bersama organisasi advokasi lingkungan terkemuka Walhi Bali, Rumble menyebar kepedulian melalui kelompok musik Eco Defender.

Cerita Adi, ide Eco Defender dari diskusi antara dia dengan dua musisi lain, Prima Yudhistira vokalis band metal Geeksmile dan Jerinx, drummer band punk Superman is Dead (SID). Mereka ingin terlibat lebih banyak pada isu-isu sosial di Bali melalui musik.

Dari situ muncul nama Eco Defender. Jerinx mengatakan, Eco Defender lahir untuk memadukan antara fashion dengan perlawanan (rebel). “Banyak anak muda ingin terlihat rebel melalui pakaian. Mereka justru tidak tahu bagaimana menyalurkan perlawanan di dunia nyata. Kami ingin menjembatani,” kata Jerinx.

I Gede Ary Astina alias Jerinx dan Gusti Ngurah Adi Wibawa alias Adi Hydrant. Dua pemilik Rumble, yang mendedikasikan diri pada gerakan-gerakan lingkungan. Foto: Anton Muhajir

Salah satu kampanye sosial itu adalah Siu Ajak Liu, urunan Rp1.000 berkala membantu murid-murid kurang mampu. Setiap Rp1.000 dari pembelian pakaian disumbangkan ke anak-anak tidak mampu. Dalam perjalanan, kata Jerinx, isu lingkungan di Bali sedang urgen. “Lingkungan Bali mengalami eksploitasi karena pariwisata berlebihan.”

Sejak itulah, Rumble menggandeng mitra tetap, Walhi Bali. Alasannya, Walhi berjuang langsung dalam isu advokasi lingkungan. “Mereka tidak main aman. Mereka melawan langsung di lapangan membela lingkungan.”

Meskipun berganti mitra, pola penggalangan dukungan Eco Defender tetap sama. Mereka menyisihkan pendapatan setiap pembelian barang-barang di Rumble.

Produk-produk fashion ini beragam. Ada jeket, celana pendek, baju, kaos kaki, topi, kaca mata, hingga minyak rambut (pomade). Harga produk bervariasi. Satu baju Rp300.000. Kaca mata Rp 700.000. Pomade Rp 150.000 per kaleng.

Besaran  uang yang disumbangkan Rp4.000 untuk tiap pomade dan Rp2.000 baju. Sebulan, Eco Defender menyumbangkan Rp1 juta-Rp2 juta kepada Walhi Bali.

Bentuk penggalangan dana juga melalui konser-konser para musisi. Akhir Agustus, misal, ada konser para musisi punk dan indie Bali. Seluruh hasil disumbangkan gerakan lingkungan.

Bagi Walhi Bali, sumbangan ini sangat berpengaruh terhadap gerakan. “Kami bisa mendapatkan suntikan logistik untuk advokasi-advokasi lingkungan,” kata Suriadi Darmoko, direktur Walhi Bali.

Selama ini, Walhi bergerak dengan keterbatasan. Sumber dana hanya sumbangan individu maksimal Rp300.000 per orang dan Walhi Nasional. Dengan sumber daya terbatas, mereka harus kerja advokasi intensif dan berkelanjutan.

“Hal terpenting dari dukungan Eco Defender ini untuk membantah tuduhan Walhi Bali ditunggangi pihak tertentu dalam advokasi,” kata Moko.

Walhi merupakan organisasi advokasi lingkungan terkemuka di Bali. Mereka paling bersuara keras jika ada rencana pembangunan rentan mengeksploitasi. Misal, privatisasi taman hutan rakyat (Tahura) Ngurah Rai atau reklamasi Teluk Benoa.

Walhi Bali kadang dituding ditunggangi kepentingan politik atau bisnis kelompok lain. “Eco Defender membuktikan Walhi Bali bisa didukung pendanaan dari publik secara terbuka.” Rumble rutin menyerahkan sumbangan Eco Defender kepada Walhi.

Eco Defender tak melulu uang dan  lingkungan. Menurut Jerinx, penggalangan solidaritas advokasi lingkungan juga mengarusutamakan isu lingkungan di kalangan anak-anak muda.

“Kita bisa melihat sekarang bagaimana anak-anak muda Bali merasa peduli lingkungan itu keren. Lihat anak-anak muda ikut aksi tolak reklamasi. Mereka itu anak-anak muda yang ingin tampil keren dengan pakaian juga ingin melawan.”

Isu Eco Defender bisa lebih luas, tentang kemanusiaan. Juli lalu, misal, Eco Defender membuat konser kemanusiaan bertema Love for Gaza. Pengisinya SID, Bintang, Nymphea, dan band-band lokal lain. Tiap pengunjung konser membayar tiket Rp20.000. Seluruh hasil penjualan tiket untuk anak-anak Palestina korban serangan Israel.

Melalui musik, Eco Defender melintas batas isu dan agama. Mereka tak hanya menjual pakaian juga mengajarkan peduli lingkungan dan kemanusiaan. 

Tidak ada komentar: