Jumat, 06 Januari 2023

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMILIHAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) BIG FOUR

LITHANI TAMARISKA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

 

1.      PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya semua bentuk usaha memerlukan suatu laporan keuangan untuk mengetahui kondisi keuangan di dalam usaha tersebut. Laporan keuangan dibutuhkan tidak hanya untuk memberikan informasi keuangan tetapi juga untuk memberikan hasil kinerja yang telah dicapai selama periode tertentu. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara misalnya, laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

Namun laporan keuangan tidak hanya dapat dinilai oleh perusahaan itu sendiri tetapi juga dibutuhkan seorang Auditor yang bekerja secara independen untuk menilainya. Peran auditor independen (akuntan publik) dibutuhkan agar penilaian hasil kinerja perusahaan menjadi lebih objektif. Penilaian tersebut sering dikenal dengan istilah audit / proses audit. Proses audit dilaksanakan oleh akuntan publik berlisensi (terdaftar) yang bekerja pada sebuah Kantor Akuntan Publik. Di dalam proses audit terdapat tahapan yang harus dilalui oleh akuntan publik, menurut Arens et al (2008) tahapan yang harus dilalui yaitu sebagai berikut: (1)  Perencanaan dan pencanangan pendekatan audit; (2) Pengujian pengendalian dan transaksi; (3) Pelaksanaan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo; (4)

Penyelesaian dan penerbitan laporan audit. Setelah tahapan audit dilaksanakan maka auditor akan memberikan pendapat (opini) tentang hasil proses audit yang sudah dijalankan. .

Di dalam persaingan bisnis opini audit juga menjadi tolak ukur untuk membandingkan setiap perusahaan khususnya pada lini bisnis yang sama, yang membuat perusahaan pada umumnya bersaing untuk mendapatkan opini audit dengan tingkatan yang paling baik. Perusahaan pada umumnya menginginkan auditor memberikan opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangannya. Jenis opini diluar itu biasanya kurang diinginkan oleh manajemen klien dan tidak begitu bermanfaat bagi pengguna laporan  keuangan (Willinghamdan Charmichael 1997). Manajemen perusahaan berusaha menghindari opini wajar dengan pengecualian karena bisa memengaruhi harga pasar saham perusahaan dan kompensasi yang diperoleh manajer (Chow dan Rice 1982).

Sejak kasus Enron pada tahun 2002, kurangnya independensi auditor menjadi perhatian di seluruh dunia. Perdebatan tentang kewajiban rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) menjadi bahasan penting karena diyakini dapat meningkatkan keyakinan akan jasa yang diberikan auditor, serta meningkatkan kualitas audit (Arel et al; Lu dan Sivaramakrishnan; Chi; Kwon et al dalam Wallgren, L.H. & Olofsson, C., 2011). Regulator dan lembaga penting seperti International Federation of Accountants (IFAC) dan General Accounting Office (GAO) juga telah menyatakan bahwa hubungan jangka panjang antara KAP dan

 klien mereka dapat mengganggu independensi auditor dan objektivitas di dalam proses audit (IFAC, GAO, Uni Eropa dalam Wallgren, L.H.& Olofsson, C., 2011). Selain itu, hubungan erat antara KAP dan klien juga telah menimbulkan keprihatinan mengingat bahwa hal itu dapat menyebabkan KAP memiliki keinginan untuk menyenangkan perusahaan dan bukan bersikap objektif kepada pihak ketiga Arel et al (2005). Sehingga regulasi untuk rotasi KAP dianggap dapat mencegah terjadinya fraud. Mautz dan Sharaf (1961) dalam Nasser et al. (2006) juga percaya bahwa hubungan yang panjang bisa menyebabkan auditor memiliki kecenderungan kehilangan independensinya.Semakin tinggi keterikatan auditor maka semakin tinggi kemungkinan auditor membiarkan klien untuk memilih metode akuntansi yang ekstrim. Di Indonesia regulasi untuk rotasi KAP

diterapkan dengan pergantian kantor akuntan publik dan akuntan publik yang bersifat wajib.

Kasus Enron yang berdampak pada regulasi rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) secara tidak langsung juga turut memengaruhi perkembangan KAP kecil atau KAP non-Big 4 yang berkembang secara pesat, dan telah menjadi pertimbangan kuat oleh banyak perusahaan. Namun Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan skala besar (Big 4 accounting firms) sering kali dianggap melakukan audit lebih berkualitas dibandingkan dengan KAP kecil (Non-Big 4 accounting firm). DeAngelo (1981) mengemukakan kualitas audit sebagai kemungkinan dimana seorang auditor menemukan tentang kesalahan dan pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Ia menyatakan bahwa ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) menjadi proksi atau indikator utama dalam menilai kualitas audit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran kantor akuntan publik, semakin baik kualitas audit yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, secara tidak langsung kantor akuntan publik Big 4, yang memiliki ukuran yang besar dianggap memiliki kualitas audit yang lebih baik. Beberapa penelitian terdahulu juga mengungkapkan kesamaan seperti Lennox (1999), Defond (2002), dan Francis (2004) yang menemukan bahwa ukuran KAP yang lebih besar akan menghasilkan kualitas jasa audit yang lebih baik dibanding ukuran KAP yang lebih kecil karena memunyai reputasi yang lebih besar untuk dilindungi.

Penelitian terbaru yang dilakukan Francis & Yu (2009), menemukan semakin besar ukuran KAP, maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin tinggi. Penelitian Choi et al. (2010) juga menemukan hasil yang sejalan. Penelitian tersebut menggunakan ukuran akrual diskresioner untuk kualitas audit dan untuk ukuran KAP menggunakan jumlah klien serta pendapatan audit. Dari hubungan yang positif menandakan bahwa KAP berukuran besar dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan KAP kecil. Oleh karena itu, walaupun terdapat kasus-kasus nyata yang memberikan

gambaran bahwa tidak semua KAP besar dapat secara konsisten menghasilkan kualitas audit yang tinggi namun penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebagian besar menunjukkan hasil hubungan yang positif antara ukuran KAP dan kualitas audit.

Francis & Yu (2009) menggunakan total akrual diskresioner untuk ukuran dari kualitas akrual yang dijadikan proksi dari kualitas audit. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut mengindikasikan perusahaan yang diaudit oleh KAP yang lebih besar memiliki akrual diskresioner yang lebih kecil. Sehingga, KAP yang lebih besar dapat dianggap bahwa mempunyai kualitas audit yang lebih tinggi. Dahlan (2009) juga menemukan hubungan negatif antara kualitas audit dengan akrual diskresioner. Artinya, semakin besar kualitas audit akan semakin kecil akrual diskresionernya. Choi et al. (2010) juga menunjukkan akrual diskresioner secara signifikan lebih kecil untuk KAP besar dibanding KAP kecil.

Namun terdapat penelitian yang menemukan hasil yang berbeda, Fajri (2008) yang meneliti menggunakan sampel perusahaan di Indonesia menemukan pengaruh positif antara ukuran KAP dengan akrual diskresioner. Artinya ukuran KAP berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Ia menyatakan kemungkinan penyebabnya adalah karena pengawasan pelaksanaan jasa audit oleh regulator kepada KAP Big Four yang mungkin kurang ketat, yang timbul akibat ketergantungan pasar terhadap KAP Big Four. Ketergantungan muncul karena keunggulan KAP Big Four dibandingkan KAP Non-Big Four dalam hal

kemampuannya memberikan jasa audit yang berkualitas terhadap perusahaan-perusahaan besar. Selain itu faktor rendahnya tingkat kompetisi yang dihadapi KAP Big Four, semakin meningkatkan kekuatan penawaran dari KAP Big Four.

Metode studi kasus dirasa paling cocok digunakan sebagai metode penelitian pada penulisan proposal penelitian ini. Hal ini terkait dengan banyaknya perusahaan besar yang tidak memilih Big Four sebagai Kantor Akuntan Publik (KAP) yang dipilih serta adanya GAP dalam penelitian sebelumnya .Berdasarkan pada pertimbangan dan permasalahan yang ada, maka dala proposal penelitian kualitatif ini, penulis mengangkat judul: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMILIHAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) BIG FOUR”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari alasan atau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam perusahaan mengambil keputusan untuk tidak bekerjasama dengan (Kantor Akuntan Publik) KAP Big Four.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.         Apakah faktor Institusional, budaya organisasi, dan kepercayaan memengaruhi pemilihan KAP oleh perusahaan besar secara simultan?

2.         Apakah faktor Institusional, budaya organisasi, dan kepercayaan memengaruhi pemilihan KAP oleh perusahaan besar secara parsial?

3.         Bagaimana pengaruh yang terjadi apabila tidak memilih Kantor Akuntan Publik Big Four ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1.         Mengetahui dan menganalisis alasan perusahaan tidak memiilih Kantor Akuntan Publik Big Four.

2.         Mengetahui dan menganalisis motif peerusahaan yang enggan untuk memilih Kantor Akuntan Publik Big Four.

3.         Mengetahui dan menganalisis akibat yang ditimbulkan apabila perusahaan tidak memilih Kantor Akuntan Publik Big Four.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat:

1.         Bagi Perusahaan

Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran atau evaluasi untuk keputusan yang diambil oleh perusahaan.

2.         Bagi Kantor Akuntan Publik

Bagi KAP Big Four atau KAP Non-Big Four, hasil penelitian diharapkan dapat membantu penilaian kinerja dan evaluasi kedepan, dan diharapkan penelitian ini dapat membuka prespektif berbeda KAP dalam melihat realita yang terjadi di dalam perkembangan perusahaan di Indonesia.

3.         Bagi Pengguna Literatur

Pengguna literatur dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan untuk penelitian baru maupun sebagai referensi dalam pengembangkan penelitian yang telah ada.

 

2.     LANDASAN TEORI

2.1 Teori Institusional

Pengertian Institusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah adat istiadat, kebiasaan, dan aturan-aturan; sesuatu yg dilem-bagakan oleh

undang-undang, adat atau kebiasaan (seperti perkumpulan, paguyuban, organisasi

sosial, dan kebiasaan berhalal-bihalal pada hari Lebaran); gedung tempat

diselenggarakannya kegiatan perkumpulan atau organisasi. Secara terminologi,

institusional berasal dari kata institusi. Pakar sosiologi di Indonesia mencoba

untuk memberikan padanan kata institusi ke dalam Bahasa Indonesia (Darono

2011). Sedangkan Deliarnov (2006) memadankan istilah institusi dengan “kelembagaan.

Teori institusional mempertanyakan bagaimana hal-hal tersebut dibuat,

berpadu, diadaptasi dalam ruang dan waktu Darono (2012). Merujuk Gerhad

Linski dalam Sunarto (2004) dan Sverjig (2010) teori institusional dapat

membahas perilaku sosial baik dalam jenjang makro-struktur, meso-struktur,

ataupun mikro-strukur. Scott (2001) berpendapat bahwa institusionalisme adalah

madzab. Scott (....) dalam Prihatini (2011) menyatakan bahwa institusi sebagai

instrumen yang di dalamnya terdapat struktur kognitif, normatif dan regulatif

yang di dalamnya menyediakan stabilitas dan pengertian bagi tindakan-tindakan sosial.

Namun pakar lain mengatakan       institusionalisme adalah pendekatan

umum atau cara memahami masalah (March dan Olsen , 2005). Lincoln 1985

berpendapat bahwa institusional adalah sebuah paradigma (cara pandang melihat

realita). Namun, secara konseptual institusipun dijelaskan dengan uraian yang

berbeda-beda. Gidden (....) dalam Scott (2001) mengartikan institusi sebagai struktur

sosial multidimensi yang dibangun dari element yang bersifat simbolis , aktivitas

sosial,dan materi sumber daya

Scott (1995) memberikan kerangka pikir untuk mempelajari institusi.

Menurut Scott (2001) ada tiga pilar institusi, yaitu (1) Regulatif, (2) Normatif, dan (3)

Kognitif. Perbedaan antara ketiga pilar tersebut dilihat dari sisi dasar ketaatan,

mekanisme pengelolaan, logika mengenai perilaku manusia, indikator mengenai

pilar institusi tersebut. Institusionalis telah digunakan dalam berbagai riset untuk

menjelaskan fenomena yang sedang diteliti. Institusi mempunyai beberapa

karakteristik, salah satunya menurut Gillin dan Gillin (....) dalam Manggolo (2011),

karakteristik sebuah institusi adalah: (1) berupa organisasi pemikiran ; (2)

memunyai tingkat kekekalan tertentu; (3) mempunyai tujuan yang ingin dicapai;

(4) memunyai perangkat untuk mencapai tujuannya; (5) dalam bentuk simbol-

simbol; (6) memiliki dokumentasi baik tertulis maupun tak tertulis. Berdasarkan

karakteristik tersebut maka definisi yang cukup mewakil yaitu yang disampaikan

oleh Surbakti (2011), institusi adalah pola-pola perilaku yang stabil, bermakna

dan berulang-ulang. Scott (2004) mengemukakan bahwa teori institusional

memberi perhatian yang mendalam dan sungguh-sungguh pada struktur sosial. Di

dalam teori ini hal yang diperhatikan adalah bagaimana struktur, seperti skema,

aturan, norma dan rutin, menjadi bentuk yang bersifat otoritatif untuk terjadinya

perilaku sosial. Jadi teori institusional tidak terlepas dari peran budaya yang ada di

institusi tersebut.

2.2 Teori Budaya Organisasi

Dalam Bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata

Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Menurut Koentjaraningrat

(1998:5) budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia

dengan cara belajar. Menurut Tylor (....), dalam Koentjaraningrat

(2005) mengemukakan pendapatnya tentang budaya, yaitu bahwa: “Culture or

civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole which

includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities

and habits acquired by men as a member of society”. Jadi budaya atau peradaban

mempunyai pengertian teknografis yang luas, adalah merupakan suatu

keseluruhan yang kompleks mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral,

hukum, adat istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh

manusia sebagai anggota masyarakat.

Menurut Schein (1992), budaya organisasi mengacu ke suatu system

makna bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya untuk membedakan

organisasi itu terhadap organisasi lain. Schein (1992) menjelaskan unsur-unsur budaya,

yaitu: ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat,

perilaku/kebiasaan       (norma)            masyarakat,     asumsi dasar,   sistem  nilai,

pembelajaran/pewarisan, dan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Selanjutnya Schein (1992), menyatakan bahwa budaya terdiri dari 3

(tiga) lapisan atau tingkatan, yaitu: (1) Artefacts, tingkat pertama/atas dimana

kegiatan atau bentuk organisasi terlihat seperti struktur organisasi maupun proses,

lingkungan fisik organisasi dan produkproduk yang dihasilkan; (2) Espoused

Values, tingkat kedua adalah nilai-nilai yang didukung terdiri dari strategi, tujuan,

dan filosofi organisasi. Tingkat ini mempunyai arti penting dalam kepemimpinan,

nilai-nilai ini harus ditanamkan pada tiap-tiap anggota organisasi; (3) Underlying

Assumption, asumsi yang mendasari, yaitu suatu keyakinan yang dianggap sudah

harus ada dalam diri tiap-tiap anggota mengenai organisasi yang meliputi aspek

keyakinan, pemikiran dan keterikatan perasaan terhadap organisasi.

Pengertian budaya organisasi menurut Robbins (1998; 248) “suatu sistem

makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi

tersebut dengan organisasi yang lain”. Lebih lanjut Robbins (1998) menyatakan bahwa

sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus

menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan

seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi. Robbins (1998) memberikan

karakteristik budaya organisasi sebagai berikut: Inovation and risk taking,

(Inovasi dan keberanian mengambil risiko); Attention to detail (Perhatian terhadap

detil); Outcome orientation (Berorientasi kepada hasil); People orientation

(Berorientasi    kepada manusia);         Team   orientation       (Berorientasi    tim);

Aggressiveness (Agresifitas); dan Stability (Stabilitas), yaitu kegiatan organisasi

menekankan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

Menurut Sarplin (1995), Budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai,

kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi

dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku

organisasi. Moeljono (2003) menyatakan budaya organisasi adalah system nilai-

nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan,

serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai system perekat,

dan dijadikan acuan perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan

yang telah ditetapkan. Pendapat lain dikemukakan oleh Luthans (1998), yang

menyatakan budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang

mengarahkan perilaku anggota organisasi.

2.3 Teori Kepercayaan (Trust).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kepercayaan mempunyai

definisi yaitu anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yg dipercayai itu benar atau

nyata; sesuatu yg dipercayai: bagi mereka hal itu bisa menghilangkan; harapan

dan keyakinan. Kepercayaan menjadi sangat penting karena dua alasan. Alasan

pertama karena hubungan jangka panjang dan setiap pihak harus mempunyai

komitmen berdasarkan intergritas dan keandalan. Alasan kedua, pada tahap

konseptual klien harus mau membuka informasi yang bersifat rahasia dan

berpengaruh terhadap perencanaan di masa depan Lendra, et. al. (2006). Henslin (....)

dalam King (2002) memandang trust sebagai harapan dan kepercayaan individu

terhadap reliabilitas orang lain. Hanks (2002) menyatakan bahwa kepercayaan

merupakan elemen dasar bagi terciptanya suatu hubungan yang baik.

Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan trust adalah penilaian hubungan

seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu menurut

harapan orang kepercayaannya dalam suatu lingkungan yang penuh ketidak-

pastian. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa trust adalah

kepercayaan pihak tertentu terhadap pihak lain dalam melakukan hubungan

transaksi berdasarkan suatu keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut

akan memenuhi segala kewajibannya dengan baik sesuai yang diharapkan.

Menurut McKnight, Kacmar, dan Choudry (.... )dalam Bachmann & Zaheer (2006),

kepercayaan dibangun antara pihak-pihak yang belum saling mengenal baik dalam

interaksi maupun proses transkasi.

2.4 Kerangka Berfikir.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUSAHAAN

 

Pengambilan Keputusan

 

INSTITUSIONAL

 

 

 

3.      METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan metoda uji hipotesis (hypothesis testing). Arikunto (2006)

mengemukakan penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak

dituntut menguakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

data tersebut, serta penampilan hasilnya. Menurut Uma Sekaran (2003),

Hypotheses Testing didefinisikan sebagai studies that engage in hypotheses

testing usually explain the nature of certain relationship or establish the

differences among groups or the independence of two or more factors n a

situation”. Berdasarkan definisi tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk

mencari hubungan dan pengaruh antara faktor utama dengan faktor-faktor yang

diduga memengaruhinya.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2008), “Populasi adalah wilayah generalisasi           terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Berdasarkan pada

pengertian tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan

terbesar di Indonesia yang dirilis oleh Majalah Fortune yang dikategorikan

sebagai Fortune 100.

3.2.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2008) “sampel adalah sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” Sedangkan menurut Margono

(2010) sampel adalah sebagai bagian dari populasi, yang diambil dengan

menggunakan cara-cara tertentu. Menurut Sugiyono (2010:), teknik sampling

pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan

Nonprobability Sampling. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

salah satu jenis nonprobability sampling dengan metoda purposive sampling.

Sugiyono (2010) menyatakan purposive sampling adalah teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel.

Kriteria penentuan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Perusahaan terbesar di Indonesia tahun 2014 menurut majalah Fortune.

2. 15 perusahaan yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Big Four.

3. 15 perusahaan yang tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Big Four.

3.2.3 Gambaran Obyek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan terbesar di

Indonesia menurut majalah Fortune dalam Fortune 100 sejumlah 100 perusahaan.

Dari 100 perusahaan tersebut terdapat 15 perusahaan yang menggunakan jasa

audit Kantor Akuntan Publik Big Four dan 15 perusahaan yang tidak

menggunakan Kantor Akuntan Publik Big Four. Total sampel yang menjadi objek

penelitian ini adalah 30 perusahaan terbesar di Indonesia pada tahun 2014

menurut majalah Fortune.

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang

merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk angka. Dan menggunakan data

primer yaitu sumber data yang diperoleh peneliti secara langsung. Data primer

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari hasil

kuisioner yang diberikan kepada beberapa perusahaan yang dijadikan sampel.

Perusahaan yang digunakan adalah perusahaan yang menggunakan jasa Kantor

Akuntan Publik Big Four dan yang menggunakan Kantor Akuntan Publik lain.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda

kuisioner. Data primer diperoleh melalui hasil kuisioner yang sudah diisi oleh

perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel oleh peneliti. Tahap pengumpulan

data dimulai dengan melakukan melakukan studi kepustakaan dengan membaca

buku atau jurnal yang berhubungan dengan penelitian. Tahapan kedua yaitu

penelitian pokok yaitu menyebar kuisioner untuk mengumpulkan data yang

dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang dibahas, serta memperbanyak

sumber-sumber literature yang menunjang dalam penelitian ini.

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel utama yang menjadi factor yang berlaku

dalam investigasi. Di dalam penelitian ini variabel dependen adalah pengambilan keputusan.

3.5.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi variabel dependen

baik secara positif maupun secara negatif (Sekaran, 2006). Variabel Independen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah indepedensi dan hasil kualitas audit.

3.6 Metoda Analisis Data

3.6.1 Analisis Validitas dan Reabilitas

Menurut Aritonang R. (2007) validitas suatu instrumen berkaitan dengan

kemampuan instrument itu untuk mengukur atu mengungkap karakteristik dari

variabel yang dimaksudkan untuk diukur. Ghozali (2009) menyatakan bahwa uji

validitas digunakan untuk mengukur sah, atau valid tidaknya suatu kuesioner.

Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Sedangkan

reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator

dari peubah atau konstruk (Ghozali 2009) . Suatu kuesioner dikatakan reliabel

atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau

stabil dari waktu ke waktu.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Agar data dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representif, yang

berarti tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti terhadap koefisien

regresi pada penelitian ini maka dilakukan uji asumsi klasik dengan menggunakan

program SPSS. Ada empat macam uji asumsi klasik yaitu, sebagai berikut:

1. Uji Normalitas.

Pengujian normalitas dilakukan untuk melihat apakah di dalam regresi

terdapat variabel residual. Terdapat dua macam cara yaitu Normal P-Plot

dan Kolmogrov Smirnov ( data terdistribus normal apabila angka

menunjukkan <0,05). Hasil dari pengujian dapat menjadi data yang

terdistribusi normal dan merupakan syarat dilakukannya tes parametrik.,

dan data yang tidak terdistribusi normal sehingga harus menggunakan tes

non parametric.

2. Uji Multikolinearitas

Pengujian ini dilakukan untuk menguji di dalam model regresi apakah

terdapat korelasi antar variabel independen. Jika terdapat atau terjadi

korelasi, maka dapat dikatakan bahwa data terjangkit multikoliniearitas.

Cara mendeteksi multikoliniearitas adalah dengan melihat koefisien

korelasi antar variabel bebas dimana nilai pearson correlation harus

berada dibawah 70% agar tidak terjangkit multikolinearitas, melihat nilai

Varian Inflation Factor (VIF) dengan VIF harus bernilai kurang 10 dan

nilai Tolerance harus mendekati angka 1, dimana hal ini menunjukkan

bahwa data tidak terjangkit multikolinearitas.

3. Heteroskedastisitas.

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan varians dari

pengamatan ke pengamatan lainnya. Dan jika varians berbeda dari satu

pengamatan ke pengamatan yang lainnya, maka disebut heteroskedastisitas

(Gujarati, 2003). Cara untuk mendeteksi adalah dengan melihat nilai di

dalam tabel coefficents jika nilai signifikansi (Sig) pada tabel coefficients

di atas 0,05 maka tidak terjangkit heteroskedastisitas.

4. Autokorelasi

Menurut Gujarati, (2003), untuk memeriksa adanya autokorelasi, biasanya

dilakukan uji statistik Durbin-Watson (DW). Untuk melihat apakah data

terjangkit autokorelasi dapat dilihat dengan melakukan persamaan

DU<DW<4-DU.

3.6.3 Regresi Linear Berganda

Menurut Sugiyono, (2010) analisis regresi linear berganda digunakan

untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen. Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah.

Y=α + β1X1 + β2X2. Dimana “α” adalah konstanta, “Y” adalah kinerja auditor,

X1” adalah pendidikan, dan “X2 adalah pengalaman. Langkah-langkah dalam uji

regresi linear berganda adalah sebagai berikut.

1. Uji F-Statistik

Uji ini dilakukan untuk menguji seberapa besar pengaruh seluruh variabel

independen secara simultan terhadap variabel independen. Pada penelitian

ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 10%. Tingkat

signifikansi pada F tabel dapat dilihat pada tabel ANOVA. Pengambilan

tingkat signifikansi sebesar 10% didasari karena data berupa hasil presepsi.

2. Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan   variabel            dependen.       Nilai    R2          menunjukkan   tingkat

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel

dependen amat terbatas. Sedangkan nilai koefisien determinasi dilihat

dalam nilai antara nol sampai 1.

3. Uji t-statistik

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh setiap variabel independen

terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan

tingkat signifikansi sebesar 5%. Apabila tingkat signifikansi di bawah

tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho ditolak dan sebaliknya.

4. Uji r parsial

Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai

r parsial maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen secara parsial dan sebaliknya.

3.7 Uji Hipotesis

Hipotesis peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,

H01: Pengaruh indenpedensi dan kualitas audit tidak secara simutan terhadap

pengambilan keputusan

Ha1: Pengaruh indenpedensi dan kualitas audit secara simutan terhadap

pengambilan keputusan

H02.1: Indenpedensi tidak berpengaruh positif terhadap pengambilan keputusan

Ha2.1: Indenpedensi berpengaruh positif terhadap pengambilan keputusan

H02.2: Kualitas Audit tidak berpengaruh positif terhadap pengambilan keputusan

Ha2.2: Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap pengambilan keputusan

3.8 Tahapan-Tahapan Penelitian

Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data,

tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Merumuskan hipotesis

2. Mengumpulkan data berupa hasil Kuisionner

3. Menghitung variabel dependen dan variabel independen

4. Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen dengan SPSS 16 for Windows.

5. Melakukan uji Validitas dan Reabilitas dengan SPSS 16 for Windows.

6. Memproses data dengan analisis statistic deskriptif dan uji asumsi klasik

dengan SPSS 16 for Windows.

7. Memroses data dengan analisis regresi linear berganda dengan SPSS 16 for Windows.

8. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 10%

9. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1.

10. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 2

11. Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 16 for Windows dan

mendeskripsikannya.

12. Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat ringkasan

serta saran dari hasil penelitian untuk penelitian selanjutnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Sutton, S. G. 1993. Toward an Understanding of the Factors Affecting the

Quality of the Audit Process.Decision Sciences”, 24:88-105.

Anwar Prabu Mangkunegara. 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber

Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama.

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sutrisno, Edy. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenada Media Group

Gouzali Saydam. (2005). Manajemen Sumber daya Manusia: Suatu pendekatan

Mikro. Jakarta: Djambaran.

Gorda. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Denpasar: Widya Kriya Gematama

Laksmi Indri Hapsari, (2010), Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ni Nyoman Ristya Prayanti, & I Ketut Sujana, 2012, Pengaruh Supervisi,

Profesionalisme, Tingkat Pendidikan, dan Komunikasi dalam Tim pada

Kinerja Auditor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) Provinsi Bali, Universitas Udayana Denpasar.

Suharsimi, Arikunto. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta

Herliansyah, Y dan Ilyas, M. 2006. Pengaruh pengalaman auditor terhadap

penggunaan bukti tidak relevan dalam auditor judgment. SNA IX Padang.

Haynes, C. M., J. G. Jenkins and S. R. Nutt. 1998. “The Relationship between

Client Advocacy and Audit Experience: An Exploratory Analysis”. Auditing:

A Journal of Practice & Theory. Vol.17 (2) Fall : 88–104.

Gordon B. Davis, (1997), Sistem Informasi Manajemen, Jakarta: Gramedia.

Widhiati, Milan. 2005. “Pengaruh Independensi dan Pengalaman Kerja Internal

Auditor terhadap Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern pada

Hotel Berbintang di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar”.

Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar.

Dharma, A. (1991),Manajemen Prestasi Kerja, Rajawali, Jakarta

Hasibuan, Malayu S.P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sekaran, Uma (2003), Research Methods For Business: A Skill Building Aproach, New York-USA: John Wiley and Sons, Inc

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D.

Bandung:Alfabeta.

Uma Sekaran, 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1, Jakarta:

Salemba Empat.

Dharma, Kusuma Kelana (2011), Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan

Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian, Jakarta, Trans InfoMedia.

Trisnaningsih. 2004. Motivasi Sebagai Moderating Variabel Dalam Hubungan

Antara Komitmen dengan Kepuasan Kerja (Studi Empiris pada Akuntan

Pendidik di Surabaya). Jurnal Manajemen Akuntansi dan Sistem

Informasi. Volume 4. Januari 2004. Semarang Program Sain Akuntansi

Universitas Diponegoro

Aritonang, R. Lerbin, R. (2007). Teori dan Praktik Riset Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia

Ghozali, Imam, 2009. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS” edisi 3

Gujarati, Damodar N. (2003). Ekonomtrika Dasar . (Edisi Alih Bahasa

Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Sumber Internet:

http://www.btfd.co.id/index.html diakses pada tanggal 21 Desember 2014

http://mtd.co.id/ diakses pada tanggal 21 Desember 2014

http://www.iapi.or.id/ diakses pada tanggal 21 Desember 2014

Tidak ada komentar: