Selasa, 03 Januari 2023

PENGARUH PAJAK, BONUS PLAN, TUNNELING INCENTIVE, UKURAN PERUSAHAAN, DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP INDIKASI TRANSFER PRICING

 

Ivon Tan1*, Daniel Sugama Stephanus2*

1Universitas Ma Chung Malang

121610012@student.machung.ac.id

2Universitas Ma Chung Malang

daniel.stephanus@machung.ac.id

 

Abstrak

 

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pajak, bonus plan, tunnelling incentive, ukuran perusahaan, dan good corporate governance terhadap indikasi transfer pricing. Objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2015—2017. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan alat uji SPSS. Pada penelitian ini hasil uji Goodness of Fit menyatakan model regresi dalam penelitian ini tidak layak. Hasil uji hipotesis dari penelitian ini menunjukkan bahwa pajak, bonus plan, tunnelling incentive dan good corporate governance tidak berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Berdasarkan hasil penelitian ini, meskipun pajak tidak berpengaruh terhadap transfer pricing akan tetapi masalah pajak dengan praktik transfer pricing tetap perlu diperhatikan oleh perusahaan. Sebab pajak yang besar dapat menjadi kendala dan memicu terjadinya transfer pricing.

 

Kata-kata kunci: Pajak, bonus plan, tunnelling incentive, ukuran perusahaan, good corporate governance, dan transfer pricing.

 

Abstract

 

This study aims to examine the effect of taxes, bonus plans, tunneling incentives, company size, and good corporate governance on indications of transfer pricing. The object of research used was manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in the 2015-2017 period. The analysis technique used is multiple linear regression with SPSS test equipment. In this study the results of the Goodness of Fit test stated the regression model in this study was not feasible. Hypothesis test results from this study indicate that tax, bonus plan, tunneling incentive and good corporate governance do not significantly influence the indication of transfer pricing. While the size of the company significantly influences the indication of transfer pricing. Based on the results of this study, although taxes do not affect transfer pricing, the problem of taxation with the practice of transfer pricing still needs to be considered by the company. Because large taxes can become obstacles and trigger transfer pricing.

Keywords: Tax, bonus plan, tunneling incentive, company size, good corporate governance, and transfer pricing

PENDAHULUAN

Perusahaan merupakan tempat suatu kegiatan produksi berlangsung dan tempat berkumpulnya semua faktor produksi. Sebuah perusahaan yang berjalan dan berkembang akan menghasilkan suatu profit. Semakin besar perusahaan maka diharapkan profitnya semakin tinggi. Salah satu cara perusahaan meningkatkan profit adalah dengan mengembangkan usahanya lebih luas. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan nasional saat ini berubah menjadi perusahaan-perusahaan multinasional yang kegiatan usahanya tidak hanya terletak dalam satu negara, melainkan di beberapa negara. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan aktivitas bisnis mereka yang dinilai memiliki potensi keuntungan yang lebih menjanjikan. Namun, perbedaan regulasi serta perekonomian antar negara dan keadaan pasar internasional yang berubah-ubah menuntut perusahaan untuk beradaptasi. Salah satu hal penting juga yang perlu diperhatikan oleh perusahaan multinasional adalah perbedaan tarif pajak dari setiap negara. Hal tersebut juga memicu perusahaan multinasional untuk memperkecil ataupun menghindari pajak. Oleh karena hal itu, mendorong perusahaan multinasional untuk melakukan transfer pricing.

Transfer pricing merupakan kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer atas transaksi barang, jasa, harta tidak berwujud maupun transaksi finansial yang menjadi aktivitas perusahaan. Transfer Pricing dapat juga diartikan sebagai besaran harga yang dibebankan satuan usaha individual pada perseroan multi satuan usaha atas transaksi yang terjadi di antara mereka (Marisa, 2017). Menurut Suryana (2012), tujuan dilakukannya transfer pricing, pertama untuk memanipulasi jumlah profit sehingga pembayaran pajak dan pembagian dividen menjadi rendah. Kedua, meningkatkan profit untuk window dressing laporan keuangan. Selain motivasi untuk menurunkan dan memperkecil pajak, bonus plan juga memungkinkan perusahaan melakukan transfer pricing. Bonus Plan merupakan suatu perhitungan besarnya jumlah bonus yang diberikan oleh pemilik perusahaan atau pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham sebagai penghargaan kepada manajer yang dianggap memunyai kinerja yang baik dan membuat perusahaan memperoleh laba setiap tahunnya (Suryatiningsih & Sinegar, 2009).

Indikasi transfer pricing juga dapat dipengaruhi oleh tunneling incentive. Tunneling incentive merupakan suatu perilaku dari pemegang saham mayoritas yang mentransfer aset dan laba perusahaan demi keuntungan mereka sendiri, namun pemegang saham minoritas ikut menanggung biaya mereka yang dibebankan (Hartati, 2015). Transfer aset dan profit dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan transfer pricing. Timbulnya tunneling incentive ini karena adanya masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Hal ini tercipta karena adanya kepentingan dan tujuan yang berbeda oleh masing-masing pihak. Faktor lain yang memungkinkan perusahaan melakukan transfer pricing adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan adalah skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan besar atau kecilnya perusahaan. Pengklasifikasian besar atau kecilnya perusahaan dapat diukur dengan jumlah total aset, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Perusahaan dikatakan sebagai perusahaan besar apabila jumlah aset yang dimilikinya juga besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan dikatakan kecil, apabila total aset yang dimilikinya sedikit (Sulistiono, 2010). Ukuran perusahaan dapat menentukan terjadinya praktik transfer pricing. Pada perusahaan yang lebih besar akan menutut perolehan laba yang semaksimal mungkin dengan tarif pajak yang serendah mungkin. Oleh karena itu, ukuran perusahaan dapat mendorong dilakukannya transfer pricing.

Faktor lain yang mampu memungkinkan perusahaan dalam mengambil keputusan melakukan transfer pricing adalah good corporate governance. IICG (The Indonesian Institute for Corporate Governance) mendifinisikan konsep good corporate governance sebagai serangkaian mekanisme untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Sistem corporate governance yang baik akan memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan kreditor untuk memperoleh kembali atas investasi dengan wajar, tepat, dan seefisien mungkin, serta memastikan bahwa manajemen bertindak sebaik yang dapat dilakukannya untuk kepentingan perusahaan (Bukhori, 2012). Perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik akanmempertimbangkan segala kegiatannya terutama untuk kegiatan yang menyimpang dari aturan. Hal ini dapat dapat memungkinkan good corporate governance dapat menjadi alasan perusahaan melakukan transfer pricing.

Saraswati & Sujana (2017) telah menguji tentang pengaruh pajak, bonus plan, dan tunneling incentive terhadap indikasi melakukan transfer pricing, yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa pajak dan tunneling incentive berpengaruh positif dan signifikan terhadap transfer pricing. Penelitian ini menunjukan bahwa suatu perusahaan karena ingin menghindari pajak, melakukan transaksi mentransfer kekayaannya pada anak perusahaan yang berada di negara berbeda sehingga membuat laba turun dan akhirnya dapat menyusutkan pengeluaran pajak.

Hasil penelitian Saraswati & Sujana (2017) menunjukkan tunneling incentive menunjukkan pengaruh positif dan signifikan padakeputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing, yang dalam hal ini suatu perusahaan terdapat pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas yang memiliki kepentingan berbeda. Pemegang saham mayoritas ingin mendapatkan laba setinggi mungkin dengan mengorbankan kepentingan saham minoritas. Seperti pemegang saham mayoritas melakukan transfer aset dan laba tetapi pemegang saham mayoritas ikut menanggung pembebanaan biayanya padahal transfer tersebut hanya menguntungkan bagi pemegang saham mayoritas.   Hal ini dapat dilakukan dengan tunneling incentive dengan melakukan transaksi transfer pricing untuk meningkatkan keuntungan pribadi pemegang saham minoritas.

Hasil penelitian Saraswati & Sujana (2017) menunjukkan bonus plan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing. Penelitian ini menunjukkan bahwa bonus yang diterima manajer dari besarnya laba perusahaan tidak memiliki hubungan sama sekali dengan indikasi perusahaan melakukan transfer pricing. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebesar apapun bonus yang diterima oleh manajer tidak dapat memengaruhi terjadinya indikasi transfer pricing.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Noviastika, Mayoman, & Karjo (2016) tentang pengaruh pajak, tunneling incentive, dan good corporate governance terhadap indikasi melakukan transfer pricing yang hasil penelitiannya sama seperti penelitian sebelumnya yaitu pajak dan tunneling incentive berpengaruh positif dan signifikan terhadap indikasi melakukan transfer pricing. Perbedaan antara penelitian ini dan sebelumnya adalah dalam penelitian ini terdapat good corporate governance. Dari penelitian Noviastika, Mayoman, & Karjo (2016), membuktikan bahwa good corporate governance berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap indikasi perusahaan melakukan transfer pricing. Sedangkan hasil penelitian dari Rosa, Andini, & Raharjo (2017), membuktikan bahwa good corporate governance berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal apa saja yang memengaruhi perusahaan dalam melakukan transfer pricing. Hal ini sangat penting agar dapat mengetahui motif sebenarnya perusahaan melakukan transfer pricing. Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merupakan gabungan antara penelitian Saraswati & Sujana (2017) dan Noviastika, Mayoman, & Karjo (2016). Pada penelitian ini akan menggabungkan dua penelitian di atas agar dapat menambah varian variabel dan juga terdapat satu variabel lagi yaitu variabel ukuran perusahaan. Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah terletak pada jumlah variabel yang digunakan serta menggunakan periode tahun penelitian yang lebih terbaru. Objek peneliti yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti menggabungkan dua penelitian tersebut karena mengingat adanya potensi-potensi dari variabel yang ada dalam penelitian tersebut untuk memicu terjadinya transfer pricing.

 

LANDASAN TEORI

Teori Agensi

Jensen & Meckling (1976), pertama kali menjelaskan hubungan antara manajemen perusahaan (agen) dengan pemegang saham (prinsipal) dalam teori keagenan. Hubungan keagenan muncul ketika terdapat kontrak antara satu pihak dengan pihak lainnya untuk melakukan jasa demi kepentingan prinsipal (Brundy, 2014). Tujuan adanya pemisahan pengelolaan dari kepemilikan perusahaan yaitu, agar pemilik perusahaan (pemegang saham) memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga professional (Sutedi, 2012).

Penyerahan kewenangan dari prinsipal kepada agen menimbulkan masalah informasi asimetris antara prinsipal sebagai pemegang saham dan agen sebagai pengelola perusahaan.Sifat struktur kepemilikan dari suatu perusahaan dapat memengaruhi jenis masalah keagenan yang besar kemungkinannya adalah konflik antara pemegang saham dan manager.Konflik yang timbul karena adanya ketidaksesuaian informasi, menyebabkan manajer memiliki informasi lebih banyak dibandingkan pemegang saham. Sementara ketika struktur kepemilikan terkosentrasi, dalam artian satu pihak memiliki pengendalian atas perusahaan, maka masalah keagenan yang muncul akan berbeda, yaitu masalah manager dengan pemegang saham berubah menjadi pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas (Brundy, 2014).

 

Transfer Pricing

Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga dari transaksi antar anggota divisi dalam sebuah perusahaan multinasional yang memberi kemudahan bagi perusahaan untuk menyesuaikan harga internal untuk barang, jasa dan harta tak berwujud yang diperjualbelikan agar tidak tercipta harga yang berubah-ubah (Sari & Sugiharto, 2014). Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Pajak (2016), transfer pricing merupakan penetapan harga atas transaksi penyerahan barang berwujud atau tidak berwujud, serta penyediaan jasa antar pihak yang memiliki transaksi afiliasi. Tujuan untuk memaksimalkan penghasilan global dan mengurangi beban pajak penghasilan badan (PPh 25) dan bea masuk.

Peraturan tentang transfer pricing diatur dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Aturan lebih rinci tentang transfer pricing termuat dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 43 Tahun 2010 yang diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa. MenurutIkatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 Tahun 2010, hubungan istimewa adalah pihak yang memiliki peranan dan dapat memengaruhi pihak lain dalam menentukan suatu keputusan tanpa menghiraukan suatu harga. Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa.

 

Pajak

Pajak merupakan retribusi atau kewajiban finansial yang dikenakan kepada wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan.Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Adriani, 2014). Sedangkan menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang perpajakan dijelaskan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Salah satu alasan perusahaan melakukan transfer pricing adalah tarif pajak. Biasanya perusahaan menghindari pembayaran pajak yang sangat tinggi. Perusahaan melaporkan laba lebih rendah pada laporan keuangannya salah satu cara yang dipraktekkan oleh perusahaan untuk menurunkan laba adalah transfer pricing. Perusahaan seharusnya mengunakan prinsip harga wajar untuk mengurangi kewajiban pajak, tetapi perusahaan lebih banyak menggunakan transfer pricing oleh karena itu konflik agensi antara principle dan agent dapat terjadi. Dari pembahasan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

 

H1: Pajak Berpengaruh Positif Terhadap Transfer Pricing

 

Bonus Plan

Bonus plan adalah suatu imbalan atau penghargaan yang diberikan kepada pegawai atas keberhasilan yang telah dicapai dan sesuai target yang diinginkan perusahaan.bonus plan yang paling sering digunakan perusahaan dalam memberikan penghargaan kepada direksi atau manajer adalah laba (Refgia, 2017). Dikarenakan direksi atau manajer dapat memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan penerimaan bonus. Dalam menjalankan tugasnya, para direksi cenderung ingin menunjukkan kinerja yang baik kepada pemilik perusahaan guna memperoleh penghargaan.

Semakin tinggi laba perusahaan secara keseluruhan yang dicapai, maka semakin tinggi apresiasi yang diberikan oleh pemilik kepada direksi. Oleh sebab itu, praktek transfer pricing dipilih oleh direksi untuk memaksimalkan laba perusahaan. Hal ini juga didukung oleh Hartati & Azlina (2014) yang dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa pemilik perusahaan akan mempertimbangkan pencapaian laba perusahaan yang dicapai secara keseluruhan untuk melakukan penilaian atas prestasi kerja direksinya sehingga para direksi akan berusaha semaksimal mungkin menaikkan laba perusahaan secara keseluruhan dengan cara melakukan praktik transfer pricing. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

 

H2: Bonus Plan Berpengaruh Positif Terhadap Transfer Pricing

 

Tunneling Incentive

Tunneling incentive muncul dalam dua bentuk, yaitu: yang pertama, pemegang saham pengendali dapat memindahkan sumber daya dari perusahaan ke dirinya sendiri melalui transaksi antara perusahaan dengan pemilik. Transaksi tersebut dapat dilakukan dengan penjualan aset, kontrak harga transfer kompensasi eksekutif yang berlebihan, pemberian pinjaman, dan lainnya.Bentuk kedua adalah pemegang saham pengendali dapat meningkatkan bagiannya atas perusahaan tanpa memindahkan aset melalui penerbitan saham dilutif atau transaksi keuangan lainnya yang mengakibatkan kerugian bagi pemegang saham non-pengendali (Johnson, 2000). Tunneling merupakan istilah awal yang digunakan untuk menggambarkan kondisi pengambilan aset suatu pemegang saham non-pengendali di Republik Ceko melalui pengalihan aset dan keuntungan demi kepentingan pemegang saham pengendali (Guing & Farahmita, 2011).

Semakin tinggi hak kendali yang dimiliki pemegang saham pengendali, termasuk pemegang saham pengendali asing, memungkinkan pemegang saham pengendali untuk memerintahkan manajemen melakukan transaksi pihak berelasi yang bersifat merugikan pemegang saham non pengendali dan bertujuan untuk menguntungkan dirinya. Ekspropriasi yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali asing akan menurunkan nilai perusahaan sehingga merugikan pemegang saham non pengendali. Dapat disimpulkan bahwa para pemilik saham mayoritas akan melakukan cara-cara yang dapat menghasilkan laba yang tinggi dan mengorbankan hak-hak pemegang saham minoritas. Salah satu caranya adalah dengan transfer pricing. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

 

H3: Tunneling Incentive Berpengaruh Positif Terhadap Transfer Pricing

 

Ukuran Perusahaan

Dalam skala usaha terdapat berbagai ukuran perusahaan yang berbeda, dari perusahaan kecil sampai dengan perusahaan besar perbedaan tersebut tergantung pada investasi yang ditanamkan. Apapun ukuran perusahaannya tujuan yang ingin dicapai tetap sama yaitu suatu perusahaan didirikan adalah untuk menghasilkan laba bagi pemiliknya. Menurut Riyanto (2013), ukuran perusahaan adalah besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai aset.

Menurut Marisa (2017) dalam penelitiannya ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada transfer pricing, hal ini dikarenakan perusahaan yang besar pemiliknya juga cenderung menginginkan profit yang besar dengan jumlah pajak yang kecil, pemilik perusahaan besar juga pasti memiliki kemampuan untuk membangun cabang perusahaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang tarif pajaknya rendah atau biasa disebut tax heaven country dengan tujuan untuk membagi labanya agar jumlah pajak yang dibayarkan kecil, atau bahkan untuk menghindari pembayaran pajak di negaranya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

 

H4: Ukuran Perusahaan Berpengaruh Positif Terhadap Transfer Pricing

 

Good Corporate Governance

Good corporate governance adalah suatu pengelolaan yang memperhatikan hubungan antara hak-hak dan kewajiban dengan pemegang saham, pengelola, kreditur, karyawan serta pihak eksternal dan internal perusahaan, atau suatu pengelolaan yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Putri, 2017). Penerapan corporate governance yang mempengaruhi adanya pengungkapan transfer pricing adalah kualitas audit, yang merupakan bagus atau tidaknya suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor (Noviastika, Mayoman, & Karjo, 2016). Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilakukan auditor itu berkualitas, jika sesuai dengan ketentuan atau standar pengauditan, yang mencakup mutu profesional, auditor independen, pertimbangan (judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit.  Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

 

H5: Good Corporate Governance Berpengaruh Positif Terhadap Transfer Pricing

 

Berdasarkan hipotesis diatas, maka model penelitian disajikan pada Gambar 1

Gambar 1. Rerangka Teoretis

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Menurut Arikunto (2016), menyatakan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya menggunakan angka-angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran data, serta penampilan hasilnya. Menurut Sekaran & Bougie (2017), penelitian kuantitatif adalah metode ilmiah yang datanya berbentuk angka atau bilangan yang dapat diolah dan di analisis dengan menggunakan perhitungan matematika atau statistika. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2015--2017. Jumlah perusahaan manufaktur yang ada di BEI yaitu sebanyak 154 perusahaan.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel untuk membantu dalam memecahkan masalah penelitian. Variabel tersebut terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.    Variabel dependen dalam penelitian ini adalah transfer pricing. Transfer Pricing dalam penelitian ini diukur menggunakan proksi yang sama seperti pada penelitian Marisa (2017), Sari & Puryandani (2017), dan Refgia (2017) yaitu dengan menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (Related Party Transaction). Transaksi kepada pihak berelasi adalah salah satu cara perusahaan dalam melakukan transfer pricing.

2.    Variabel independen dalam penelitian ini ada lima, yaitu:

a.       Pajak. Variabel pajak diukur dengan effective tax rate (ETR), ETR adalah sebuah persentase besaran tarif pajak yang ditanggung oleh perusahaan.

ETR=

b.      Bonus plan. Variabel ini akan diukur dengan rumus ITRENDLB (Index Trend Laba Bersih) yaitu berdasarkan persentase pencapaian laba bersih pada tahun t terhadap laba bersih pada tahun t-1 (Suryatiningsih & Sinegar, 2009).

ITRENDLB =

c.       Tunneling incentive. Variabel tunneling incentive pada penelitian ini didasarkan pada besarnya kepemilikan saham asing yang melebihi 20% (dua puluh persen). Pengukuran variabel ini dilakukan dengan menggunakan skala rasio.

TUN=

d.      Ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan (size) dalam penelitian ini di ukur dengan cara logaritma natural dari nilai buku total nilai aset perusahaan.

Size= Ln Total Aset

e.       Good corporate governance. Good corporate governance akan diukur dengan kualitas audit dari auditor. Pemilihan kualitas audit didasarkan pada pertimbangan karena kualitas audit mencakup beberapa unsur yang ada di dalam good corporate governance yaitu, keterbukaan, kejujuran, dan akuntabilitas. Pengukuran kualitas audit dalam penelitian ini menggunakan reputasi auditor. Reputasi auditor diukur menggunakan variabel dummy dengan nilai 0 untuk sampel perusahaan yang tidak diaudit oleh The Big Four, dan 1 untuk perusahaan yang diaudit oleh The Big Four. Auditor yang masuk dalam keempat Kantor Akuntan Publik tersebut dianggap bereputasi baik karena memiliki jumlah klien terbanyak yang artinya tingginya kepercayaan emiten terhadap jasa audit keempat Kantor Akuntan Publik tersebut. Kantor Akuntan Publik yang termasuk dalam The Big Four yaitu, Deloitte Touche Tohmatsu Limited, PricewaterhouseCoopers, Ernst and Young, dan KPMG

Dalam penelitian ini analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen yaitu pajak, bonus plan, tunneling incentive, ukuran perusahaan, dan good corporate governance. Model persamaan regresi yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Y = α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e

Keterangan:

α: Konstanta

Y: Transfer Pricing

X1: Pajak

X2: Bonus Plan

X3: Tunneling Incentive

X4: Ukuran Perusahaan

X5: Good Corporate Governance

e: Error Term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Data Deskriptif

Pada penelitian ini diperoleh total perusahaan yang digunakan adalah sebanyak 34 perusahaan, dengan total sampel sebanyak 102 sampel.

Tabel 1. Hasil Statistik Deskriptif

Variabel

Mean

Std. Deviation

N

Transfer Pricing

0,1873

0,2946

102

Pajak

0,1518

0,1287

102

Bonus Plan

67,837

57,077

102

Tunneling Incentive

0,5543

0,1897

102

Ukuran Perusahaan

284,195

16,865

102

 

Goodness Of Fit

Uji F adalah pengujian yang dilakukan untuk menguji kelayakan model penelitian. Berikut adalah hasil uji F dalam penelitian ini.

Tabel 2. Uji F

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig

Regression

0,009

5

0,002

2,363

0,054

Residual

0,038

48

0,001

Total

0,048

53

 

 

 

 

Sebuah model regresi dinyatakan layak apabila memiliki nilai signifikansi < 0,05. Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa model regresi dalam penelitian ini memiliki nilai sebesar 0,054. Oleh sebab itu, model regresi dalam penelitian ini dinyatakan tidak layak.

 

Uji Koefisien Determinasi (Adj. R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berikut adalah hasil uji koefisien determinasi dalam penelitian ini:

Tabel 3. Uji Koefisien Determinasi

Model

R

R Square

Adjusted R Square

1

0,444

0,198

0,114

 

Hasil uji koefisien determinasi dalam penelitian ini menunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar 0,114. Berdasarkan nilai Adjusted R Square diketahui bahwa variabel-variabel independen, yaitu pajak, bonus plan, tunneling incentive, ukuran perusahaan, dan good corporate governance hanya mampu menjelaskan transfer pricing sebesar 11,4%. Sedangkan 88,6% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

 

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan uji t, dan uji r parsial. Uji t dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan uji r parsial dilakukan untuk mengukur proporsi atau persentase variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen Berikut adalah hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini:

Tabel 4. Uji t

Variabel

Sig.

Pajak

0,656

Bonus Plan

0,157

Tunneling Incentive

0,762

Ukuran Perusahaan

0,006

Good Corporate Governance

0,523

 

Tabel 15. Uji r Parsial

Variabel

Standardized Coefficients

Beta

Pajak

-0,066

Bonus Plan

-0,192

Tunneling Incentive

0,045

Ukuran Perusahaan

0,461

Good Corporate Governance

-0,107

 

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pajak memiliki nilai sinifikansi 0,656 lebih besar dari 0,05 yang artinya variabel independen pajak tidak berpengaruh terhadap indikasi transfer pricing, maka dapat disimpulkan H01 diterima dan Ha1 ditolak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosa, Andini, & Raharjo (2017) dan Marisa (2017). Hasil pajak tidak berpengaruh terhadap transfer pricing bisa  terjadi karena Indonesia bergabung dalam group of twenty (G20) dan europian union (EU) untuk mengatasi kemungkinan timbulnya kecurangan dengan adanya trasnsfer pricing. Beberapa aksi yang dilakukan G20 salah satunya adalah mengembangkan peratuan perpajakan internasional dan melakukan perjanjian pajak serta transfer pricing (Arif, 2018). Hal ini menyebabkan perusahaan semakin sulit melakukan transfer pricing untuk menghindari pajak.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bonus plan memiliki nilai sinifikansi 0,157 lebih besar dari 0,05 yang artinya variabel independen bonus plan tidak berpengaruh terhadap transfer pricing, maka dapat disimpulkan H01 diterima dan Ha1 ditolak. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dari Saraswati & Sujana (2017), Marisa (2017), dan Rosa, Andini, & Raharjo (2017) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa bonus plan tidak berpengaruh terhadap indikasi transfer pricing. Bonus plan tidak berpengaruh terhadap indikasi transfer pricing karena dapat terjadi ketidakkonsistenan perusahaan dalam menaikkan laba dari tahun ke tahun. Karena apabila hanya demi mendapatkan bonus kemudian perusahaan melakukan transfer pricing untuk menaikkan laba perusahaan. Maka transaksi tersebut akan dinilai tidak etis mengingat terdapat kepentingan yang jauh lebih besar lagi yaitu menjaga nilai perusahaan dimata masyarakat dan pemerintah dengan menyajikan laporan keuangan secara aktual agar dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang lebih penting bagi perusahaan kedepannya (Wafiroh & Hapsari, 2015).

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tunneling incentive memiliki nilai sinifikansi 0,762 lebih besar dari 0,05 yang artinya variabel independen tunneling incetive tidak berpengaruh terhadap transfer pricing, maka dapat disimpulkan H01 diterima dan Ha1 ditolak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rosa, Andini, & Raharjo (2017) yang hasil penelitiannya menyatakan tunneling incentive tidak berpengaruh terhadap indikasi transfer pricing. Ini artinya bahwa besar atau kecilnya tunneling incentive pada perusahaan tidak ada pengaruhnya terhadap transfer pricing perusahaan tersebut. Hasil tersebut mengidentifikasikan bahwa pemegang saham mayoritas tidak menggunakan hak kendalinya untuk memerintahkan manajemen dalam melakukan transfer pricing atau bisa juga diartikan bahwa ada atau tidaknya pemegang saham mayoritas, perusahaan akan tetap melakukan transfer pricing.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki nilai sinifikansi 0,006 lebih kecil dari 0,05 yang artinya variabel independen ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap transfer pricing, maka dapat disimpulkan H01 ditolak dan Ha1 diterima. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap transfer pricing menunjukkan bahwa perusahaan yang besar pemiliknya akan cenderung menginginkan profit yang besar dengan pajak yang kecil sehingga pemilik perusahaan yang besar akan membuat cabang-cabang perusahaan untuk membagi labanya agar jumlah pajaknya kecil, bahkan pemilik perusahaan besar dapat membangun cabang perusahaan di negara bertarif pajak rendah untuk melakukan transfer pricing agar menghindari pajak di negaranya. Selain itu, dengan ukuran perusahaan yang besar maka akan ada banyak entitas anak perusahaan. Hal ini juga berpengaruh karena dengan memiliki banyak cabang tentu setiap cabang juga harus diperhatikan kinerjanya. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan transfer pricing.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel good corporate governance memiliki nilai sinifikansi 0,523 lebih besar dari 0,05 yang artinya variabel independen good corporate governance tidak berpengaruh terhadap transfer pricing, maka dapat disimpulkan H01 diterima dan Ha1 ditolak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Noviastika, Mayoman, & Karjo (2016) yang hasil penelitiannya menyatakan good corporate governance tidak berpengaruh terhadap indikasi transfer pricing. Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan tidak memengaruhi perusahaan untuk melakukan transfer pricing atau tidak. Perusahaan tidak mempertimbangkan pengelolaan perusahaan yang baik sebagai dasar untuk melakukan aktivitas transfer pricing. Dapat diartikan bahwa semakin berkualitas auditor eksternal suatu perusahaan, maka cenderung tidak melakukan transfer pricing terutama untuk kepentingan perpajakan.

 

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, dapat diambil simpulan hipotesis pertama ditolak, sehingga pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Hipotesis kedua ditolak, sehingga bonus plan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Hipotesis ketiga ditolak, sehingga tunneling incentive tidak berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Hipotesis keempat diterima, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing. Hipotesis kelima ditolak, sehingga good corporate governance tidak berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi transfer pricing

 

Keterbatasan dan saran

Keterbatasan penelitian yang dihadapi dalam penelitian ini adalah masih minimnya teori maupun sumber mengenai beberapa variabel seperti bonus plan dan tunneling incentive selama 5 tahun terakhir. Walaupun ada teori atau sumbernya sudah tergolong cukup lama karena itu peneliti hanya memiliki sedikit sumber terbaru untuk variabel tersebut. Hal ini membuat peneliti kesulitan untuk memperoleh teori secara lengkap sebagai pendukung dalam penelitian. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan variabel dan alat ukur lain selain variabel dan alat ukur dalam penelitian saat ini yang mungkin dapat berpengaruh nantinya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adriani. (2014). Teori Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Bukhori, Iqbal, & Raharja. (2012). Pengaruh Good Corporate Governance Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Diponegoro Journal Of Accounting

Brundy, E. P. (2014). Pengaruh Mekanisme Pengawasan Terhadap Aktivitas Tunneling. Universitas Atma Jaya .

Direktorat Jenderal Pajak. (2016). Retrieved Maret 2020, from https://klikpajak.id/blog/tips-pajak/dimensi-transfer-pricing-dan-tujuan/

F, D. N., Mayowan, Y., & Karjo, S. (2016). Pengaruh Pajak, dan Tunneling Incentive dan Good Corporate Governance Terhadap Indikasi Melakukan Transfer Pricing Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Studi Pada Bursa Efek Indonesia Yang Berkaitan Dengan Perusahaan Asing). Jurnal Perpajakan.

Guing, & Farahmita. (2011). Manajemen Laba dan Tunneling Melalui Transaksi Pihak Istimewa di Sekitar Penawaran Saham Perdana. Simposium Nasional.

Hartati, W., Desmiyawati, & Azlina, N. (2014). Analisis Pengaruh Pajak dan Mekanisme Bonus terhadap Keputusan Transfer Pricing. Simposium Nasional Akuntansi XVII, Mataram, 24-27.

Hartati, W., Desmiyawati, & Julita. (2015). Tax Minization, Tunneling Incentive, Dan Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing SeluruhPerusahaan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVIII. Medan.

Jensen, & Meckling. (1976). The Teory Of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal Of Financial And Economics, 305-360.

Johnson. (2000). Tunneling. American Economic Review Review Papers and Proceeding, 22-27.

Marisa, R. (2017). Pengaruh Pajak, Bonus Plan, Tunneling Incentive, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi .

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa. (2011).

Putri. (2017). Pengaruh Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Rasio Hutang, dan Profitabilitas terhadap Tarif Pajak Efektif (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2015). JOM Fekon.

Refgia, T. (2017). Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Asing, dan Tunneling Incentive terhadap Transfer Pricing.

Riyanto, B. (2013). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE .

Rosa, A., & Raharjo, K. (2017). Pengaruh Pajak, Tunneling Insentive, Mekanisme Bonus, Debt Covenant dan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Transaksi Transfer Pricing.

Saraswati, S., & Sujana, K. (2017 ). Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, dan Tunneling Incentive Pada Indikasi Melakukan Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi Universitas Udayana .

Sari, R. C., & Sugiharto. (2014). Tunneling dan Corporate Governance. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Sari, A. N., & Puryandani, S. (2017). Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive, Good Corporate Governance Dan Mekanisme Bonus Terhadap Transfer Pricing. Journal Of Economics And Banking.

Sekaran, U., & Bougie, R. (2017). Metode Penelitian untuk Bisnis. Jakarta Selatan: Salemba Empat .

Sulistiono. (2010). Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Struktur Modal, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006--2008. Skripsi.

Suryana, A. B. (2012). Menangkal Kecurangan Transfer pricing. Retrieved Februari 2020, from http://www.pajak.go.id

Suryatiningsih, N., & Sinegar, S. (2009). Pengaruh Skema Bonus Direksi Terhadap Aktivitas Manajemen Laba: Studi Empiris Pada BUMN Periode Tahun 2003--2006. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi, 23-26.

Sutedi, A. (2012). Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika .

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perpajakan.

Undang–Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.      

Wafiroh, Lailiyul, Novi., Niken, Nindya, Hapsari. (2015). Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive, dan Mekanisme Bonus Terhadap Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi El Muhasaba


 

Tidak ada komentar: