Jumat, 06 Januari 2023

PENGARUH NILAI TAMBAH (EVA, MVA, FVA, REVA) DAN SET KESEMPATAN INVESTASI (IOS) TERHADAP PRICE EARNING RATIO (PER) PADA PERUSAHAAN YANG LISTING DI BEI SUB SEKTOR PERKEBUNAN PERIODE 2008-2013

 JELIKA WISYE TOISUTA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI - FAKULTAS EKONOMI BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG - KABUPATEN MALANG

2014

 

ABSTRAK

Mengingat keterbatasan yang timbul dari analisis rasio keuangan sebagai alat pengukur kinerja keuangan perusahaan, maka diusulkan konsep pengukuran kinerja keuangan yang didasarkan pada konsep nilai tambah (value added based). Dengan value added based sebagai alat pengukur kinerja perusahaan, manajemen dituntut selalu meningkatkan nilai perusahaan. Dengan pengukuran kinerja yang berbasis pada nilai tambah (value added) diharapkan didapat hasil pengukuran kinerja perusahaan yang realistis dan mendukung penyajian laporan keuangan, sehingga para pemakai laporan keuangan dapat dengan mudah mengambil keputusan baik untuk berinvestasi maupun untuk perencanaan peningkatan kinerja perusahan. Konsep yang diusulkan adalah Economic Value Added (EVA), Refined Economic Value Added (REVA), Financial Value Added (FVA), dan Market Value Added (MVA). Fungsi manajemen keuangan adalah merumuskan keputusan penting yang diambil perusahaan, antara lain pengambilan keputusan investasi. Keputusan investasi tersebut pada penelitian ini diproksi oleh Investment Opportunity Set (IOS). Kombinasi yang optimal dari keputusan tersebut akan memaksimumkan profitabilitas dan nilai perusahaan. Penggunaan alat kinerja perusahaan tersebut dapat menjadi rujukan bagi para investor dalam pilihan penanaman modal di sebuah perusahaan. Jika penilaian kinerja menunjukkan hasil yang baik, maka akan berimbas pada keputusan para investor yang akan membeli saham dari perusahaan. Hal ini yang menyebabkan keuntungan perusahaan dapat dilihat dari harga saham yang beredar. Dalam penelitian ini digunakan perhitungan Price Earning Ratio (PER).

Kata-Kata Kunci: Economic Value Added (EVA), Refined Economic Value Added (REVA), Financial Value Added (FVA), dan Market Value Added (MVA), Investment Opportunity Set (IOS), Price Earning Ratio (PER).

 

1.      PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Perusahaan yang ada di Indonesia saat ini berkembang dengan cukup baik dan semakin banyak perusahaan yang membuka diri dengan menjadi perusahaan yang terbuka demi meningkatkan dan mengembangkan perusahaan itu sendiri. Konsekuensi menjadi perusahaan yang terbuka adalah perusahaan tersebut menjadi semakin kompetitif dalam meningkatkan layanan terhadap konsumen maupun meningkatkan kualitas produksi demi memperoleh nilai perusahaan yang berakibat pada peningkatan laba perusahaan.

Perusahaan yang sudah go public memiliki kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang berasal dari penanaman modal dari pihak investor. Hubungan yang terjadi adalah hubungan timbal balik dengan para investor yang berharap pula memperoleh keuntungan dari setiap saham yang dibeli dari perusahaan maupun dividen yang diterima sebagai bagi hasil keuntungan perusahaan tersebut.

Banyak faktor yang dapat memengaruhi investor dalam pemilihan perusahaan sebagai tempat penanaman modal tersebut. Faktor yang paling sering memengaruhi yaitu penilaian terhadap kinerja perusahaan tersebut yang dilihat dari laporan keuangan perusahaan setiap tahunnya. Setiap laporan dapat digunakan sebagai pengukuran kinerja dari perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional organisasi dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 1998: 419). Dengan adanya pengukuran ini maka perusahaan dapat mengevaluasi kondisi perusahaan saat ini dan kemudian dapat menentukan strategi perusahaan berikutnya sehingga akhirnya dapat memenangkan persaingan bisnis. Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang penting dalam proses perencanaan, pengendalian dan proses transaksional seperti merger, akuisisi dan emisi saham. Dengan melalui pengukuran kinerja keuangan tersebut, perusahaan dapat memilih strategi dan struktur keuangannya, menentukan menutup unit-unit bisnis yang tidak produktif, menetapkan balas jasa (reward) internal dan menentukan harga saham secara wajar (Mirza, 1997 : 68).

Selama ini banyak perusahaan, terutama di Indonesia, menggunakan metodepengukuran tradisional seperti antara lain imbal bagi ekuitas (return of equity/ROE) atau bagi aset (return on asset/ROA) dan tingkat kembalian investasi (return on investment/ROI). Metode-metode tersebut dirasakan masih banyak kelemahannya, kelemahan utama pengukur akuntansi tradisional adalah pengukur tersebut mengabaikan adanya biaya modal, sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai tambah atau tidak (Utama, 1997 : 12). Adapun alasannya, sesuai dengan yang dikemukan oleh Sembel (dalam Secakusuma, 1997 : 8) return tersebut tidak cocok untuk tujuan memaksimumkan nilai perusahaan, karena bersifat jangka pendek, sering terdistorsi oleh aturan akuntansi yang bervariasi dan belum memperhitungkan biaya modal. Manajer yang berhasil mencapai tingkat keuntungan tinggi atau ROI yang tinggi akan dianggap berhasil dan akan diberi imbalan/bonus yang memuaskan. Hal ini menyebabkan para manajer hanya akan berusaha meningkatkan keuntungan dengan cara apapun sehingga orientasinya pada keuntungan jangka pendek dan mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan.

Mengingat keterbatasan yang timbul dari analisis rasio keuangan sebagai alat pengukur kinerja keuangan perusahaan, maka diusulkan konsep pengukuran kinerja keuangan yang didasarkan pada konsep nilai tambah (value added based). Dengan value added based sebagai alat pengukur kinerja perusahaan, manajemen dituntut selalu meningkatkan nilai perusahaan. Dengan pengukuran kinerja yang berbasis pada nilai tambah (value added) diharapkan didapat hasil pengukuran kinerja perusahaan yang realistis dan mendukung penyajian laporan keuangan, sehingga para pemakai laporan keuangan dapat dengan mudah mengambil keputusan baik untuk berinvestasi maupun untuk perencanaan peningkatan kinerja perusahan. Konsep yang diusulkan adalah Economic Value Added (EVA), Refined Economic Value Added (REVA), Financial Value Added (FVA), dan Market Value Added (MVA).

Selain menggunakan pengukuran kinerja yang didasarkan pada konsep nilai tambah, perlunya penggunaan set kesempatan investasi sebagai alat dalam mengukur kinerja perusahaan. Manajemen keuangan memiliki tujuan utama untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham (nilai perusahaan). Harga saham yang diperjual- belikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan bagi perusahaan terbuka yang menerbitkan saham di pasar modal (Fama, 1978). Kemakmuran pemegang saham akan meningkat apabila harga saham yang dimilikinya meningkat.

Fungsi manajemen keuangan adalah merumuskan keputusan penting yang diambil perusahaan, antara lain pengambilan keputusan investasi. Keputusan investasi tersebut pada penelitian ini diproksi oleh Investment Opportunity Set (IOS). Kombinasi yang optimal dari keputusan tersebut akan memaksimumkan profitabilitas dan nilai perusahaan. Penggunaan alat kinerja perusahaan tersebut dapat menjadi rujukan bagi para investor dalam pilihan penanaman modal di sebuah perusahaan. Jika penilaian kinerja menunjukkan hasil yang baik, maka akan berimbas pada keputusan para investor yang akan membeli saham dari perusahaan. Hal ini yang menyebabkan keuntungan perusahaan dapat dilihat dari harga saham yang beredar. Dalam penelitian ini digunakan perhitungan Price Earning Ratio (PER).

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Nilai Tambah (EVA, MVA, FVA, REVA) Dan Set Kesempatan Investasi (IOS) Terhadap Price Earning Ratio (PER) Pada Perusahaan Yang Listing Di Bei Sub Sektor Perkebunan Periode 2008-2013”

1.2       Rumusan Masalah

Dari penjelasan mengenai latar belakang penelitian ini maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Nilai Tambah dan Set Kesempatan Investasi memengaruhi Price Earning Ratio?

2. Seberapa besar tingkat pengaruh/ non pengaruh Nilai Tambah dan Set Kesempatan Investasi memengaruhi Price Earning Ratio?

3. Bagaimana Nilai Tambah dan Set Kesempatan Investasi dapat berpengaruh/tidak berpengaruh terhadap Price Earning Ratio?

1.3       Tujuan Penelitian

Penelitian ini, sesuai dengan rumusan masalah bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui mempengaruhi/tidak memengaruhi nilai tambah yang terdiri dari EVA, MVA, FVA, REVA dan set kesempatan investasi (IOS) terhadap Price Earning Ratio (PER).

2. Untuk melihat sejauh mana pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

3. Untuk mengetahui bagaimana nilai tambah yang terdiri dari EVA, MVA, FVA, REVA dan set kesempatan investasi (IOS) berpengaruh/tidak berpengaruh terhadap Price Earning Ratio (PER).

1.4       Manfaat Penelitian

Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Adapun manfaat dari disusunnya penelitian sebagai berikut:

1. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam mengetahui pengaruh pengaruh nilai tambah yang terdiri dari EVA, MVA, FVA, REVA dan set kesempatan investasi (IOS) terhadap Price Earning Ratio (PER).

2. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media pengetahuan mengenai kinerja perusahaan go public di Indonesia

3. Bagi Dosen dan Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi dosen untuk mengetahui pentingnya profesionalisme dan kinerja perusahaan go public Indonesia. Serta untuk masyarakat umum dapat mengetahui dunia pembelajaran tingkat universitas

 

2.      LANDASAN TEORI

2.1       Investasi

2.1.1    Pengertian Investasi

Pada dasarnya seorang investor akan memilih investasi yang menguntungkan,

karena setiap modal yang disetor untuk investasi harus mempunyai tingkat pengembalian

yang tinggi. Tingkat pegembalian investasi yang tinggi dapat menjadi pertimbangan bagi

para investor untuk berinvestasi disekuritas.

Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan pada “Standar

Akuntansi Keuangan” paragraf 3 (2004:131) yangmenyatakan bahwa:

“Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalty, dividend dan uang muka), untuk aprisiasi nilai investasi, atau untuk manfaat lain perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. ”

Sedangkan, menurut Husnan (2003:3) menjelaskan pengertian investasi sebagai berikut:

“Investasi merupakan setiap penggunaan uang dengan maksud untuk memperoleh penghasilan.”

Berdasarkan pengertian di atas penulis mengambil kesimpulan, bahwa investasi

merupakan dana yang dialokasikan baik oleh investor maupun calon investor terhadap

suatu perusahaan yang sedang membutuhkan dana tambahan atau modal, yang

selanjutnya dari pihak perusahaan akan memberikan timbal balik terhadap investor

maupun calon investor dengan pemberian berupa deviden atau keuntungan lainnya.

2.1.2    Tujuan Investasi

Pada dasarnya, tujuan orang melakukan investasi adalah untuk menghasilkan

sejumlah uang. Tetapi secara lebih luas tujuan investasi adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini merupakan kesejahteraan moneter,

yang bisa diukur dengan penjumlahan pendekatan saat ini pendapatan masa datang.

Menurut Jogiyanto Hartono (2008:4) mengemukakan bahwa:

“Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain :Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang. ”

Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa investor dan calon

investor pada dasarnya mengharapkan sebuah keuntungan dari sesuatu yang

diinvestasikanya di masa yang akan datang.

2.1.3 Dasar Keputusan Investasi

Dasar keputusan investasi terdiri dari tingkat return yang diharapkan, tingkat

resiko, serta hubungan antara return dan risiko.

Menurut Jogiyanto Hartono (2003 : 6) mengemukakan bahwa:

“Dasar keputusan investasi terdiri dari Return dan Resiko. Return merupakan alasan utama orang berinvestasi yaitu untuk memperoleh keuntungan. Sudah sewajarnya jika investor mengharapkan return yang setinggi-tingginya dari investasi yang dilakukannya. Tetapi, ada hal penting yang harus selalu dipertimbangkan, yaitu berapa besar risiko yang harus ditanggung dari investasi tersebut. Umumnya semakin besar risiko, maka semakin besar pula tingkat return.”

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa dasar keputusan

seseorang         berinvestasi     yaitu    mencari            keuntungan     atau     mengharapkan tingkat

pengembalian dari return yang setinggi-tingginya dan tingkat resiko yang rendah.

2.1.4    Proses Keputusan Investasi

Di bawah ini terdapat beberapa pendapat para ahli di bidang ekonomi yang

menjelaskan tentang proses keputusan investasi.

Menurut Sharpe, Alexander dan Bailey (2005:10-13) mengemukakan bahwa:

“Proses investasi menggambarkan bagaimana investor mengambil keputusan atas sekuritas mana yang dipilih, seberapa luasnya dan kapan investasi dilakukan. Proses investasi meliputi lima langkah:

1. Penentuan kebijakan investasi, meliputi penentuan tujuan investor dan banyaknya kekayaan yang dapat diinvestasikan.

2. Melakukan analisis sekuritas, yang meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual (beberapa sekuritas) yang masuk kedalam katagori luas aset keuangan yang telah diidentifikasi sebelumnya.

3. Membentuk portofolio, melibatkan identifikasi asaet-aset khusus mana yang akan dijadikan investasi, juga menentukan besarnya bagian kekayaan investor yang akan diinvestasikan ke setiap aset tersebut.

4. Merevisi portofolio, merupakan pengulangan periodik dari tiga langkah sebelumnya. Yaitu dari waktu kewaktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya, yang pada gilirannya berarti portofolio yang dipegangnya tidak lagi optimal. Oleh karena itu, investor membentuk portofolio baru dengan menjual portofolio yang dimilikinya dan membeli portofolio lain yang belum dimiliki.

5. Mengevaluasi kinerja portofolio, meliputi penentuan kinerja portofolio secara periodik, tidak hanya berdasarkan return yang dihasilkan tetapi juga risiko yang dihadapi investor. ”

Sehubungan    dengan            hal       diatas   menurut           Jogiyanto (2003:8)

mengemukakan bahwa:

“Proses keputusan investasi terdiri dari : 1. Penentuan tujuan investasi

2. Penentuan kebijakan investasi 3. Pemilihan strategi portofolio 4. Pemilihan aset

5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio.”

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses keputusan

investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan (on going proses).

Artinya, jika tahap pengukuran dan evaluasi kinerja telah dilewati dan ternyata hasilnya

kurang baik, maka proses keputusan investasi harus dimulai dari pertama, demikian

seterusnya sampai dicapai keputusan investasi yang paling optimal.

2.1.5    Pengertian Pasar Modal

Salah satu sumber dana eksternal yang utama selain supplier yang memberikan

kredit jangka pendek ataupun jangka panjang dan kredit investasi bank. Oleh karena itu,

pasar modal dapat dijadikan wahana penting diluar perbankan yang menyediakan fasilitas

untuk memindahkan dana dari lender ke borrower dan menyediakan dana bagi dunia

usaha melalui penjualan instrumen-instrumen keuangan jangka panjang yang

diperdagangkan di pasar modal. Menurut Husnan (2004:3) mendefinisikan bahwa

pasar modal yaitu :

“Pasar modal dapat didefinisikan juga sebagai pasar untuk berbagi instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public aothorities, maupun perusahaan swasta.“

Berdasarkan definisi di atas, disebutkan bahwa di pasar modal diperdagangkan

berbagai komoditas modal sebagai instrument jangka panjang. Komoditas modal tersebut

dibagi menjadi dua kelompok yaitu modal hutang dan modal sendiri. Modal sendiri

adalah surat berharga yang bersifat penyertaan atau ekuitas seperti saham, waran, dan

right. Sedangkan modal hutang adalah surat berharga yang bersifat hutang atau sering

juga disebut sebagai surat berharga pendapatan tetap (fixed income) seperti obligasi dan obligasi konversi.

Lebih luas lagi, Jogiyanto (2008:3) mendefinisikan tiga istilah yang

berkaitan dengan pasar modal yaitu pasar, modal, dan pasar modal yaitu sebagai berikut :

“Pasar adalah suatu situasi dimana para pelakunya (penjual dan pembeli) dapat menegosiasikan pertukaran suatu komoditas atau kelompok komoditas. Modal adalah suatu yang digunakan oleh perusahaan sebagai sumber dana untuk melaksanakan kegiatan perusahaan. Sedangkan pasar modal merupakan suatu situasi dimana para pemjual dan pembeli dapat melakukan negosiasi terhadap pertukaran suatu komoditas atau kelompok komoditas dan komoditas yang dipertukarkan disini adalah modal”.

Sedangkan menurut Rusdin (2008:1) definisi capital market atau pasar modal

dalam pengertian luas dan pengertian khusus adalah sebagai berikut:

“Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.”

Berdasarkan kedua teori di atas, penulis berpendapat bahwa pasar modal

layaknya pasar tradisional yang mempertemukan pihak kelebihan dana (pembeli efek)

dengan pihak yang kekurangan dana (penerbit efek) yang terhimpun dalam wadah jual

beli instrumen pasar modal hingga terbentuknya permintaan dan penawaran atas efek.

Sedangkan menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 2003, pengertian

pasar modal yang lebih spesifik, yaitu :

“Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan

efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta

lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.

Berdasarkan UUPM tersebut, pengertian pasar modal lebih mengacu pada

kegiatan yang terjadi dipasar modal. Dimana, pasar modal berkaitan dengan kegiatan:

1.         Penawaran umum dan perdagangan efek. Penawaran umum atau sering juga

disebut sebagai go publik adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya

dipasar perdana untuk dijual kepada masyarakat oleh emiten berdasarkan UUPM.

Sedangkan perdagangan efek adalah kegiatan jual beli efek yang terjadi dipasar sekunder.

2.         Perusahan publik dengan efek yang diterbitkannya. Perusahaan publik adalah

perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya 300 pemegang

saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp.3 Milyar. Selain

perusahaan memiliki kriteria tersebut, maka selama itu juga perusahaan itu wajib

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dibidang pasar modal yang mengatur perusahaan publik.

3.         Lembaga profesi yang berkaitan dengan efek. Lembaga tersebut diantaranya

akunatan, konsultan hukum, penilai, dan notaris. Pasar modal telah menetapkan

sangsi atas berbagai pelanggaran dipasar modal bagi pihak-pihak yang terlibat

dalam perdagangan dipasar modal termasuk lembaga-lembaga profesi yang

berkaitan dengan efek tersebut.

Dari berbagai definisi yang telah diuraikan di atas, maka terdapat berbagai

karakteristik dari pasar modal, yaitu:

1. Sebagai jembatan perdagangan antara dua pihak, yaitu pihak yang

menegluarkan dana (investor/Leender), dan pihak yang membutuhkan dana

(Emiten/borrower).

2. Komoditas yang diperdagangkan adalah komoditas modal.

3. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panajng) bagi dunia usaha sekaligus

memungkinkan alokasi dana secara optimal.

4. Pasar yang menggunakan sistem terorganisir dengan melalui jasa para

komissioner, underwriter dan pialang.

5. Alternative investasi yang memberikan potensi keuntungan

2.1.6    Instrumen Keuangan yang di Pasarkan di Pasar Modal

Pada dasarnya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan

jangka panjang yang bias diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal

sendiri. Bentuk dari instrument keuangan tersebut dinamakan dengan surat berharga.

Surat berharga atau sering juga disebut sekuritas merupakan secarik kertas yang

menunjukan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh

bagian dari prospek atau kekayaan organisai yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan

berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya.

Menurut Jogiyanto (2008:98) mendefnisiskan instrumen pasar modal

adalah sebagai berikut :

“Instrumen pasar modal pada prisipnya adalah semua surat-surat berharga (efek) yang umum diperjualbelikan pasar modal diantaranya adalah saham biasa, saham preferent, obligasi, obligasi konversi, right insue, dan waran”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dijelakan instrument pasar modal

sebagai berikut:

1.         Saham Biasa dianatara surat-surat berharga yang diperdagangkan dipasar modal,

saham biasa (Common stock) adalah yang paling dikenal masyarakat. Diantara

emiten yang menerbitkan surat berharga, saham biasa juga merupakan sekuritas

yang paling banyak digunakan untuk menarik dana dari masyarakat. Secara

sederhana, saham biasa adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan.

Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas

tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Devidend

yang diterima dalam pemilikan saham biasa ini jumlahnya tidak tetap, dan

pemilik saham biasa mempunyai hak memilih (vote) dalam rapat umum

pemegang saham (RUPS).

2.         Saham preferen merupakan saham yang akan menerima dividend dalam jumlah

yang tetap. Biasanya pemiliknya tidak mempunyai hak dalam rapat umum

pemegang saham (RUPS).

3.         Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi

pinjaman (dalam hal ini pemodal) dengan yang diberi pinjaman (emiten). Jadi

surat obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas

tersebut memberikan pinjaman sebagai kreditor kepada perusahaan yang

menerbitkan surat obligasi.

4.         Obligasi Konversi (convertible Bonds) adalah obligasi yang dapat dikonversikan

(ditukar) menjadi saham biasa pada waktu tertentu atau sesudahnya.

5.         Right Issue adalah Alat investasi ini merupakan produk turunan dari saham. Right

issue merupakan pemberian hak kepada para pemegang saham untuk membeli

saham baru dari perusahaan dengan harga tertentu dan dalam batas waktu tertentu.

Kebijakan Right issue ini merupakan upaya emiten untuk menambah saham yang

beredar, guna menambah modal perusahaan.

6.         Waran adalah hak untuk membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah

ditentukan. Biasanya waran dijual bersamaan dengan surat berharga lain,

misalnya obligasi atau saham

2.2       Kinerja Perusahaan

2.2.1 Pengertian Evaluasi Kinerja Perusahaan

Evaluasi kinerja adalah penentuan pekerjaan yang telah dilakukan dan hasil yang

telah dicapai suatu kegiatan, proses, atau bagian organisasi (Blocher, Chen, dan Lin,

1999: 105). Evaluasi kinerja perusahan merupakan suatu kegiatan yang penting bagi

perusahaan, karena dengan evaluasi kinerja dapat diketahui sejauh mana perusahaan

berdasarkan kriteria atau ukuran tertentu dapat dipandang berhasil atau kurang berhasil

dalam menjalankan usahanya. Hasil dari evaluasi kinerja tersebut dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dan pedoman guna meningkatkan, memperbaiki, mengubah,

bahkan menghentikan suatu kebijakan manajemen perusahaan.

Evaluasi kinerja dalam suatu perusahaan dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki

kepentingan terhadap perusahaan, baik pihak eksternal (pemegang saham, kreditur dan

pemerintah) maupun pihak internal (manajemen) perusahaan (Harnanto, 1998 : 4).

Masing-masing pihak yang berkepentingan tersebut memiliki tujuan dan maksud yang

berbeda–beda mengapa mereka melakukan evaluasi kinerja perusahaan. Namun demikian

evaluasi kinerja yang mereka lakukan mempunyai pengertian yang sama, dimana mereka

ingin mendapatkan informasi mengenai hasil dari kinerja perusahaan selama periode

waktu tertentu.

Adapun tujuan dari masing-masing pihak dalam melakukan evaluasi kinerja

perusahaan adalah :

1. Pihak eksternal

a.Pemegang saham

Tujuan dari para pemegang saham adalah untuk mengetahui sukses yang telah

dicapai oleh perusahaan, guna meramalkan kemungkinan yang akan terjadi di masa

yang akan datang. Informasi ini penting untuk dipakai sebagai dasar membuat

keputusan apakah ia akan membeli, menjual, ataupun tetap mempertahankan

saham-sahamnya di perusahaan

b. Kreditur

Para kreditur ingin mengetahui apakah pinjaman yang diberikan kepada

perusahaan dipergunakan sebagai mana mestinya, sehingga memungkinkan

perusahaan untuk dapat membayar kembali hutang beserta bunganya

c. Pemerintah

Pihak pemerintah ingin mengetahui aspek yang menyangkut perusahaan, seperti

jumlah pajak yang harus dibayar, jumlah tenaga kerja yang diserap dan data yang

lain guna menyusun rencana dan program-program pembangunan ekonomi dan

kesejahteraan sosial khususnya.

2. Pihak internal

Tujuan dari manajemen perusahaan adalah untuk memberikan informasi kepada

pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, terutama pemegang saham dan

juga untuk dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan

dengan perusahaan.

2.2.2 Metode dalam Evaluasi Kinerja

Dalam melakukan evaluasi kinerja suatu perusahaan diperlukan suatu metode

tertentu. Ada dua macam metode dalam evaluasi kinerja perusahaan, yaitu metode

keuangan dan metode non keuangan. Metode evaluasi kinerja non keuangan antara lain

meliputi (Kaplan & Atkinson, 1997 : 378) .

1. Kemampuan perusahaan memuaskan pelanggan

2. Kemampuan perusahaan menghasilkan produk yang digemari konsumen

3. Tingkat ketepatan waktu perusahaan untuk menepati jadwal yang telah ditetapkan

4. Persentase barang rusak selama proses produksi

5. Pengembangan dan pembinaan karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan

Sedangkan evaluasi kinerja suatu perusahaan diukur dari rasio keuangannya.

Rasio keuangan tersebut meliputi rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio

leverage, dan rasio likuiditas.

2.2.3 Laporan Keuangan

Menurut Harahap (2006), laporan keuangan adalah laporan yang

menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu

atau jangka waktu tertentu. Menurut IAI (2007),

“Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keungan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.”.

Dari kedua laporan keuangan dapat disimpulkan sebagai laporan yang sangat

berperan penting bagi perusahaan karena laporan keuangan dapt menunjukkan hasilusaha

suatu perusahaan menurut karakteristik ekonominya.

2.2.4 Tujuan Laporan Keuangan

Laporan Keuangan memiliki tujuan, Menurut IAI (2007) sebagai berikut;

a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah

besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.

b. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini adalah memenuhi kebutuhan

bersama dari sebagian besar pengguna. Namun demikian laporan keuangan tidak

menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pengguna dalam

pengambilan keputusan ekonom, karena secara umum menggambarkan pengaruh

keuangan dari berbagai kejadian di masa yang lalu (historis), dan tidak diwajibkan

untuk menyediakan informasi non keuangan.

c. Laporan keuangan juga telah menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh

manajemen (stewardship) atau merupakan pertanggungjawaban manajemen atas

sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin melakukan

penilaian terhadap apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban

manajemen, melakukan hal ini agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi.

Keputusan ini mungkin saja mencakup keputusan untuk memanamkan atau

menjual investasi mereka dalam suatu perusahaan atau keputusan untuk

mengangkat kembali atau melakukan penggantian manajemen.

2.2.5    Jenis-jenis Laporan Keuangan

Menurut Woelfel (1997), laporan keuangan memiliki jenis-jenis laporan

keuangan, sebagai berikut;

a. Neraca (Balance Sheet)

Menurut Smith Dan Skousen (2007) Neraca adalah merupakan laporan pada

suatu saat tertentu mengenai sumber daya perusahaan (aktiva), hutangnya

(kewajiban) dan klaim kepemilikan terhadap sumber daya (ekuitas pemilik).

Menurut Smith Dan Skousen (2007) Neraca memiliki keterbatasan sendiri,

sebagai berikut; (1) Sumber daya dan kewajiban entitas biasanya disajikan

menurut harga perolehan (historical cost) pada saat terjadinya sehingga

menjadi tidak relevan untuk melakukan evaluasi kekayaan perusahaan; (2)

Ketidakstabilan nilai mata uang menyebabkan neraca tidak mencerminkan

daya beli konstan. Akibatnya, neraca mencerninkan aktiva, kewajiban, dan

ekuitas dalam satuan daya beli yang tidak sama. (3) Sulitnya untuk melakukan

perbandingan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya

karena masing-masing perusahaan tidak mengklasifikasikan dan melaporkan

semua pos yang hampir sama secara seragam. (4) Dalam hal pengukuran, ada

beberapa sumber daya dan kewajiban entitas tidak dilaporkan ke dalam neraca

(Off Balance Sheet Items).

b. Laporan Laba Rugi

Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2007) :

“Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang mengukur kinerja keuangan sebuah perusahaan di antara   tanggal neraca. Laporan ini merepresentasikan kegiatan operasional perusahaan. Laporan laba rugi menyediakan informasi secara menyeluruh mengenai pendapatan, biaya, laba dan rugi perusahaan dalam suatu kurun waktu tertentu.”

Sedangkan menurut Short dan Libby (2007) menyatakan arti laporan laba rugi

adalah suatu laporan utama akuntan dalam mengukur kinerja ekonomi suatu

usaha, yaitu pendapatan dikurangi dengan biaya-biaya selama periode

akuntansi tertentu.

c. Laporan Arus Kas

Menurut Helfert          (2003)  Laporan           arus      kas       adalah  laporan            yang

memperlihatkan hasil-hasil operasi selama periode serta perubahan yang

terjadi di dalam neraca.

2.3       Nilai Tambah

2.3.1 Economic Value Added (EVA)

Konsep ini merupakan pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur nilai tambah

ekonomis suatu perusahaan yang memperhitungkan biaya modal rata-rata tertimbang

(Weighted Average Cost of Capital, WACC) atas investasi yang ditanam. Pengukuran

dilakukan dengan menghitung laba operasi setelah pajak (NOPAT) dikurangi dengan

biaya modal dari nilai buku modal yang diinvestasikan (economic book value of equity).

Menurut Wijayanto [2] penilaian EVA dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Nilai Positif (+) menunjukan telah terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi

perusahaan atau ada nilai ekonomis lebih setelah perusahaan membayarkan semua

kewajiban pada para penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham (dalam

book value),

2. Nilai Nol menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah maupun pengurangan

ekonomis karena laba telah habis digunakan untuk membayar kewajiban kepada

penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham (dalam book value),

3. Nilai Negatif (-) menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi

perusahaan atau perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban para penyandang

dana baik kreditur maupun pemegang saham (dalam book value).

2.3.2 Refined Economic Value Added (REVA)

Bacidore [1] menyempurnakan konsep EVA sehingga menghasilkan konsep

Refined Economic Value Added (REVA). Bacidore menyatakan bahwa REVA is a more

appropriate performance measure than EVA when considering the shareholders view of

the firm.” Konsep ini dalam perhitungannya memakai komponen seperti dalam

perhitungan EVA, namun dibedakan dalam memperlakukan modal. EVA memakai nilai

buku ekonomis (economic book value) sedangkan REVA menggunakan nilai pasar badan

usaha (market value of the firm), karena dianggap lebih mencerminkan kekayaan

pemegang saham daripada nilai buku ekonomis. Dalam REVA, laba operasi setelah pajak

(NOPAT) dikurangi dengan biaya modal dari nilai pasar modal yang diinvestasikan.

Dalam hal ini, hasil pengukuran dibaca sebagai berikut:

1. Nilai Positif (+) menunjukan telah terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi

perusahaan atau ada nilai ekonomis lebih setelah perusahaan membayarkan semua

kewajiban pada para penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham di pasar modal,

2. Nilai Nol menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah maupun pengurangan

ekonomis karena laba telah habis digunakan untuk membayar kewajiban pada

penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham di pasar modal,

3. Nilai Negatif (-) menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi

perusahaan atau perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban para penyandang

dana baik kreditur maupun pemegang saham di pasar modal,

2.3.3 Financial Value Added (FVA)

FVA merupakan pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur nilai tambah

finansial suatu perusahaan yang mempertimbangkan kontribusi fixed assets dalam

menghasilkan keuntungan bersih perusahaan. Secara matematis Rodriquez [4] telah

memformulasikan nilai FVA tersebut sebagai laba operasi setelah pajak (NOPAT)

dikurangi dengan selisih Equivalent Depreciation minus Depreciation.

Hasil Pengukuran diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Nilai Positif (+) menunjukan manajemen telah berhasil memberikan nilai tambah

finansial bagi perusahaan atau ada nilai finansial lebih manakala keuntungan bersih

perusahaan dan penyusutan mampu menutupi equivalent depreciation

2. Nilai Nol yang menunjukan manajemen tidak berhasil memberikan nilai tambah

maupun pengurangan finansial karena keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan

telah habis digunakan untuk membayar equivalent depreciation

3. Nilai Negatif (-) menunjukan tidak terjadi proses nilai tambah finansial bagi

perusahaan atau keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan tidak mampu menutupi

equivalent depreciation

2.3.4 Market Value Added (MVA)

Konsep ini merupakan pengukuran kinerja perusahaan dalam penciptaan

kekayaan bagi penyandang dana, menunjukan selisih antara nilai perusahaan dengan nilai

kapital. Karena dalam nilai perusahaan dan nilai kapital terdapat komponen hutang yang

sama, maka MVA juga adalah selisih antara nilai pasar ekuitas (market value equity)

dengan nilai buku ekuitas (economic book value of equity). Rousana [3] mendefinisikan

MVA sebagai ukuran kumulatif kinerja perusahaan yang memperlihatkan penilaian pasar

modal pada suatu waktu tertentu dari nilai sekarang EVA di masa mendatang, sedangkan

menurut Ruky [5] MVA adalah hasil kumulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan

oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang diantisipasi akan dilakukan.

MVA dinyatakan sebagai selisih antara nilai pasar ekuitas (market value equity) dengan

nilai buku ekuitas (economic book value of equity).

Interpretasi hasil pengukuran:

1. Nilai Positif (+) menunjukkan manajemen telah berhasil memberikan nilai tambah

melalui pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar atas saham yang diterbitkan atau perusahaan

mampu menjual saham di pasar dengan harga premium,

2. Nilai Nol menunjukan manajemen tidak berhasil memberikan nilai tambah maupun

pengurangan melalui pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar atas saham karena harga saham

di pasar (stock price) sama dengan nilai buku (equity per share)

3. Nilai Negatif (-) menunjukkan manajemen tidak mampu memberikan nilai tambah

melalui pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar atas saham yang diterbitkan atau harga

saham di pasar (stock price) di bawah nilai buku (equity per share)

2.4       Investment Opportunity Set (IOS)

Munculnya istilah Investment Opportunity Set (IOS) dikemukakan oleh Myers

(1977) dalam Subekti dan Kusuma (2001) yang menguraikan pengertian

perusahaan, yaitu sebagai satu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi

investasi masa depan. Menurut Gaver dan Gaver (1993), opsi investasi masa depan tidak

semata-mata hanya ditujukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh

kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang

lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan

perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan

yang lebih tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable).

Subekti dan Kusuma (2001) dan Tarjo dan Jogiyanto (2003)

mengemukakan bahwa proksi pertumbuhan perusahaan dengan nilai IOS yang telah

digunakan oleh para peneliti seperti Gaver dan Gaver (1993) secara umum dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan faktor-faktor yang digunakan dalam

mengukur nilai-nilai IOS tersebut. Klasifikasi IOS tersebut adalah sebagai berikut:

1. Proksi berdasarkan harga, proksi ini percaya pada gagasan bahwa prospek yang

tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan yang

tumbuh akan memunyai nilai pasar yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva

riilnya (assets in place).

2. Proksi berdasarkan investasi, proksi ini percaya pada gagasan bahwa satu level

kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara posistif pada nilai IOS suatu perusahaan.

Kegiatan investasi ini diharapakan dapat memberikan peluang investasi di masa

berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan.

3. Proksi berdasarkan varian, proksi ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan

menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan

besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva.

Elluomi dan Gueyie (2001) dalam penelitian menemukan bahwa proksi IOS

berkorelasi positif dengan pertumbuhan, sehingga perusahaan yang memiliki nilai IOS

tinggi juga memiliki peluang pertumbuhan yang tinggi. Investasi di masa depan akan

mempengaruhi nilai perusahaan, sehingga Myers (1977) dalam Ismiyanti dan

Hanafi (2003) mengatakan bahwa nilai perusahaan merupakan gabungan dari aktiva

dengan investasi masa depannya. Kesempatan investasi atau investmentopportunity set

(IOS) yang tinggi di masa depan membuat perusahaan dikatakan mempunyai tingkat

pertumbuhan yang tinggi.

Tingkat pertumbuhan yang tinggi di asosiasikan dengan penurunan dividen

(Rozeff, 1982). Perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang tinggi diharapkan

memiliki kesempatan investasi yang tinggi. Untuk meningkatkan pertumbuhan penjualan,

perusahaan memerlukan dana yang besar yang dibiayai dari sumber internal. Penurunan

pembayaran dividen menyebabkan perusahaan memiliki sumber dana internal untuk

keperluan investasi. Masing-masing perusahaan mempunyai IOS yang berbeda-beda

tergantung dari spesifik aktiva yang dimiliki. Dalam kaitannya dengan kebijakan dividen,

Ismiyanti dan.Hanafi (2003) menyatakan bahwa pengaruh IOS terhadap

kebijakan         dividen            adalah  negatif.

 

3.      METODOLOGI PENELITIAN

3.1       Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Cresswell (2003) menyatakan

penelitian kuantitatif adalah metoda-metoda untuk menguji teori-teori tertentu dengan

cara meneliti hubungan antarvariabel. Variabel yang diukur menggunakan instrument-

instrumen penelitian, sehingga data yang terdiri dari angka dapat dianalisis berdasarkan

prosedur-prosedur statistik.

3.2       Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan adalah variabel terikat (dependen) dan variabel bebas

(independen). Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan EVA, MVA, REVA, MVA

dan IOS sebagai variabel independen dan Price Earning Ratio sebagai variabel dependen.

3.2.1 Economic Value Added (EVA)

Konsep ini merupakan pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur nilai tambah

ekonomis suatu perusahaan yang memperhitungkan biaya modal rata-rata tertimbang

(Weighted Average Cost of Capital, WACC) atas investasi yang ditanam. Pengukuran

dilakukan dengan menghitung laba operasi setelah pajak (NOPAT) dikurangi dengan

biaya modal dari nilai buku modal yang diinvestasikan (economic book value of equity).

EVAt = NOPATt - ( CAPITALt x c )…………………………………(1)

3.2.2 Refined Economic Value Added (REVA)

Bacidore [1] menyempurnakan konsep EVA sehingga menghasilkan konsep

Refined Economic Value Added (REVA). Bacidore menyatakan bahwa REVA is

a more appropriate performance measure than EVA when considering the shareholders

view of the firm.” Konsep ini dalam perhitungannya memakai komponen seperti dalam

perhitungan EVA, namun dibedakan dalam memperlakukan modal. EVA memakai nilai

buku ekonomis (economic book value) sedangkan REVA menggunakan nilai pasar badan

usaha (market value of the firm), karena dianggap lebih mencerminkan kekayaan

pemegang saham daripada nilai buku ekonomis. Dalam REVA, laba operasi setelah pajak

(NOPAT) dikurangi dengan biaya modal dari nilai pasar modal yang diinvestasikan.

REVAt =NOPATt -(MVt-1 xKw)………………………………(2)

3.2.3 Financial Value Added (FVA)

FVA merupakan pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur nilai tambah

finansial suatu perusahaan yang mempertimbangkan kontribusi fixed assets dalam

menghasilkan keuntungan bersih perusahaan. Secara matematis Rodriquez [4] telah

memformulasikan nilai FVA tersebut sebagai laba operasi setelah pajak (NOPAT)

dikurangi dengan selisih Equivalent Depreciation minus Depreciation.

FVAt =NOPATt -(EDt -Dt ) …………………...………………(3)

3.2.4 Market Value Added (MVA)

Konsep ini merupakan pengukuran kinerja perusahaan dalam penciptaan

kekayaan bagi penyandang dana, menunjukan selisih antara nilai perusahaan dengan nilai

kapital. Karena dalam nilai perusahaan dan nilai kapital terdapat komponen hutang yang

sama, maka MVA juga adalah selisih antara nilai pasar ekuitas (market value equity)

dengan nilai buku ekuitas (economic book value of equity). Rousana [3] mendefinisikan

MVA sebagai ukuran kumulatif kinerja perusahaan yang memperlihatkan penilaian pasar

modal pada suatu waktu tertentu dari nilai sekarang EVA di masa mendatang, sedangkan

menurut Ruky [5] MVA adalah hasil kumulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan

oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang diantisipasi akan dilakukan.

MVA dinyatakan sebagai selisih antara nilai pasar ekuitas (market value equity) dengan

nilai buku ekuitas (economic book value of equity).

MVAt =(SPt -EpSt )xOSt…………………………………….(4)

3.2.5 Set Kesempatan Investasi (IOS)

Penelitian Wirjolukito et al. (2003) mengukur pemanfaatan kesempatan investasi

dapat diukur dengan peningkatan aktiva tetap bersih. Hal ini sesuai dengan format

laporan arus kas (statement of cash flow) yang mengukur investasi dari aktiva tetap

berwujud dan investasi jangka panjang (Suharli 2005). Hasil penelitian Wirjolukito et al.

(2003) menemukan hubungan parameter estimasi dan arah variabel peluang investasi

kepada kebijakan dividen bernilai positif.

Set Kesempatan Investasi memiliki tujuh proksi yang dapat digunakan sebagai

perhitungan kinerja perusahaan. Penulis akan menggunakan tujuh proksi yakni:

 

1. Market-To-Book Assets (MTBA)

 
!"#$ !"#$% !"#$%& !"#"$ !"#$# ! !"#"$ !"#"$%# ! !"#$" !"#$%$&# !"#"$) ..(5)

 

!"#"$ !"#"$%# ! !"#$" !"#$%$&# !"#"$……………………...………………….(6)

 

!"#$%"& !"# !"#"$%& !"# !"#$ !"#$#…………..………………………….……….(7)

 

4. Plant Property And Equipment Ratio (PPE/V)


29

 

5. Depreciation Ratio (DEP/V)

 
!"#$% !"#$%& !"#"$ !"#$#…………..……………………….…………………....(8) !"#$% !"#$# !"#$"%&’%& !"# !"#$%&(’&…..………………….…………..………...(9)

 

6. Investment On Sales (IOS)

 

!"#$%&&# !"# …..………………………………………….……….…………...(10) 7. Rasio Investasi/ Net Income (IOE)

 

!"#$" !"#" !"#$% !"#$%& …………………………………………………..……..(11) dimana CP terdiri dari (nilai pasar saham biasa + nilai buku utang jangka panjang

 

+ nilai buku persediaan + nilai buku utang lancar) dan Q terdiri dari nilai buku

 

aktiva lancar.

3.2.6 Price Earning Ratio (PER)

Rasio PE adalah jauh lebih sensitif terhadap perubahan tingkat pertumbuhan yang

diharapkan ketika tarif bunga rendah. Ada kemungkinan hubungan yang antara temuan

dan reaksi pasar ketika perusahaan mengumumkan pendapatan. Ketika perusahaan

melaporkan laba yang signifikan lebih tinggi dari yang diharapkan (kejutan positif) atau

lebih rendah dari yang diharapkan (kejutan negatif), persepsi investor dapat berubah

secara bersamaan dari tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk perusahaan. Hal ini

yang akan mengarah ke efek harga. Kita akan mengharapkan reaksi harga yang jauh lebih

besar untuk sebuah kejutan pendapatan baik positif atau negatif pada lingkungan tingkat

bunga rendah dibandingkan tingkat bunga tinggi. PER menentukan Payout Ratio,

Expected Growth, dan risiko ekuitas. (Damodaran, 2006)

 Price/Earning (P/E) = Harga per Lembar Saham……………………..(12)

Earningper Share

 

 

3.3       Penentuan Sampel dan Populasi

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan sekumpulan data yang mengidentifikasi sebuah fenomena.

Populasi merupakan keseluruhan unsur-unsur yang memiliki satu atau beberapa

karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah

perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia Sub Sektor Perkebunan.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dapat diidentifikasikan sebagai sekumpulan data yang diambil atau

diseleksi dari suatu populasi.

Metode dalam pengumpulan sample pada penelitian ini adalah dengan metode

purposive sampling. Metode ini menciptakan kriteria-kriteria tertentu yang digunakan

sebagai metode pengumpulan sample. Kriteria tersebut adalah:

1          Perusahaan harus telah melakukan IPO dibawah tahun 2007

2          Perusahaan harus menerbitkan laporan keuangan yang mencantumkan akun-

akun yang membantu menghitung rasio untuk variabel.

3          Memiliki laporan keuangan dari tahun 2008 hingga 2012

4          Tahun buku pelaporan keuangan adalah 31 Desember.

Berdasarkan kualifikasi di atas maka perusahaan yang dapat dijadikan sampel

dalam penelitian ini berjumlah 6 (dari 15 perusahaan dikurangi perusahaan yang

melakukan IPO di diatas 2007), seperti yang ditampilkan dalam Tabel 3.1

 

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

No

Nama Perusahaan

Kode

1

PT Astra Agro Lestari Tbk.

AALI

2

PT. Sampoerna Agro Tbk.

SGRO

3

PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk.

LSIP

4

PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk.

UNSP

5

PT Tunas Baru Lampung Tbk.

TBLA

6

PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk.

SMAR

 

3.4       Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berjenis data. Data sekunder dapat

diartikan sebagai data peneliti yang diperoleh secara tidak langsung oleh Peneliti. Data

sekunder biasanya didapatkan dari publikasi-publikasi dan data dokumenter yang

dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan.

Data yang dibutuhkan oleh Penulis untuk penelitian ini adalah rasio-rasio keuangan

yang bersumber dari perhitungan atas laporan keuangan tahun 2007- 2012 yang ada di

Pojok Bursa IDX.

3.5       Metoda Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan metoda studi pustaka.

Dalam metoda studi pustaka Penulis berusaha memahami literatur- literatur yang

berkaitan dengan pembahasan dengan cara melakukan klasifikasi dan pengkategorian

bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

Data dikumpulkan juga melalui jurnal, penelitian terdahulu, literature pustaka yang

berkaitan dan materi-materi yang bisa didapatkan melalui internet.

3.6       Metoda Pengolahan Data

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif menjelaskan bagaimana data dikumpulkan dan diringkas pada

hal-hal yang penting di data tersebut. Kegiatan yang berhubungan dengan statistic

deskriptif seperti menghitung mean, median, modus, mencari mediasi standar, melihat

kemiringan distribusi data dan sebagainya (Singgih:2012)

3.6.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

3.6.2.1 Uji Normalitas

Model regresi digunakan untuk melakukan prediksi terhadap nilai variabel

independen. Karena sebuah prediksi, tentu saja dapat terjadi kesalahan (error). Besar

kesalahan adalah selisih antara nilai riil dengan nilai yang diprediksi. Walaupun prediksi

pasti tidak sempurna, namum error yang dihasilkan, yang jumlahnya adalah sebesar

jumlah data, seharusnya mempunyai distribusi normal atau dapat dianggap normal. Hal

ini lah yang akan diuji menggunakan uji normalitas data (Singgih:2012)

Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan SPSS versi 21 untuk menguji

normalitas. Tepatnya menggunakan 1-Sample Kolomogrof Smirnof Test. Untuk melihat

normal tidaknya sebuah model regresi , dapat dilihat dari angka Asymp- Sig pada tabel

Kolmogrof Smirnof. Jika lebih dari 0,05 atau 5% maka model regresi terdistribusi normal

(Singgih: 2012)

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (variabel independen). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali,

2009). Model regresi yang baik adalah model dengan semua variabel independennya

tidak berhubungan erat satu sama lain. Tujuan uji multikolinearitas adalah menguji

apakah pada sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antar-variabel independen.

Jika terjadi korelasi maka dinamakan terdapat problem Multikolinearitas (Singgih:2012)

Sebuah mdoel regresi dikatakan tidak terjangkit Multikolinearitas jika model

regresi tersebut memunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1.

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Tujuan uji asumsi ini adalah ingin mengethaui apakah dalam sebuah model regresi

terjadi ketidaksamaann varians pada residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Jika varians residual dari satu pengamat ke pengamat yang lain tetap maka disebut

Homoskedastisitas. Jika varians tersebut berbeda maka disebut Heteroskedastisitas.

Sebuah model regresi dikatakan baik jika tidak terjadi Heteroskedastisitas (Singgih:2012).

Dasar paling mudah untuk melihat adanya Heteroskedastisitas adalah melalui

scatter plot. Jika scatter plot hasil uji tidak berbentuk pola dan menyebar maka tidak

terjadi Heteroskedastisitas. Jika scatter plot hasil uji membentuk pola tertentu maka

model regresi terjangkit Heteroskedastisitas. Dasar lain untuk melihatnya adalah dengan

Glejser Test. Uji ini cukup melihat nilai signifikansi pada tabel hasil uji. Jika diatas 0,05

atau 5% maka tidak terjangkit Heteroskedastisitas.

 

3.6.2.4 Uji Autokorelasi

Tujuan uji ini adalah ingin mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode

t-1. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem Autokorelasi. Autokorelasi banyak

ditemukan pada data yang bersifat time series. Model regresi yang baik adalah model

regresi yang tidak terjangkit Autokorelasi.

Untuk melihat apakah model regresi tejangkit autokorelasi atau tidak dengan cara

melihat nilai Durbin-Watson. Secara umum standar Durbin Watson adalah sebagai berikut:

a. Bila angka DW terletak antara batas atas (DU) dan (4-DU), maka koefisien

autokrelasi sama dengan nol atau tidak terjangkit Autokorelasi.

b. Bila angka DW lebih rendah daripada batas bawah (DL), koefisien korelasi

autokrelasi lebih besar daripada nol, artinya terjangkit autokrelasi positif.

c. Bila nilai DW lebih besar dari (4-DL) maka koefisien autokrelasi lebih kecil

daripada nil, berarti ada autokrelasi negative.

3.7       Pengujian Hipotesis

Pada penelitian ini, Penulis menggunakan uji regresi berganda untuk menguji

hipotesis. Uji ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model

regresi ada hubungan linier antara sebuah variabel independen dengan variabel dependen.

Seharusnya ada hubungan yang bersifar linier antara kedua variabel tersebut. Model

persamaa nalaisis regresi dalam penelitian ini adalah sebagai beikut:

Y=a+bX1+cX2+dX3+eX4+fX5+c

Keterangan:

Y= Variabel Price Earning Ratio (EPS)

X1=Variabel EVA

X2=Variabel MVA

X3=Variabel REVA

X4=Variabel FVA

X5=Variabel IOS

e = error

 

DAFTAR PUSTAKA

Fama, E. F. 1978. The Effect of a Firm’s Investment and Financing Decision on

the Welfare of its Security Holders. American Economic Review 68: 272-28.

Mulyadi, 1998, Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Edisi 2, STIE

YKPN, Yogyakarta

Mirza Teuku., 1997, EVA sebagai Alat Penilai’, dalam Usahawan, No. 04 Tahun XXVI.

Utama, Siddharta, 1997, ‘EVA : Pengukur Penciptaan Nilai Perusahaan’, dalam Usahawan,

No.04, Tahun XXVI.

Imam Subekti dan I.W. Kusuma, (2001), Asosiasi antara Set Kesempatan Investasi dengan

Kebijakan Pendanaan dan Dividen Perusahaan serta implikasinya pada

Perubahan Harga Saham, Makalah Seminar, Simposium Nasional Akuntansi

IV, Ikatan Akuntansi Indonesia, p. 820-845

Gaver, JJ dan Keneth M Gaver, (1993), Additional Evidence on The Association Between The

Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend and

Compensation Policies, Journal of Accounting and economics, Vol. 1, p.233

Tarjo dan Jogiyanto Hartono, (2003), Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial

Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Publik di Indonesia, Makalah

Seminar, Simposium Nasional Akuntansi VI, Ikatan Akuntansi Indonesia, p.278-29

Elloumi, Fathi dan Jena-Pierre Gueyle (2001), “CEO Compensation, IOS, and The Role of

Corporate Governance,” Corporate Governance, Vol. 1, No.2, p.23-33

Ismiyanti, Fitri dan Mamduh Hanafi, “Strukur Kepemilikan, Risiko, dan Kebijakan Keuangan:

Analisis Persamaan Simultan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.19, No.2, 2004

Rozeff, M., Beta and Agency Cost as Determinants of Payout Ratio”, Journal of Financial

Research, Fall 1982, 249-259.

Tidak ada komentar: