Senin, 16 Januari 2023

ANALISIS PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL (IC) DENGAN VARIABEL KONTROL INVESTMENT OPPORTUNITY SET (IOS) TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN INVESTMENT YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2013

 VONNY SANTOSO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODA PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG 2014

 

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel independen yaitu Intellectual Capital (VACA, VAHU, STVA) dan variabel kontrol yaitu Investment Opportunity Set (IOS) (MKKTBKAS, MKTBKEQ, PER, CAPBVA) terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel penelitian ini adalah 7 perusahaan yang tergolong dalam perusahaan investment selama perioda tahun 2009 hingga tahun 2013. Teknik yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Penelitian ini menggunakan variabel dependen kinerja perusahaan (ROE) dan variabel independen adalah Intellectual Capital yang diukur dengan menggunakan VAICTM     yaitu (VACA, VAHU, STVA) serta menggunakan variabel kontrol        Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari (MKKTBKAS, MKTBKEQ, PER, CAPBVA).

Kata-kata kunci: intellectual capital, investment opportunity set, kinerja perusahaan

 

1.      PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi menuntun perusahaan untuk melakukan pembaharuan dengan cara berfikir global dan bertindak secara lokal, inovasi teknologi yang makin mempercepat melakukan berbagai aktifitas dengan segala keterbatasan dan kelebihannya menjadikan persaingan di dunia bisnis semakin kompetitif. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan mengubah strategi bisnisnya yang bedasarkan tenaga kerja menjadi bisnis yang bedasarkan pengetahuan. Seiring dengan perubahan ini, kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan           transformasi    dan      kapitalisasi dari pengetahuan itu         sendiri (Sawarjuwono, 2003).

Perkembangan berbagai perusahaan yang dikendalikan oleh informasi dan pengetahuan, membawa sebuah peningkatan perhatian pada modal intelektual atau intellectual capital (IC). Intellectual capital merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran aset tak berwujud yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000 dalam Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Pada perusahaan yang sudah menerapkan manajemen bedasarkan pengetahuan, modal seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang bedasarkan pengetahuan dan inovasi teknologi. Ini disebabkan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kita dapat menggunakan modal lainnya secara efisien dan ekonomis yang pada nantinya akan meningkatkan kinerja perusahaan.

Menurut Abidin (2000), Intellectual capital masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Ini disebabkan, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih memilih menggunakan modal konvensional dalam membangun bisnisnya sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan teknologi. Di Indonesia sendiri jika diamati banyak merek terkenal yang tidak memproduksi sendiri produk yang dijualnya. Perusahaan-perusahaan tersebut pada dasarnya menjual merek, ini disebabkan karena masih sedikitnya perhatian perusahaan terhadap Intellectual capital dengan ketiga komponennya yaitu human capital, struktural capital, dan custormer capital.

Di Indonesia, Intellectual capital mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 tentang aktiva tidak berwujud. Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2002).

Sampai saat ini pengukuran Intellectual capital sendiri masih terus berkembang sehingga belum adanya standar khusus bagi pengukuran ini. Pulic (1998; 1999) tidak mengukur secara langsung Intellectual capital perusahaan, tetapi menawarkan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah yang merupakan hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (Value Added Intellectual Coefficient VAIC™). Tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan nilai tambah (value added). Sedangkan  untuk dapat menciptakan value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital      (yaitu dana-dana keuangan) dan intellectual potential (direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemapuan yang melekat pada mereka). VAIC™ menunjukkan bagaimana sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA value added capital employed), human capital (VAHU value added human capital), dan structural capital

(STVA structural capital value added) telah secara efisiensi dimanfaatkan oleh perusahaan.

Di Indonesia, penelitian tentang hubungan antara intellectual capital dan kinerja perusahaan juga pernah dilakukan. Dengan menggunakan metode VAICTM, Ulum (2008) melakukan penelitian untuk tiga aspek pengaruh, antara lain pengaruh antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan, pengaruh antara intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang serta pengaruh tingkat pertumbuhan intellectual dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang. Hasil dari penelitian ini adalah intellectual capital tidak berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sekarang dan masa yang akan datang, akan tetapi tingkat pertumbuhan intellectual capital tidak berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang.

Kuryanto dan Syafruddin (2008) juga melakukan penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaaan yang diproksikan dengan ROE, EPS dan ASR dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada papan utama Bursa Efek Indonesia. Setelah dilakukan pengujian intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan pada 73 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, ditarik simpulan bahwa tidak ada pengaruh positif antara Intellectual Capital sebuah perusahaan dengan kinerjanya. Baik terhadap kinerja keuangan tahun tersebut maupun kinerja keuangan perusahaan masa depan.

Penelitian ini merupakan replica dari penelitian yang dilakukan oleh Kuryanto dan Syafruddin (2008). Adapun perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah data penelitian ini didapat dari perusahaan Investment yang telah go-public dan listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 sampai tahun 2013. Selain itu, di dalam penelitian ini juga ditambahkan adanya variabel kontrol yaitu Investment Opportunity Set (IOS) yang berguna untuk memperkuat variabel independen yang ada juga selain itu variabel kontrol ini menggambarkan suatu kinerja perusahaan investment yang besamya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan mengambil judul ANALISIS PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL (IC) DENGAN VARIABEL KONTROL INVESTMENT OPPORTUNITY SET (IOS) TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN INVESTMENT YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2013”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013?

2. Apakah terdapat pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara parsial terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013.

2. Untuk menganalisis pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara parsial terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi peneliti

Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013.

2. Bagi perusahaan

Dapat memberikan masukan bagi manajemen perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaannya, khususnya dengan mengelola intellectual capital yang dimiliki agar dapat bersaing secara global.

 3. Bagi universitas

Diharapkan dapat menambah literatur mengenai intellectual capital di Indonesia dalam menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh dari kepemilikan aset intellectual capital terhadap kinerja perusahaan investment yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

 

2.      LANDASAN TEORI

2.1 Stakeholder Theory

Teori Stakeholder menurut Freeman dan Reed (1983) dalam Ulum (2009)

adalah sebagai berikut. “Any indentifible group or individual who can affect the

achievement of an organization’s objectives, or is affected by the achievement of

an organization’s objectives.

Jadi, teori Stakeholder merupakan sekelompok orang atau individu yang

diidentifikasikan dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan ataupun dapat

dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan (Ulum, 2009). Sedangkan, Duran dan

Davor (2004) berpendapat bahwa pemegang saham, para pekerja, para supplier,

bank, para customer, pemerintah dan komunitas memegang peran penting dalam

organisasi (berperan sebagai          stakeholder), untuk itu perusahaan harus

memperhitungkan semua kepentingan dan nilai-nilai dari para stakeholder nya.

Ulum (2009) mengatakan bahwa manajemen sebuah organisasi diharapkan

melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh para stakeholder mereka dan

kemudian melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut kepada stakeholder.

Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen

perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-

aktivitas yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin

muncul bagi stakeholder mereka. Tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder ini

adalah untuk membantu manajer dalam meningkatkan nilai dampak kegiatan

operasi perusahaan dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder.

Teori stakeholder dapat diuji dengan menggunakan content analysis atas

laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan cara yang paling

efisien bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan stakeholder. Content analysis

atas pengungkapan intellectual capital dapat digunakan untuk menentukan apakah

komunikasi terhadap stakeholder benar-benar dilakukan (Ghuthire et al,. dalam

Ulum, 2009).

Hubungan teori stakeholder dengan nilai tambah intellectual capital harus

dipandang dari dua bidang yaitu bidang etika dan bidang manejerial (Deegan

dalam Ulum, 2009). Bidang etika menyatakan bahwa seluruh stakeholder

memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manager harus

mengelola secara maksimal organisasi untuk penciptaan nilai perusahaan. Hal ini

dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan atau disebut juga

dengan VAIC yang kemudian akan mendorong kinerja perusahaan. Sedangkan,

bidang managerial menjelaskan bahwa para stakeholder harus mengendalikan

sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan kesejahteraan mereka.

Kesejahteraan ini diwujudkan dengan meningkatnya return yang dihasilkan

perusahaan. Bidang manajerial dari teori stakeholder juga berpendapat bahwa

kekuatan stakeholder untuk memengaruhi manajemen korporasi harus dipandang

sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang

dibutuhkan organisasi (Watts dan Zimmerman, 1986).

2.2 Resource-based Theory

Resource-Based Theory (RBT) telah muncul sebagai kerangka kerja baru

yang menjanjikan untuk menganalisis sumber dan keberlanjutan keunggulan

kompetitif (Barney, 1991; Dierickx dan Cool, 1989; Peteraf, 1993 dalam Smith et

al., 1996). Astuti dan Sabeni (2005) menjelaskan tentang Resource-Based Theory

yang dipelopori oleh Penrose (1959), mengemukakan bahwa sumberdaya

perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal

dari sumberdaya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap - tiap

perusahaan. Keuntungan diatas rata-rata berasal dari sumberdaya yang

dikendalikan oleh perusahaan yang tidak hanya digabung untuk memberikan

produk bernilai, tetapi sulit bagi perusahaan lain untuk meniru atau

memperolehnya (Wernerfelt, 1984; Barney, 1986 dalam Galabova dan Abonen, 2011).

Resource Based Theory (RBT) membahas mengenai sumberdaya yang

dimiliki perusahaan, dan bagaimana perusahaan dapat mengembangkan

keunggulan kompetitif dari sumberdaya yang dimilikinya. Cheng et al., (2010)

menjelaskan bahwa dalam teori RBT ini, untuk mengembangkan keunggulan

kompetitif, perusahaan harus memiliki sumberdaya dan kemampuan yang

superior dan melebihi para kompetitornya. Banyak perushaaan yang mampu

membeli perangkat teknologi canggih, akan tetapi tidak semua perusahaan mampu

mengoperasikan teknologi tersebut. Sehingga diperlukan kompetensi manusia

yang mampu memanfaatkan teknologi tersebut dengan maksimal, sehingga

memberikan manfaat besar untuk perusahaan. Dengan demikian , bukan

perangkat teknologinya yang merupakan sumber daya yang mampu membawa

keunggulan kompetitif, tetapi kompetensi manusia (Human capital) tersebutlah

yang merupakan sumber daya yang unggul sehingga dapat menciptakan

keunggulan kompetitif.

Pearce dan Robinson (2008) mengungkapkan bahwa sumberdaya perusahaan

terdapat tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

a.Aset Berwujud (Tangible Assets)

Merupakan sarana fisik dan keuangan yang digunakan suatu perusahaan

untuk menyediakan nilai bagi pelanggan. Aset ini mencangkup fasilitas

produksi, bahan baku, sumberdaya keuangan, real estate serta komputer.

b. Aset Tidak Berwujud (Intangible Assets)

Merupakan sumberdaya seperti merk, reputasi perusahaan, moral

organisasi, pemahaman teknik, paten dan merk dagang, serta akumulasi

pengalaman dalam suatu organisasi. Meskipun bukanlah aset yang dapat

disentuh atau dilihat, aset-aset ini seringkali penting dalam penciptaan

keunggulan kompetitif.

c. Kapabilitas Organisasi (Organizational Capability)

Kapabilitas organisasi bukan merupakan input khusus seperti aset

berwujud maupun aset yang tidak berwujud, melainkan keahlian, kapabilitas

dan cara untuk menggabungkan aset, tenaga kerja serta proses. Kapabilitas

ini digunakan perusahaan untuk mengubah input menjadi output.

Barney (1991) dalam Aji (2011), mendefinisikan sumber daya perusahaan

sebagai semua aset, kemampuan, proses organisasional, informasi dan

pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang menyebabkan perusahaan

mampu untuk mengimplementasikan berbagai strategi untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas perusahaan. Resource-based theory adalah suatu

pemikiran yang berkembang dalam teori manajemen strategi dan keunggulan

kompetitif perusahaan yang meyakini bahwa perusahaan akan mencapai

keunggulan apabila memiliki sumber daya yang unggul. Sumber daya yang

unggul adalah sumber daya yang langka serta susah untuk ditiru pesaing. Dengan

sumber daya yang nggul tersebut, perusahaan mampu membuat strategi dan bias

melaksanakannya, sehingga perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif

atau bersaing dengan perusahaan lain.

Dari penjelasan di atas, Intellectual Capital memenuhi kriteria sebagai

sumber daya yang unggul yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif yang

menciptakan nilai bagi perusahaan. Nilai perusahaan tersebut berupa timbulnya

kinerja yang lebih baik di dalam perusahaan.

2.3 Intellectual Capital

Intellectual Capital pertama kali dikemukakan oleh Tom Stewart, pada Juni

1991 dalam Ulum (2009). Stewart mendefinisikan Intellectual Capital (IC) adalah

sebagai berikut. Intellectual Capital is the sum of everything everybody in a company knows that gives it a competitive edge. Intellectual capital            is intangible  and intellectual         matrial-knowledge, information, intellectual property, experience-that can put to use to create wealth. It is collective brainpower.”

Beberapa definisi lain mengenai intellectual capital yang kemudian

menjadi standar pendefinisian adalah sebagai berikut.

Brooking (1996) menjelaskan bahwa intellectual capital adalah Intellectual

capitalis the term given to the combined intangible assets of market, intellectual

property, human-centred and infrastructure which enable the company to function”.

Sveiby (1998) menjelaskan intellectual capital merupakan “the invisible

intanggible part of the balance sheet can be classified as a familly of three,

indifidual competence, internal structural, and external structure. Sedangkan

menurut Williams (2001) mendifinisikan intellectual capital sebagai proses

penciptaan nilai melalui pengetahuan dan informasi yang diaplikasikan pada pekerjaan.

Edvinson dan Sullivan (1997) yang dikutip dari Cheng et al., (2010)

mengasumsikan definisi yang lebih luas yaitu intellectual capital sebagai

pengetahuan yang dapat diubah menjadi nilai. Brehman dan Connell (dalam

Cheng et al., 2010) mempertimbangkan definisi yang lebih dangkal tentang

intangible assets yaitu yang tidak termasuk sumberdaya manusia, kesetiaan

pelanggan, atau reputasi perusahaan. Ulum (2009) kemudian mendefinisikan

intellectual capital secara umum sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan

dengan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya.

Walaupun definisi mengenai intellectual capital belum jelas, namun Roos et

al., (dalam Ulum, 2009) mencoba untuk memisahkan intellectual capital menjadi

3 komponen utama, yaitu human capital, structural capital serta customer capital.

Hal ini juga didukung oleh Bontis (2000) yang mengungkapkan bahwa

human capital sebagi representatif dari kemampuan pengetahuan individu suatu

organisasi yang diwakili oleh karyawannya. Secara umum, human capital

menghasilkan inovasi melalui penemuan produk dan penyediaan jasa yang baru

atau meningkatkan proses bisnis perusahaan yang telah ada. Structural capital

adalah pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan dalam bentuk teknologi,

penemuan baru, data, publikasi dan prosedur internal. Sedangkan costumer capital

adalah pengetahuan yang melekat dalam jalur pemasaran dan hubungan pelanggan

dalam mengembangkan suatu organisasi melalui jalannya suatu bisnis. Edvinson

dari Skandia AFS, Hubert St. Onge dari CIBC, Charles Amstrong CEO dari

Amstrong Word Industry dan Gordon Petrash dari The Dow Chemical Company

dalam Widiyaningrum (2004) membagi komponen dari Intellectual Capital

menjadi Human Capital, Structural Capital dan Customer Capital.

1. Human Capital

Human Capital merupakan aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan

dalam bentuk kemampuan intelektual, kreativitas dan inovasi-inovasi yang

dimiliki oleh karyawannya. Pada industry yang berbasis pada pengetahuan,

human capital merupakan faktor utama karena sumber daya ini merupakan cost

yang dominan dalam proses produksi perusahaan. Sehingga, kita bisa katakan bila

seluruh pegawai dalam perusahaan tersebut keluar maka perusahaan tersebut tidak

lagi mempunyai nilai. Sumber daya manusia inilah yang nantinya akan

mendukung terciptanya modal struktural dan modal konsumen yang merupakan

inti dari intellectual capital.

2. Structural Capital

Meliputi kemampuan perusahaan untuk menjangkau pasar atau hardware,

software dan lain-lain yang mendukung perusahaan (Bontis, 2000) dengan kata

lain merupakan sarana prasarana pendukung kinerja karyawan. Modal structural

merupakan penghubung human capital menjadi intellectual capital. Maksudnya,

meskipun karyawan memiliki intelektual yang tinggi namun, kalau tidak didukung

oleh sarana yang memadai untuk mengaplikasikan inovasi mereka, maka

kemampuan tersebut tidak akan menghasilkan modal intellectual.

3. Customer Capital

Costumer capital terdiri dari pengetahuan dari rangkaian pasar, pelanggan,

supplier, hubungan baik antara pemerintah dan industri atau hubungan baik

dengan pihak luar (Bontis, 2000). Perusahaan harus mampu menciptakan barang

dan jasa yang berbeda dan memiliki nilai lebih di mata konsumen. Customer

capital juga meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi pasar yang ingin dibidik

dan memosisikan perusahaan dalam pasar. Hal ini dapat tercipta melalui

pengetahuan karyawan yang diproses dengan modal structural yang akhirnya

menghasilkan hubungan yang baik dengan pihak luar.

Capital            employed         menunjukkan   hubungan        harmonis          yang dimiliki

perushaaan dengan mitranya, baik yang berasal dari pemasok yang andal dan

berkualitas, pelanggan yang loyal dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan

yang bersangkutan, serta hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun

dengan masyarakat sekitas (Belkaoui, 2003).

2.4 Value Added Intellectual Coefficent (VAICTM)

Metoda Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) dikembangkan oleh

Pulic pada tahun 1998 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value

creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud

(intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAICTM merupakan instrumen untuk

mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Pendekatan ini relatif mudah

dan sangat mungkin untuk dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam

laporan keuangan perusahaan (neraca, laba rugi). Model ini dimulai dengan

kemampuan perusahaan untuk meciptakan value added. Value added adalah

indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan

kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (Pulic, 1998).

Value added dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output

merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di

pasar, sedangkan input mencakup seluruh beban yang digunakan dalam

memeroleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan

(labour expenses) tidak termasuk dalam input. Karena peran aktifnya dalam

proses value creation, intellectual potential (yang direprsentasikan dengan labor

expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen

input. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic (1998) adalah memperlakukan

tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity). Value added

dipengaruhi oleh efisiensi dari human capital dan structural capital. Hubungan

lainnya dari value added adalah capital employed.

Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) dapat

dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA Value

Added Capital Employed), human capital (VAHU Value Added Human

Capital), dan structural capital (STVA Structural Capital Value Added).

Value Added Capital Employed (VACA) mencerminkan book value dari net

assets perusahaan (Chen, et al., 2005). VACA adalah perbandingan antara value

added dengan modal fisik yang bekerja (capital employed). Rasio ini adalah

sebuah indikator untuk value added yang dibuat oleh satu unit modal fisik. Pulic

(1998) mengasumsikan, jika satu unit capital employed dapat menghasilkan

return yang lebih besar pada suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut mampu

memanfaatkan capital employes dengan lebih baik. Pemanfaatan capital employed

dengan lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika

membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan untuk memanfaatkan

physical capital dengan lebih baik (Kuryanto & Syafruddin, 2008).

Value Added Human Capital (VAHU) mencerminkan total value added

terhadap total salary and wage cost perusahaan. Stewart (2000) menjelaskan

bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk

yang dapat menjaring konsumen, sehingga konsumen tidak akan berpaling pada

pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam

mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau karyawan sebagai

asset strategic perusahaan karena pengetahuan yang mereka miliki. VAHU adalah

seberapa besar value added dibentuk oleh pengeluaran pekerja dalam rupiah.

Hubungan antara value added dan human capital mengindikasikan adanya

kemampuan human capital di dalam membuat nilai pada sebuah perusahaan.

Ketika VAHU dibandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan, VAHU

menjadi           sebuah indikator          kualitas            sumber daya    manusia           perusahaan

menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan value added dari

setiap rupiah yang dikeluarkan kepada human capital (Kuryanto & Syafruddin, 2008).

Value Added Structural Capital (STVA) menunjukkan kontribusi structural

capital dalam proses penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah structural capital

yang dibutuhkan untuk dapat menghasilkan value added dan merupakan suatu

indikasi seberapa sukses structural capital di dalam proses penciptaan nilai

(Kuryanto & Syafruddin, 2008). Dalam model Pulic (1998), structural capital

diperoleh dari value added dikurangi dengan human capital, yang hal ini telah

diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisional (Pulic

dalam Ulum, 2009).

Model-model pengukuran yang dikembangkan untuk mengukur modal

intelektual, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan sehingga untuk

memilih model yang paling tepat untuk digunakan merupakan tindakan yang tidak

tepat karena pengukuran tersebut hanyalah sebuah alat yang dapat diterapkan pada

situasi dan kondisi perusahaan dengan spesifikasi tertentu (Tjiptohadi dan

Agustine, 2003).

VAICTM digunakan karena dianggap sebagai indikator yang cocok untuk

mengukur IC di riset empiris. Beberapa alasan utama yang mendukung

penggunaan VAIC™ diantaranya yaitu pertama VAIC™ menyediakan dasar

ukuran yang standar dan konsisten, angka-angka keuangan yang standar yang

umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan (Pulic dan Bornemann,

1999), sehingga memungkinkan lebih efektif melakukan analisis komparatif.

Kedua, semua data yang digunakan dalam perhitungan VAICTM didasarkan pada

informasi yang telah diaudit, sehingga perhitungan dapat dianggap obyektif dan

dapat diverifikasi (Pulic, 1998, 2000).

2.5 Variabel Kontrol

2.5.1    Investment Opportunity Set (IOS)

Istilah Investment Opportunity Set (IOS) pertama kali dikemukakan oleh

Myers (1976) dalam Utami (2007). Menurut Myers (1976) dalam Utami (2007)

IOS merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki

 (assets in place) dan pilihan pertumbuhan pada masa yang akan datang dengan

Net Present Value (NPV) positif. Menurut Kallapur dan Trombley (2001) dalam

Utami  (2007)  pertumbuhan   merupakan       kemampuan     perusahaan      untuk

meningkatkan size-nya, sementara IOS merupakan opsi untuk berinvestasi pada

suatu proyek yang memiliki net present value positif. Menurut kedua penelitian

tersebut, IOS juga dapat meningkatkan size perusahaan, sedangkan tidak semua

growth opportunities mampu menghasilkan net present value positif. Menurut

Gaver dan Gaver (1993), IOS merupakan nilai perusahaan yang besamya

tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa

yang akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang

diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar.

Investment Opportunity Set ( IOS) menurut Myers (1977) adalah nilai dari suatu

perusahaan sebagai sebuah kombinasi asset in place dengan investment option

pada masa depan. Smith dan Wrath (1992) menyatakan sejalan degan pendapat

tersebut komponen dari nilai perusahaan merupakan sebuah hasil dari pilihan-

pilihan investasi untuk digunakan pada masa yang akan datang dan merupakan

proksi dari IOS itu sendiri.

Komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk

melakukan investasi di masa yang akan datang merupakan set kesempatan

investasi Myers (1976) dalam Utami (2007) IOS menunjukan opsi pertumbuhan

bagi perusahaan. Nilai opsi pertumbuhan tersebut tergantung pada discretionary

expenditure dari manajer (Myers, 1976 dalam Utami, 2007). Opsi pertumbuhan

tersebut bisa berupa investasi tradisional atau discretionary expenditure yang

diperlukan untuk kesuksesan perusahaan seperti penelitian dan pengembangan

teknologi baru (Jones dan Sharma, 2001 dalam Utami, 2007).

Proksi IOS yang dipilih dalam penelitian ini adalah proksi IOS yang

digunakan oleh Smith & Watts (1992), Gaver & Gaver (1992), Kallapur &

Trombley (1999) yang merupakan proksi IOS paling valid sebagai proksi

pertumbuhan. Proksi IOS tersebut adalah Market to Book Value of Asset

(MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per

Share/Price Ratio, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA).

2.5.1.1 Market to Book Value of Asset (MV/BVA)

Smith & Watts (1992) menjelaskan bahwa proksi ini digunakan untuk

mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang

digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Proksi juga ini digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi mengenai

adanya pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu informasi yang penting

yang dapat digunakan oleh para investor sebagai bahan pertimbangan untuk

memperoleh return maupun abnormal return. Gaver & Gaver (1993) juga

menemukan bahwa semakin tinggi rasio nilai pasar aset terhadap nilai buku, maka

akan semakin tinggi pula nilai IOS.


 

 

2.5.1.2 Market to Book Value of Equity (MV/BVE)

Gaver & Gaver (1993) mengungkapkan, rasio ini dapat diperoleh dengan

mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham

terhadap total ekuitas. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan,

sehingga bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan,

penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola

modal merupakan suatu hal yang penting. Rasio market value to book of equity

(MV/BVE) merupakan proksi berdasarkan harga.

 

 

2.5.1.3 Earning Per Share/Price Ratio

Rasio earning per share/ price ratio atau rasio laba per lembar saham

terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan

seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan (Gaver & Gaver, 1993).

Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan

maka semakin menarik investasi pada perusahaan tersebut.

 

 

2.5.1.4 Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA)

Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham

perusahaan, dimana dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat

memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktifnya, sehingga berpotensi

sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Rasio ini tidak termasuk

dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan proksi IOS investasi. Para investor

dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan

membagi capital pengeluaran (expenditure) dengan total aset. Semakin besar

aliran tambahan modal saham, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk

memanfaatkan sebagai tambahan investasi dan hal ini akan membuat perusahaan

memiliki kesempatan untuk dapat bertumbuh.

 

 

2.6 Kinerja Perusahaan

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika Prawirosentono, 1997 (dalam Wahdikorin, 2010). Sedangkan menurut Horne (dalam Yogidanarinto, 2011) kinerja adalah hasil pencapaian dalam periode tertentu. Untuk menghasilkan kinerja yang baik perlu dilakukan usaha usaha yang positif untuk mencapainya. Demikian pula pada suatu perusahaan, apabila perusahaan melakukan aktivitas bisnisnya dengan baik maka akan memperoleh kinerja perusahaan yang baik.

Penilaian kinerja perusahaan yang menggunakan balance score card dilihat dari empat perspektif yaitu perspekti keuangan, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, perspektif proses internal dan perspektif pelanggan. Sedangkan Horne dan Wachowicz, 2005 (dalam Rahardian, 2011) menyatakan kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dilihat dan dibandingkan melalui analisis laporan keuangan yang berguna bagi pengambilan keputusan. Kinerja keuangan dapat tercerminkan dari analisis rasio-rasio keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003). Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengajian secara kritis terhadap review data, menghitung, mengukur, menginterpretasi, dan memberi solusi

terhadap keuangan perusahaan pada suatu perioda tertentu. Kinerja keuangan

dapat dinilai dengan beberapa alat analisis.

Berdasarkan teknisknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi delapan macam (Jumingan, 2006) yaitu sebagai berikut.

1. Analisis perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknik analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua perioda atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif).

2. Analisis tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan.

3. Analisis presentase per komponen (common size), merupakan teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap keseluruhan atau aktiva total maupun utang.

4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, merupakan teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua perioda waktu yang dibandingkan

5. Analisis sumber dan penggunaan kas, merupakan teknik analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada suatu perioda waktu tertentu.

6. Analisis rasio keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.

7. Analisis perubahan laba kotor, merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.

8. Analisis break even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

Kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dalam laporan keuangan dan diukur dengan alat ukur dalam bentuk rasio keuangan berupa rasio profitabilitas. Menurut Susilowati (2011), kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasionalnya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan (analisis fundamental perusahaan), karena laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini Profitabilitas diukur dengan rasio Return on Equity (ROE) Return On Equity (ROE) Menurut Brigham dan Housten (2001:91), ROE adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa, mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham. Adapun pengertian ROE menurut Syamsuddin (2003: 64) adalah suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. ROE secara jelas mengukur keuntungan perusahaan bagi pemiliki saham biasa. Dimana bunga dan dividen dimasukkan ke dalam anlisis laba yang didapat oleh suatu perusahaan dimana disalurkan ke pemiliki modal. Sehingga dengan semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh akan semakin baik pula kedudukan pemilik perusahaan. Rasio ini memperlihatkan kemampuan untuk menghasilkan laba atas investasi bedasarkan nilai buku para pemegang saham, dan seringkali digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan dalam sebuah industri yang sama. ROE yang tinggi mengindikasikan enerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif.

2.7 Penelitian Terdahulu

Hasil dari beberapa penelitian terdahulu adalah sebagai berikut.

1. Ulum (2008) meneliti tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan dengan populasi penelitiannya adalah perusahaan perbankan yang beroperasi di Indonesia sampai dengan 2006. Penelitian Ulum memberkan hasil bahwa berdasarkan hasil pengujian PLS diketahui bahwa secara statistik terbukti terdapat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan selama tiga tahun pengamatan 2004-2006, serta terhadap kinerja keuangan masa depan baik untuk perioda 2004-2005 maupun 2005-2006.

2. Kuryanto & Syafruddin (2008) meneliti tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaaan yang diproksikan dengan ROE, EPS dan ASR dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada papan utama Bursa Efek Indonesia. Setelah dilakukan pengujian intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan pada 73 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, ditarik simpulan bahwa tidak ada pengaruh positif antara Intellectual Capital sebuah perusahaan dengan kinerjanya. Baik terhadap kinerja keuangan tahun tersebut maupun kinerja keuangan perusahaan masa depan.

3. Bontis et. al. (2000) meneliti hubungan IC dengan kinerja perusahaan yang dilakukan di Malaysia. Bontis menggunakan sampel mahasiswa MBA parttime sebanyak 107 mahasiswa, 60% responden bekerja di industri jasa dan 40% di industri non-jasa. Penelitian ini menggunakan instrumen questionnaire sedangkan analisis menggunakan Partial Least Square (PLS).

4. Fajarini & Firmansyah (2012) meneliti tentang pengaruh Intellectual capital terhadap kinerja perusahaan studi empiris pada perusahaan LQ 45. Analisis rasio yang digunakan dalam menilai kinerja keruangan perusahaan adalah DER, NPM, TAT, ROE, ROA, dan PBV. Simpulan dari penelitian tersebut secara statistic terbukti terdapat pengaruh signifikan antara intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan LQ 45 di Indonesia. Intellectual Capital diuji terhadap kinerja keuangan perusahaan dengan jarak satu tahun.

5. Rambe (2012) meneliti tentang pengaruh Intellectual Capital terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Intelectual Capital memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diwakili pengaruh ROA dan ROE. Sedangkan, GR tidak dipengaruhi secara signfikan oleh Intellectual Capital.

6. Artinah (2011) meneliti tentang pengaruh Intellectual Capital terhadap profitabilitas studi empiris pada perusahaan perbankan. Dengan menggunakan metoda analisis regresi berganda, diperoleh hasil bahwa secara parsial Intellectual Capital dan Capital Employed Efficiency berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROE), sedangkan Human Capital Efficiency dan Structural Capital Efficiency tidak berpengaruh terhadap ROE.

7. Lili & Didik (2012) meneliti pengaruh Intellectual Capital terhadap nilai pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Dengan metoda analisis regresi berganda hasil penelitian menunjukkan bahwa Intellectual Capital (VAICTM) memiliki pengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROE dan ROA. VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROE dan ROA sedangkan VAHU tidak berpengaruh terhadap MtBV dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROA dan GR tetapi berpengaruh negatif terhadap ROE.

2.8 Rerangka Pikir

Perusahaan akan mampu bersaing dan memperoleh keuntungan yang maksimal apabila mampu menggunakan berbagai sumber daya yang dimilikinya dengan baik. Dengan hasil maksimal yang didapat dari penggunaan berbagai sumberdaya perusahaan akan  memperlihatkan           bagaimana       suatu    kinerja perusahaan telah dilakukan dengan baik. Intellectual capital merupakan sumberdaya yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, karena dengan Intellectual capital perusahaan akan mampu menggunakan sumber daya perusahaan secara efisiensi, ekonomis dan efektif, oleh karena itu intellectual capital akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan (Harrison dan Sullivan, 2000, dalam Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Human capital, structural capital dan customer capital sebagai konstruk utama pembentuk        intellectual capital       memiliki peran secara  bersama dalam

meningkatkan kinerja perusahaan. Sumber daya manusia (human capital) yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidak akan bisa berkerja secara optimal tanpa didukung oleh sistem perusahaan (structural capital) yang baik, begitu pula sumber daya perusahaan yang berkualitas dan sistem perusahaan yang baik akan lebih sempurna apabila didukung oleh hubungan pelanggan (customer capital) yang kuat, dengan demikian ketiga hal ini apabila digunakan dengan maksimal akan membawa dampak pada peningkatan kinerja perusahaan yang lebih baik.

Firer dan Williams (2003), telah membuktikan bahwa intellectual capital memunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan VAIC™ yang diformulasikan oleh Pulic (1998;1999) sebagai ukuran kemampuan intelektual perusahaan (corporate intellectual ability) dan juga adanya hubungan yang kuat antara evisiensi value added dengan komponen utama sumber daya perusahaan dan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, makin baik penggunaan intellectual capital sebuah perusahaan maka makin baik pula kinerja yang akan diperlihatkan oleh perusahaan tersebut.

Dari uraian tersebut dan juga penelitian lanjutan yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini dengan menambahkan variabel kontol, maka dapat disusun rerangka pikir dalam penelitian ini yang dapat digambarkan dalam bagan seperti berikut.

 

 

 


Variabel               Independen Intellectual Capital:

1. VACA 2. VAHU 3. STVA

 

 

 

Variabel Kontrol Investment Opportunity Set (IOS):

1. MV/BVA 2. MV/BE

3. Earning        per share/Price ratio

4. CA/BVA


 

 

 

 

Variabel Dependen Kinerja Perusahaan : Return on Equity (ROE)


2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta

diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati

(Good dan Scates, 1954). Atau dengan kata lain hipotesis merupakan jawaban

sementara dari masalah penelitian yang harus diuji kebenarannya.

Berdasarkan penjelasan yang ada, hipotesis yang diajukan dalam penelitian

adalah sebagai berikut.

H1: Terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual Capital

(VAICTM) yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA),

Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added

(STVA) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yaitu Return on

Equity (ROE) sebagai variabel dependen.

H2: Secara parsial terdapat pengaruh sebagai berikut.

H2.1 :Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh positif terhadap

Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada

bursa efek Indonesia dari tahun 2009-2013

H2.2 :Value Added Human Capital (VAHU) berpengaruh positif terhadap

Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada

bursa efek Indonesia dari tahun 2009-2013

H2.3 :Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh positif terhadap

Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada

bursa efek Indonesia dari tahun 2009-2013

 

3.      METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metoda untuk menguji teori-teori

tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini

biasanya diukur dengan instrumen-instrumen penelitian, sehingga data yang

terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik.

Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-

model matematis, teori-teori dan / atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena

alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif

karena hal ini memberikan hubungan antara pengamatan empiris dan ekspresi

matematis dari hubungan–hubungan kuantitatif. Laporan akhir untuk penelitian

ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari

pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian,

dan pembahasan (Creswell, 2008). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan dengan uji hipotesis, yang bertujuan untuk menjelaskan

sifat-sifat dari suatu hubungan sebab akibat dan memahami hubungan yang ada di

antara berbagai variabel (Sugiyono, 2010).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1    Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut

(Sugiyono, 2010). Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi

perhatian kita baik yang jumlahnya tak terhingga maupun jumlahnya yang

berhingga. Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh

perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.2.2    Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh

populasi yang telah dipilih (Sugiyono, 2010). Sampel yang diambil harus dapat

merepresentasikan populasi yang ada.

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Beberapa pertimbangan sebagai sampel

yang ditentukan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan Investment yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2013.

2. Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan secara lengkap dari tahun 2009-2013.

3. Laporan keuangan dilaporakan dengan denominasi mata uang Rupiah.

3.2.3    Gambaran Obyek Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan

Investment yang terdaftar di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009

sampai dengan 2013 yang berjumlah 7 perusahaan. Dari 7 perusahaan Investment

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2013,

semua perusahaan memenuhi kriteria atau pertimbangan yang ditentukan oleh

peneliti di dalam penelitian. Jadi, total perusahaan yang digunakan di dalam

penelitian ini adalah sebanyak 7 perusahaan Investment yang terdaftar dalam

Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2013.

Berikut ini merupakan daftar dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Tabel 1. Daftar Sampel Perusahaan

 

No

Kode Saham

 

Perusahaan

Nama Perusahaan

1

ALKA

Alakasa Industrindo Tbk

2

BNBR

Bakrie & Brothers Tbk

3

BHIT

Bhakti Investama Tbk

4

BMTR

Global Mediacom Tbk

5

MLPL

Multipolar Tbk

6

POOL

Pool Advista Indonesia Tbk

7

PLAS

Polaris Investama Tbk

Sumber: www.idx.com


3.3 Data Penelitian

3.3.1    Jenis dan Sumber Data

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data kuantitatif yang

merupakan data yang dinyatakan dalam angka. Data kuantitatif merupakan data

yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010).

Sumber data adalah subyek darimana data diperoleh (Indrianto & Supomo, 2002).

Sumber data di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah

sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang

bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Laporan keuangan perusahaan yang digunakan adalah laporan

keuangan perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada

tahun 2009 hingga tahun 2013. Data tersebut diperoleh dengan cara mengunduh

data (download) laporan keuangan perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Selain itu data yang

digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari berbagai literatur seperti

penelitian lain, penelitian terdahulu, serta sumber-sumber lain yang berhubungan

dengan masalah yang akan dibahas.

3.3.2    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metoda dokumentasi, atau disebut juga metoda arsip yang memuat tentang

kejadian di masa lalu (Indrianto & Supomo, 2002). Data sekunder pada penelitian

ini diperoleh melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berupa laporan keuangan

perusahaan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan

keuangan. Tahap-tahap pengumpulan data dimulai dengan melakukan penelitian

pendahuluan, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku yang

berhubungan dengan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan pengkajian

data yang dibutuhkan yaitu mengenai jenis data yang dibutuhkan, dan gambaran

cara mengolah data. Tahapan selanjutnya yaitu penelitian pokok yang dilakukan

untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang

dibahas, serta memperbanyak sumber-sumber literature yang menunjang dalam penelitian ini.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah variabel dependen

dan variabel independen.

3.4.1    Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku

dalam investigasi. Variabel dependen di dalam penelitian ini adalah kinerja

perusahaan yang diproksikan dengan return on equity (ROE). Formulasi

perhitungan kinerja perusahaan adalah sebagai berikut.

Return on Equity (ROE) mengukur pengembalian saham kepada para

pemegang saham biasa perusahaan dan biasanya menjadi bahan pertimbangan dan

indikator keuangan yang penting bagi investor (Chen et al., 2005). Rumus yang

digunakan untuk mengukur ROE adalah sebagai berikut.

ROE = Laba bersih / ekuitas pemegang saham………………….(5)

3.4.2    Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi variabel dependen

baik secara positif maupun secara negatif (Sekaran, 2006). Variabel Independen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah intellectual capital yang diukur

dengan Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) yang diukur berdasarkan

value added yang diciptakan oleh komponen intellectual capital yang terdiri dari

value added of capital employee (VACA), value added of human capital

(VAHU), dan structural capital value added (STVA). Formulasi dan tahapan

perhitungan VAICTM adalah sebagai berikut (Ulum, 2009).

3.4.2.1 Value Added (VA)

Tahap pertama dalam menghitung VAICTM yaitu dengan menghitung value

added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai

keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan

nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output

(OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang

dijual dipasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan

dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban

karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN. Karena itu, aspek kunci

dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan

nilai (value creating entity) (Ulum, 2009).

VA = OUTPUT INPUT…………………………….(6)

Keterangan:

Output : total penjualan dan pendapatan lain

Input    : beban (beban bunga dan beban operasional) dan biaya lain-lain (selain

beban karyawan)

Value added : selisih antara output dan input

3.4.2.2 Value Added of Capital Employee (VACA)

Tahap yang kedua yaitu dengan menghitung VACA yang merupakan

perbandingan value added (VA) dengan capital employed (CE). VACA adalah

indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini

menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value

added organisasi (Ulum, 2009).

VACA = VA/CE……………………………(7)

Keterangan:

VACA : Value Added Capital Employed

VA      : Value added

CE       : Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)

3.4.2.3 Value Added of Human Capital (VAHU)

Tahap ketiga yaitu dengan menghitung Value Added Human Capital

(VAHU). VAHU adalah perbandingan antara value added (VA) dengan human

capital (HC). VAHU menunjukkan berapa banyak kontribusi yang dibuat oleh

setiap rupiah yang diinvestasikan dalam tenaga kerja untuk menghasilkan nilai

lebih bagi perusahaan.

VAHU = VA/HC……………………………...(8)

Keterangan:

VAHU : Value Added Human Capital

VA      : Value Added

HC      : Human Capital (beban karyawan terdiri dari gaji dan tunjangan)

3.4.2.4 Structural Capital Value Added (STVA)

Tahap keempat yaitu menghitung STVA yang merupakan rasio SC terhadap

VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1

rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam

penciptaan nilai (Ulum, 2009).

STVA = SC/VA……………………………….(9)

Keterangan:

STVA : Structural Capital Value Added

SC       : Structural Capital (VA HC)

VA      : Value Added

3.4.3    Variabel Kontrol (IOS)

Variabel kontrol dalam penelitian ini merupakan variabel tambahan yang

dberikan oleh peneliti. Variabel kontrol ini berguna untuk membedakan penelitian

ini terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada dan telah diteliti sebelumnya.

Variabel kontrol disini juga berfungsi untuk memperkuat variabel independen

dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel Investment Opportunity

Set (IOS) yang terdiri dari beberapa macam rasio seperti yang telah dijelaskan

dalam bab sebelumnya.

3.5 Metoda Analisis Data

3.5.1    Analisis Data Deskriptif

Statistik deskriptif adalah menganalisis data dengan cara mendeskripsikan

data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif

digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang

diteliti oleh peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dan dimasukkan

dalam tabulasi yang kemudian dideskriptifkan.

3.5.2    Uji Asumsi Klasik

Agar data dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representif, yang

berarti tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti terhadap

koefisien regresi pada penelitian ini maka dilakukan uji asumsi klasik dengan

menggunakan program SPSS. Adapun pengujian asumsi klasik meliputi uji

normalitas, uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi.

3.5.2.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data.

Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik

parametrik.      Karena data     yang    berdistribusi    normal merupakan       syarat

dilakukannya tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak mempunyai

distribusi normal, maka analisisnya menggunakan tes non-parametrik.

Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai sebaran

yang normal pula. Dengan profit data semacam ini maka data tersebut dianggap

bisa mewakili populasi. Normal disini dalam arti mempunyai distribusi data

normal. Normal atau tidaknya berdasarkan patokan distribusi normal dari data

dengan mean dan standar deviasi yang sama. Jadi, uji normalitas pada dasarnya

melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan data terdistribusi

normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data kita.

Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal

atau tidak adalah dengan desain grafik. Jika data menyebar di sekitar garis

diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka

model regresi memenuhi asumsi normalitas. Selain itu, dapat digunakan uji

statistik Kolmogrov-Smirnov (K-S), bila nilai signifikasi pada tabel Kolmogrov-

Smirnov <0,05 maka data terdistribusi normal (Ghozali, 2009).

3.5.2.2 Uji Multikolinearitas

Tujuan digunakannya uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terdapat

atau terjadi korelasi, maka data diindikasi terjadi multikolinearitas. Model regresi

yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen

(Ghozali, 2009). Pengujian multikolinearitas dilakukan dnegan melihat nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai

untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance mendekati 1

atau sama dengan nilai VIF<10.

Beberapa cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas adalah

sebagai berikut (Ghozali, 2009).

a. Menambah data penelitian.

b. Mengeluarkan variabel independen yang memiliki korelasi paling tinggi dari

model regresi.

c. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data).

3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi atau

terdapat ketidaksamaan varians dari rersidual dari satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika varians dari nilai residual dari satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka disebut dengan homokedastisitas. Dan jika

varians berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya, maka disebut

heteroskedastisitas (Gujarati, 2003). Model regresi yang baik adalah yang

homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Uji Glejser. Jika

variabel indpenden signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen,

maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Apabila probabilitas sigifikansinya

di atas kepercayaan 5%, dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung

adanya heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).

3.5.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan

ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. (Ghozali, 2006).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, maka dapat dilakukan uji

statistik Durbin-Watson (DW). Nilai statistik hitung dibandingkan dengan nilai

teoritisnya, dan kriteria pengambilan kesimpulannya sebagai berikut (Gujarati, 2003).

1. Jika DW < dL maka terdapat autokorelasi positif

2. Jika DW > 4 dL, maka terdapat autokorelasi. negatif

3. Jika dU < DW < 4 – dU, maka tidak terdapat autokorelasi.

4. Jika dL DW dU atau 4 dU DW 4 dL, uji Durbin Watson tidak

menghasilkan kesimpulan yang pasti

Selain itu untuk menditeksi ada atau tidaknya autokorelasi juga dapat dilihat

melalui cara sebagai berikut (Santoso, 2010).

1. Angka DW dibawah -2       : terjangkit autokorelasi positif.

2. Angka DW diantara -2 sampai +2 :            tidak terjangkit autokorelasi.

3. Angka Dw diatas +2           : terjangkit autokorelasi negatif.

3.5.3    Regresi Linear Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear

berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan

hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sugiyono,

2010). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Y + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ β6X6+ β7X7+ e

Keterangan :

α :        konstanta

Y:        Kinerja Perusahaan (ROE)

X1:         Value Added of Capital Employee (VACA)

X2:         Value Added of Human Capital (VAHU)

X3:         Structural Capital Value Added (STVA)

X4:         Market to Book Value of Asset (MV/BVA)

X5:         Market to Book Value of Equity (MV/BVE)

X6:         Earning Per Share/Price Ratio

X7:         Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA)

3.5.3.1 Uji F-statistik

Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel-variabel independen yang ada

berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel independen (Ghozali, 2009).

Uji ini digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel

independen secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel independen.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%.

Tingkat signifikansi pada F tabel dapat dilihat pada tabel ANOVA. Dasar

pengambilan dari signifikansi adalah sebagari berikut (Sugiyono, 2010).

1. Apabila probabilitas signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

2. Apabila probabilitas signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

3.5.3.2 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara

nol dan 1. Nilai R2 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti

variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam

memrediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).

3.5.3.3 Uji T-statistik

Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan

tingkat signifikansi sebesar 5%. Apabila tingkat signifikansi di bawah tingkat

error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen dan Ho ditolak. Dan sebaliknya apabila

tingkat signifikansi di atas tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan

dinilai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho

diterima. Nilai t dan signifikansinya dapat dilihat pada tabel coefficient (Ghozali, 2011).

3.5.3.4 Uji r Parsial

Uji r parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai r

parsial maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen secara parsial. Sebaliknya jika nilai r parsial semakin kecil maka

semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara

parsial. Besarnya nilai r parsial dapat dilhat pada         nilai beta standardized

coefficient pada tabel coefficient dengan menggunakan program SPSS (Ghozali, 2011).

3.6 Uji Hipotesis

Hipotesis di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H01:     Tidak terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual

Capital (VAICTM) yang terdiri dari Value Added Capital Employed

(VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural

Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap kinerja

perusahaan yaitu Return on Equity (ROE) sebagai variabel

dependen pada perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

Ha1:     Terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual Capital

(VAICTM) yang terdiri dari Value Added Capital Employed

(VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural

Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap kinerja

perusahaan yaitu Return on Equity (ROE) sebagai variabel

dependen pada perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

H02.1:    Value Added Capital Employed (VACA) tidak berpengaruh positif

terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang

tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.1:    Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh positif

terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang

tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.2:    Value Added of Human Capital (VAHU) tidak berpengaruh positif

terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang

tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.2:    Value Added of Human Capital (VAHU)            berpengaruh positif

terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang

tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.3:    Structural Capital Value Added (STVA) tidak berpengaruh positif

terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang

tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.3:    Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh positif

terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang

tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.7 Tahapan-tahapan Penelitian

Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data,

Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Merumuskan masalah

2. Merumuskan hipotesis

3. Penyusunan model

4. Mengumpulkan data berupa laporan keuangan perusahaan Investment

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013.

Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria purposive sampling.

5. Menghitung variabel dependen dan variabel independen sesuai dengan

rumus yang telah ada.

6. Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen menggunakan

SPSS 20 for Windows.

7. Memroses data dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan uji

asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas,

dan uji autokorelasi) dengan menggunakan SPSS 20 for Windows.

8. Memroses data dengan analisis regresi linear berganda dengan bantuan

SPSS 20 for Windows.

9. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5%

10. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1

Untuk pengujian hipotesis 1, pengujian yang digunakan adalah uji F dan

uji koefisien determinasi (R2). Uji F akan menghasilkan tingkat

signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada

uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1

ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel dependen secara simultan. Uji koefisien determinasi (R2) untuk

melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen secara simultan.

11. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 2

Untuk pengujian hipotesis 2, pengujian yang digunakan adalah uji t dan uji

r parsial. Uji t akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil

pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji t lebih besar dari

tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel

independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen

secara parsial. Uji r parsial untuk melihat persentase pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara parsial.

12. Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Pada

tahap ini data yang telah diolah dan dianalisis akan dideskripsikan ke

dalam kata-kata dan selanjutnya hasil penelitian akan dibandingkan

dengan teori dan penelitian terdahulu sebelum diambil kesimpulan.

13. Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat

ringkasan serta saran dari hasil penelitian.

 

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Partiwi Dwi. 2005. Hubungan Intellectual Capital dan Business Performance.Jurnal MAKSI. Vol 5, 34-58.

Belkaoui, Ahmed Riahi. 2003. Intellectual Capital and Firm Performance of US

Multinational Firms: a Study of The Resource-Based and Stakeholder Views. Journal of Intellectual Capital. Vol.4 No.2.pp.215-226.

Bontis, N W.C.C. Keow, S. Richardson. 2000. Intellectual capital and business

performance in Malaysian industries”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 1. pp. 85-100.

Bornemann, M., A. Knapp, U. Schneider, and K.I. Sixl. 1999. Holistic measurement of intellectual capital. Paper presented at the International Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects. June. Amsterdam.

Brennan, N dan Brenda Connell. 2000. Intellectual Capital: Current Issues and Policy Implications.” Journal of Intellectual Capital. Vol 1, No. 3, pp. 206-240.

Bringham dan Houston (2001), Manajemen Keuangan, Terjemahan, Jakarta:

Erlangga.

Chen, J., Zhu, Z. and Xie, H.Y. 2004. Measuring intellectual capital: a new

model and empirical study”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 5 No. 1, pp. 195-212.

Chen, et al. 2005. An empirical investigation of the relationship between

intellectual capital and firm’s market value and financial performance. Journal of Intellectual Capital. Vol 6, Issue 2.


Daud, Rulfah dan Amri, Abrar. 2008. Pengaruh Intellectual Capital dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi. Vol. 1. No. 2. Juli 2008

Duran, Manuel Balza & Davor Radojicic. 2004. Corporate Social Responsibility and Non-Governmental Organizations. Thesis University of Winconsin. Swedish.

Firer S., and Williams M. 2003. Intellectual Capital and Traditional Measures of

Corporate Performance . Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3.

Firer, Steven. dan S. Mitchell Williams. 2000. Firm Ownership Structure and

Intellectual Capital Disclosures.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi

Keempat. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS

19. Universitas Diponegoro. Semarang.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.

Harahap, Sofyan S. 2005. Teori Akuntansi. Edisi 8. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ikatan Akuntan Indonesia (2002). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 19. Salemba Empat. Jakarta

Kuryanto, Benny. 2008. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Perusahaan. Universitas Diponegoro Semarang. SNA XI Pontianak

Kuryanto, B dan Syafruddin, M. (2008). Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak, 1-30.

Pramudita, Gema. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan

Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) Tahun 2008-201). Skripsi (Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Pujiati, Diyah. dan Erman Widanar. 2009. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Ekonomi Bisnis & Akuntansi Ventura, Vol. 12, No. 1, hal. 71-86.

Pulic, A. 1998. Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowledge Economy. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential.

Rahardian, Ariawan Aji. 2011. Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan: Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares. Skripsi (Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Sawarjuwono, Tjiptohadi dan A. P. Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research).” Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 5, No. 1, hal. 31-51.

Sekaran, Uma. 2006 . Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jilid 2. Edisi 4.

Salemba Empat. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Bandung.

Suhardjanto, D., dan M. Wardhani, 2010, Praktik Intellectual Capital Disclosure

Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol.14, No.1.

Stewart, T.A. (2002). Intellectual Capital (Modal Intelektual): Kekayaan Baru

Organisasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock. 2007. Intellectual Capital and Fnancial Returns of Companies. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8 No. 1. pp. 76-95.

Ulum, I. (2008). Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di Indonesia.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10 No. 2, hal. 77-84.

Ulum, I. (2009). Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Ulum, Ihyaul, I. Ghozali dan A. Chariri, (2008).“ Intellectual Capital Dan Kinerja

Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares”. Simposium Nasional Akuntansi XI: Pontianak, 23-25 Juli 2008.

Wibowo, Eko. 2012. "Analisis Value Added Sebagai Indikator Intellectual Capital dan Konsekuensinya Terhadap Kinerja Perbankan". Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Williams, M. 2001. Is intellectual capital performance and disclosure practices related?. Journal of Intellectual Capital, Vol. 2 No. 3. pp 192-203.

Zulmiati, Rizqi. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi pada Perusahaan Costumer Good Industry yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2010). Skripsi (Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

 

Tidak ada komentar: